Breaking News

Menyelami Nasib Guru Oemar Bakri

Spread the love

Oleh :Dessy Fatmawati, S. T

(Seorang Tenaga Pendidik Profesional)

 

Oemar Bakri… OemarB akri 40 tahun mengabdi

Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Oemar Bakri… Oemar Bakri banyak ciptakan menteri

Oemar Bakri… profesor dokter insinyur pun jadi

Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

 

#MuslimahTimes –– Ditengah kesulitan hidup yang mendera, pemerintah mengeluarkan Permen PAN-RB 36/2018 yang membatasi kesempatan tenaga honorer K2 menjadi ASN. Gerakan penolakan atas rekrutmen CPNS 2018 tak terelakkan dilakukan oleh honorer kategori dua (K2) di berbagai daerah. Di Karawang, Jawa Barat, para guru honorer memutuskan tidak mengajar pada har iini (17/9).

Serapan tenaga guru honorer K2 di Indonesia mencapai 1,53 juta orang atau sekitar 50% dari total profesi guru. Alasan tingginya tenaga guru honorer karena kurangnya tenaga pengajar berstatus ASN. Namun untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, keputusan pemerintah mensyaratkan batas maksimal usia dan pendidikan minimal strata satu (S1) kian membuat runyam problematika tenaga pengajaran di negeri ini.

Harga Jasa Guru dalam Kapitalisasi Pendidikan

Pelajar memang hanya 20% dari keseluruhan populasi. Tetapi mereka 100% masa depan bangsa. Dan tugas pendidikanlah yang menjamin terwujudnya generasi-generasi penerus bangsa. Guru, sebagai salah satu komponennya membawa peran penting dan berharga mengantarkan generasi ke masa depan yang lebih baik.

Akan tetapi saat ini kita menyaksikan fenomena menyayat sektor pendidikan, termasuk Indonesia. Fakta minimnya penghargaan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ di tengah kapitalisasi lembaga pendidikan semakin menonjol. Baik lembaga di bawah naungan pemerintah maupun swasta. Berlarutnya masalah guru hononer menjadi indikasi bahwa akar masalahnya tidak sekedar teknis namun sistemis.

Sebagai negara yang menganut pemerintahan demokrasi, sektor pendidikan pun tak lepas dari bagaimana kapitalisme memandang pendidikan dalam pengelolaannya. Inti dari pengelolaannya adalah minimnya campur tangan pemerintah dan membiarkan mekanisme pasar (korporasi) bekerja.

Perunutan kapitalisasi pendidikan dimulai dari keputusan Indonesia tundukpada WTO melalui perumusan General Aggrement Tariffs dan Trade (GATT). Hal ini menyebabkan jebolnya dinding-dinding proteksi negara dalam perdagangan. Dilanjut dengan dirumuskannya The Washington Consensus (1989-1990)  yang salah satu butirnya tentang public expenditure. Public expenditure adalah pengarahan kembali pengeluaran masyarakat untuk bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, sehingga beban tanggung jawab pemerintah berkurang.

Di era Soeharto, Indonesia sudah menerapkan hal tersebut tertuang dalam UU no. 74 tahun 1994. Dalam era yang sama Indonesia mempersilahkan World  Bank merambah dunia pendidikan. Terwujud dalam proyek-proyek berkedok program derma (sosial), University Research For Graduate Education (URGE), Development of Undegraduate Education, Quality of Undergraduate Education (QUE). Kemudian proyek berlanjut dibiayai oleh UNESCO yakni Higher Educations for Competitiveness Project (HECP)  yang kemudian berevolusi menjadi Indonesia Managing Higher Education for Relevance And Efficiency (IMHERE).

Adanya proyek-proyek liberasisasi pendidikan memberi dampak di sektor pendidikan :

1) Pendidikan hanya dipandang sebagai proses menghasilkan manusia siap pakai di industri,

2) Peserta didik adalah konsumen,

3) Guru adalahcpekerja,

4) Pengelola lembaga adalah manager,

5) lembaga pendidikan adalah investor dan,

7) kurikulum adalah pesanan pemilik modal.

Lingkungan kapitalisme dalam pendidikan mendorong pandangan akan melipat gandakan keuntungan meski negara adalah pengelolanya. Mekanisme yang dijalankan, memberi upah yang sangat rendah pada pekerja (guru). Menghargai ‘jasa guru’ dengan nominal yang bahkan tidak cukup untuk penghidupan. Besarnya keuntungan yang didapat dalam sektor pendidikan tidak pernah dijadikan tolok ukur bagi kesejahteraan guru.

Islam Memuliakan Guru

Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak danKhalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emasRp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).

Dalam Tarikh Daulah Khilafah Islam, Al Baghdadi, 1996 mencatat Madrasah An Nuriah di Damaskus didirikan pada abad keenam hijriyah oleh khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky memberi fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Mengapa bisa demikian??

Sistem pendidikan baik Islam maupun bukan mencakup dua aspek, paradigma dan teknis. Paradigma pendidikan meliputi tujuan pendidikan, kebijakan negara, politik pendidikan dan dasar/asas pendidikan yang dibangun. Dimana detil operasionalnya terwujud dalam aspek teknis meliputi kurikulum, managemen, fasilitas dan guru. Dalam kapitalisme telah jelas rusak paradigma yang dibangun. Pendidikan hanya salah satu ‘jasa industri’ yang ditangani dalam neraca untung rugi. Kisruh ketidaksejahteraan guru hanyalah satu dari sekian banyak tumpukan masalah yang muncul.

Sedangkan dalam Islam, paradigma yang dibangun dalam kerangka ibadah. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim (HR Baihaqi). Sehingga detil teknis pengadaan pendidikan yang diinginkan menganut prinsip “Seorang Imam (khalifah/ kepalanegara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. Bukharidan Muslim).

Bertolak belakang dengan kapitalisme yang menyerahkan pendidikan pada pasar bebas (korporasi), dalam Islam negara harus berperan penuh dalam urusan negara. Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah)  berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Dalam masalah kepegawaian, termasuk guru khalifah berkewajiban memberi upah yang layak sehingga bisa mengerjakan tugas yang diamanahkan kepadanya.“Barang siapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan”(HR. Abu Daud).

Bagaimana dengan pembiayaannya? Ini pentingnya integrasi sistem pendidikan dengan sistem lain yang compatible. Sistem pendidikan Islam hanya compatible dengan sistem ekonomi Islam sebagai penyokong dana. Sedangkan penjaminan mekanisme ekonomi Islam yang dijalankan ada pada sistem pemerintahan yang dianut, yakni sistem pemerintahan Islam (khilafah). Itulah mengapa Islam tidak bisa diambil hanya sebagian hukum saja, tapi harus kaffaah, seluruhnya.

Seperti halnya liberalisasi pendidikan hanya akan terwujud dalam negara yang menjalankan politik pemerintahan demokrasi dan didorong oleh ideologi kapitalisme, maka kesejahteraan guru dan pengurusan khalifah yang mensejahterakan hanya akan terwujud pula dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah) dan didorong oleh Ideologi Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.