Breaking News

Berkontribusilah, dan Jangan Mengungkitnya!

Spread the love

* Inspirasi Ramadan (2)

Oleh Kholda Najiyah

 

Banyak manusia, termasuk kita, yang kerap merasa telah berjasa melakukan kebaikan ini-itu, lalu mengungkit-ungkitnya dalam suatu kesempatan. Yah, kita memang bukan malaikat, bukan Nabi atau rasul dan bukan orang yang memiliki kepribadian selevel para sahabat. Kita adalah manusia biasa yang kerap didominasi hawa nafsu. Rasa bangga. Ujub.

 

Padahal, Allah SWT melarang kita untuk mengungkit-ungkit kebaikan atau jasa-jasa yang pernah kita lakukan. Bahkan, jangankan kita yang manusia biasa, Allah SWT pun pernah mengingatkan para sahabat agar menjauhkan diri dari tindakan buruk tersebut.

 

Salah satunya, antara lain ditafsirkan dari firman Allah SWT surat At-Taubah ayat 40 yang artinya:

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (9: 40)

 

Ayat tersebut diturunkan 9 tahun setelah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Rentang waktu yang cukup lama. Lantas, mengapa Allah SWT baru menurunkan ayat yang terkait dengan peristiwa hijrah tersebut setelah orang mungkin melupakannya? Hal itu semata-mata untuk mengingatkan para sahabat akan peristiwa bersejarah tersebut dan mengambil pelajaran penting darinya.

 

Para sahabat yang masih hidup diingatkan, bahwa keberhasilan hijrah Nabi bukan semata-mata atas pertolongan para sahabat, melainkan juga berkat pertolongan Allah SWT. Maka, tidak pantas para sahabat merasa jadi orang yang paling berjasa atas peristiwa hijrah Rasulullah SAW. Saling membanggakan dan saling berbusung dada.

 

Namun demikian, peristiwa itu juga menunjukkan bahwa keberhasilan hijrah, tidak hanya bersandar pada pertolongan Allah SWT semata. Nyatanya, ada kaidah syababiyah (sebab-sebab yang menghantarkan pada tujuan, red) yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat agar hijrahnya selamat.

 

Jadi, kombinasi antara kaidah syababiyah plus pertolongan Allahlah yang mengantarkan pada kesuksesan. Nabi dan sahabat tidak hanya bersandar semata-mata pada pertolongan Allah SWT, tetapi telah benar-benar menyiapkan strategi jitu untuk menyelamatkan perjalanan Rasul.

 

Pertama, Nabi telah menyiapkan Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di tempat tidurnya, hingga kafir Quraisy terkecoh dan tidak melihat saat Nabi keluar rumahnya menuju rumah Abu Bakar. Saat itu, memang pertolongan Allah SWT datang dengan mengaburkan pandangan para pengepung rumah Nabi, sehingga mereka sama sekali tidak melihat kepergian Sang baginda.

 

Kedua, peran Abu Bakar yang ditunjuk Nabi untuk menemaninya hijrah. Begitu diminta menemani Nabi beberapa hari sebelumnya, Abu Bakar langsung membuat perencanaan matang, bagaimana agar hijrah Nabi sukses.

 

Ia langsung menyewa Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan dan ahli pencari jalan pintas menuju Madinah. Menyiapkan diri untuk melewati jalur berat yang tak biasa dilalui manusia. Dia juga telah menyiapkan unta terbaik untuk tunggangan Nabi dan dirinya.

 

Dia menyuruh anaknya, Abdullah, agar menggembalakan kambing di dekat Gu Tsur agar ia dan rasul dapat meminum susunya. Juga, agar ia bisa mendapat kabar tentang pergerakan kaum kafir Quraisy. Lalu tak lupa menunjuk putrinya, Asma binti Abu Bakar untuk mengirimkan makanan dan keperluan lainnya selama persembunyian selama tiga hari lamanya.

 

Nah, begitu Nabi dan Abu Bakar berangkat dan sampai ke Gua Tsur, Abu Bakar masuk gua lebih dulu untuk memastikan tidak ada binatang berbahaya di gua, agar Nabi selamat. Dia merobek-robek bajunya dan menutup lubang-lubang berbahaya. Satu lubang yang tidak kebagian kain, ditutup dengan tubuhnya, hingga Nabi bisa tidur di pangkuannya dengan tenang.

 

Saat malam, tubuhnya digigit binatang dari lubang itu hingga menahan rasa sakit dan menangis tertahan. Tetesan air mata itulah yang akhirnya membangunkan Nabi. Singkat cerita, Nabi dan Abu Bakar selamat sampai Madinah.

 

Sungguh, Nabi dan Abu Bakar benar-benar membuat rencana matang agar hijrahnya berhasil. Menempuh sebab-sebab untuk tercapainya tujuan. Bukan semata menyandarkan pada pertolonangan Allah, meskipun Allah sendiri telah menjaminnya.

 

Maka, demikianlah pelajaran yang dapat kita petik. Dalam mencapai tujuan, kita tidak boleh bersandar pada pertolongan Allah semata, melainkan ada ikhtiar terbaik untuk meraihnya. Dalam aktivitas apapun. Apalagi, kita bukanlah selevel sahabat, apalagi Nabi.

 

Sedangkan para sahabat saja, sembilan tahun setelah peristiwa itu, masih diingatkan Allah SWT agar tetap berbuat baik, tanpa mengungkit-ungkit kebaikan itu. Apalagi kita, manusia biasa. Sudah semestinya berusaha lebih keras dan cerdas dalam mencapai tujuan. Sembari tetap bertawakal kepada pertolongan Allah SWT.

 

Terlebih hari ini, saat ketika agama Allah terus menerus dinistakan musuh-musuh Islam, kelestarian Islam tidak hanya tergantung pada pertolongan dan penjagaan Allah SWT semata. Umat Islam tidak boleh berlepas diri. Tetapi, harus ada kontribusi dengan menempuh jalan untuk melestarikan wahyu-Nya. Tapi ingat, jika kita toh memiliki kontribusi, maka tidak boleh berbangga diri dan mengungkit-ungkitnya sebagai orang yang paling berjasa. Wallahu’alam.(*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.