Breaking News

Gadai SK Pengangkatan Anggota DPRD, Bukti Mahalnya Ongkos Politik dalam Demokrasi

Spread the love

Oleh. Lastrilimbong

MuslimahTimes.com–Sejumlah anggota DPRD Jawa Timur dilaporkan telah menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Anggota DPRD untuk mengambil pinjaman hingga lebih dari Rp500 juta. Abdul Karim, selaku ketua sementara DPRD Kabupaten Pasuruan mengatakan bahwa pinjaman itu diambil guna menutupi utang biaya kampanye selama masa Pemilihan Legislatif. Menurut penuturannya, adalah wajar jika para Anggota DPRD menggadaikan SK untuk mengambil pinjaman karena biaya yang digelontorkan masing-masing calon selama masa kampanye tidaklah sedikit.

“Itu wajar karena kemarin sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit,” jelasnya, dikutip dari detikJatim (7/9/2024).

Namun tidak hanya di Pasuruan, fenomena ini juga terjadi di berbagai daerah lainnya seperti Bangkalan, Malang hingga Subang. Menurut laporan Penyedia Kredit Bank Jatim Cabang Bangkalan, Sistha, di Bangkalan setidaknya ada 20 anggota DPRD yang mengajukan pinjaman dengan agunan SK Pengangkatan.

Sementara di Malang, 17 dari total 45 anggota DPRD yang dilantik menggadaikan SK. Zulkifli Amrizal selaku Sekretaris Dewan DPRD Kota Malang mengakui bahwa fenomena ini bukanlah hal yang baru di kalangan Anggota DPRD Kota Malang. Dengan perkiraan gaji sebesar Rp45 juta per bulan, termasuk tunjangan transportasi, perumahan, dan komunikasi. Zulkifli Amrizal menjelaskan untuk membayar cicilan pinjaman, Bank Jatim tinggal memotong gaji masing-masing Anggota DPRD setiap bulan.

Hal yang sama terjadi pada anggota DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat periode 2024-2029 yang baru saja resmi dilantik. Wakil rakyat ini ramai-ramai menggandai SK dengan mengajukan pinjaman bervariasi, mulai dari ratusan juta rupiah hingga Rp1 miliar. Hal ini diakui secara langsung oleh Sekretaris DPRD Subang, Ujang Sutrisna. Dia mengaku sudah menerima permohonan sejumlah anggota DPRD yang menggadaikan SK pengangkatan ke bank.

Fenomena masifnya anggota DPRD gadai SK untuk mengambil utang ke bank adalah hal yang tidak terelakkan. Seperti yang diketahui, seorang bacaleg bisa menghabiskan dana hingga milyaran rupiah selama masa kampanye. Dilansir dari detikNews, Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), Prof Anang Sujoko, menyatakan bahwa berdasarkan praktik di lapangan, fenomena ini menunjukkan bahwa biaya politik pemilu legislatif membutuhkan modal yang cukup besar.

Beberapa komponen yang menjadikan biaya politik seorang calon legislatif itu sangat mahal diantaranya adalah pengadaan alat-alat kampanye berupa baliho, selebaran kampanye, biaya tim sukses untuk masing-masing bacaleg hingga pengadaan bantuan berupa sembako dan sejenisnya untuk meraih suara rakyat.

Sehingga banyak di antara mereka (bacaleg) yang kemudian melakukan peminjaman modal kepada pihak-pihak tertentu. Baik pinjam secara personal, ataupun pinjam ke perbankan. Jika caleg terpilih akhirnya menang dan terpilih menjadi anggota DPRD, maka menggadaikan SK untuk melunasi utang piutang tersebut adalah sebuah jawaban.

Ini hanyalah setitik awal lingkaran setan dalam praktik politik demokrasi. Selain gadai SK, praktik politik demokrasi dengan biaya fantastisnya juga membuka risiko penyalahgunaan wewenang atau jabatan dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan membayar cicilan dan biaya-biaya politik. Para anggota dewan yang notabene adalah wakil-wakil rakyat, sibuk mendahulukan kepentingan pribadinya untuk melunasi utang.

Mahalnya ongkos politik tidak akan ditemui dalam sistem kepemimpinan Islam, karena pertama, Islam tidak memiliki konsep keterwakilan rakyat sebagai pemenang kedaulatan tertinggi dalam negara. Dalam sistem Islam, kedaulatan tertinggi mutlak dipegang oleh Allah Swt. Manusia tidak berhak untuk mengambil posisi Allah sebagai pembuat hukum atau aturan di muka bumi.

Dalam struktur Daulah Islam, lembaga negara yang menjadi perwakilan rakyat adalah majelis umat dan majelis wilayah. Majelis umat terdiri dari orang-orang yang mewakili kaum Muslim dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan bagi Khalifah. Sedangkan mereka yang mewakili penduduk wilayah disebut Majelis Wilayah.

Majelis Umat dan majelis wilayah ini adalah representasi umat karena dipilih langung oleh umat tanpa ada money politics. Mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang yang bisa menguntungkan anggota Majelis Umat, tugas mereka hanya sebatas pada syura (bermusyawarah) dan muhasabah kepada khalifah. Wallahu alam.