Breaking News

Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?

Spread the love

 

Oleh: Hamsina Halik

(Revowriter Mamuju)

MuslimahTimes–Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. Siapa pun berhak untuk mengenyam pendidikan. Namun, fakta saat ini menunjukkan bahwa tak sembarang orang bisa menikmatinya. Slogan, “Orang miskin dilarang sekolah/kuliah” masih terjadi hingga kini. Kuliah yang menjadi harapan terbesar bagi kebanyakan siswa setelah lulus dari SMA/SMK, harus direlakan begitu saja karena ketidakmampuan untuk meraihnya.

Calon mahasiswa yang ingin mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 harus mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang diselenggarakan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Kemenristekdikti. Yang dilaksanakan dengan dua gelombang. Gelombang I pada 1-24 Maret 2019 dan gelombang II 25 Maret sampai 1 April 2019.

Meskipun pendaftaran UTBK yang kini tengah berlangsung, rupanya tak semua siswa yang lulus bisa mengikutinya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi saat mendaftar adalah peserta harus membayar biaya UTBK 2019 sebesar Rp200.000 setiap mengikuti tes. Lagi-lagi persoalan biaya menjadi kendala.
Riset yang dilakukan Haruka Evolusi Digital Utama (HarukaEDU) di 2018 menyebutkan, 79% lulusan SMA/SMK yang sudah bekerja tertarik untuk melanjutkan kuliah lagi.  Namun 66% responden di antaranya urung kuliah karena mengaku terkendala biaya.

CEO HarukaEDU, Novistiar Rustandi mengungkapkan, tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan tergolong masih rendah. Hanya 8,15 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil menyelesaikan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi.

Padahal fase pendidikan 4.0 dengan perkembangan industri dan teknologi berciri sistem digital, artifisial, virtual dan berskala global, peningkatan kualitas SDM menjadi syarat utama. Dalam upaya untuk menyesuaikan diri dalam fase ini, maka diperlukan akses pendidikan seluas-luasnya agar semua kalangan dapat mengenyam pendidikan yang layak.  (medcom.id, 24/12/2018)

//Pendidikan Mahal, Buah Sistem Kapitalis//

Penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu dari bagian pengaturan urusan masyarakat. Bagaimana jalannya pengaturan itu tergantung dari ideologi yang dianut oleh negara. Mahalnya biaya pendidikan saat ini merupakan dampak nyata dari penerapan sistem Kapitalis sekular. Secara nyata, ideologi kapitalis menjauhkan peran negara dalam mengurusi kepentingan urusan masyarakatnya.

Penyerahan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta membuat negara seolah tak mampu mengurusi urusan masyarakat. Sebab, memang inilah tujuan utama dari ideologi kapitalis sekular dengan menetapkan sumber-sumber kakayaan tidak boleh dikelola oleh negara, tetapi harus diserahkan kepada swasta. BUMN sekalipun misalnya, jika negara yang terlanjur mengelolanya maka harus diprivatisasi. Maka dengan demikian terputuslah sumber pendapatan negara dari sumber daya alam. Yang dengannya mampu membiayai berbagai urusan masyarakat. Salah satunya pendidikan.

Inilah yang memicu mahalnya biaya pendidikan saat ini. Sekolah menjadi barang mewah bagi sebagian kelompok masyarakat. Meski gratis, itu hanya sampai tingkat SMP. Untuk ke jenjang lebih tinggi maka butuh biaya yang tinggi pula. Maka, hanya orang kaya saja yang bisa meraih pendidikan dengan kualitas dan fasilitas yang optimal, tidak bagi yang tergolong miskin. Pada akhirnya, anak dari keluarga yang kurang mampu hanya bisa sekolah apa adanya dan membuang jauh mimpi untuk menikmati sekolah yang lebih tinggi lagi.

Terjadilah diskriminasi pendidikan. Pendidikan tinggi menjadi hak khusus orang kaya, seolah sistem yang ada lebih berpihak kepada kalangan kaya. Dan memang inilah tabiat sistem Kapitalis, sudah didesain untuk berpihak kepada pemilik modal yang bisa memberikan keuntungan sebanyak-banyaknya. Meskipun mengorbankan sebagian besar rakyat kecil. Jika demikian, selama sistem Kapitalis ini diterapkan maka sampai saat itu pula diskriminasi pendidikan akan terus terjadi.

//Islam Menjamin Pendidikan Bagi Semua//

Islam merupakan sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problematika yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia, termasuk perkara pendidikan.

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, metode pengajaran dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh secara mudah oleh seluruh rakyat, bahkan gratis. Inilah tugas penguasa sebagaimana yang diperintahkan dalam hadits Rasulullah SAW:
“Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika negara abai terhadap urusan pendidikan rakyatnya, maka ini bisa dinilai sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Allah, dosa bagi penguasa karenanya. Inilah yang menjadikan para pemimpin dalam Islam selalu fokus terhadap pendidikan. Rasulullah SAW pun telah mencontohkan hal ini.

Tampak ketika Rasulullah SAW menetapkan agar para tawanan perang Badar dapat bebas jika mereka sanggup mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Hal ini sebagai tebusan bagi para tawanan. Perkara ini merupakan bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai kepala negara. Sehingga rakyat pun tak dikenai biaya sepeser pun.
Mengenai tebusan tawanan, dalam hukum Islam ini adalah hak dan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal. Para tawanan jika ingin bebas maka harus membayar tebusan tawanan yang kemudian akan dimasukkan ke dalam kas Baitul Mal. Tebusan berupa perintah mengajarkan baca-tulis, nilainya sama dengan pembebasan tawanan perang. Dengan kata lain, Rasulullah SAW memberi upah kepada para pengajar (tawanan perang) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik kas negara.

Apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam mengurusi pendidikan rakyat mendorong para khalifah setelah beliau membangun berbagai fasilitas pendidikan secara cuma-cuma untuk rakyat. Pendidikan berkualitas disediakan tanpa dipungut biaya apapun. Khalifah Mu’tashim billah, Khalifah al-Mustanshir, Sultan Nuruddin dan para penguasa Islam lainnya sepanjang masa Kekhilafahan Islam, juga melakukan hal seperti ini.

Maka, wajar jika sepanjang kekuasaan Kekhilafahan Islam, lahir banyak ulama, cendekiawan dan ahli di berbagai bidang. Lahirnya temuan-temuan spektakuler yang telah mendahului ilmuwan-ilmuwan Barat puluhan bahkan ratusan tahun lebih dulu. Sebab, mereka diberi keluasan dalam menuntut ilmu seluas-luasnya tanpa pusing memikirkan biaya.

Mengulang sejarah gemilang ini sangat mungkin dalam sistem Islam. Sebab, Islam tak hanya menetapkan kewajiban menyediakan pendidikan berkualitas oleh negara secara gratis untuk rakyat muslim saja, tapi juga untuk non muslim. Dengan demikian, mencampakkan ideologi dan sistem Kapitalisme adalah keharusan untuk mengakhiri masalah mahalnya biaya sekolah secara tuntas. Sehingga tak ada lagi diskriminasi pendidikan. Kemudian menggantinya dengan ideologi dan sistem Islam. Menerapkan aturan-aturan Allah dalam segala aspek kehidupan. Maka, hanya dengan inilah keberkahan hidup akan diturunkan oleh Allah dari langit dan bumi.

Allah swt berfirman:
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Wallaahu a’lam.

[Fz]

One thought on “Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?”

Leave a Reply

Your email address will not be published.