Oleh : Helmiyatul Hidayati
(Blogger Pro dan Anggota Revowriter)
#MuslimahTimes – Sebuah pepatah yang terkenal di kalangan mahasiswa mengatakan, “Teori tanpa praktek sama dengan lumpuh, praktek tanpa teori adalah buta.” Bila teori, kita ibaratkan ilmu, dan praktek, kita ibaratkan dengan pengamalan dari ilmu tersebut, maka langkah paling cerdas adalah dengan melakukan “praktek dengan teori”. Hal ini senada dengan kata Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, “Berilmu sebelum (berkata dan) beramal.”
Pun begitu dalam hal mendidik anak. Para orang tua wajib memiliki ilmu dalam memperlakukan titipan Allah yang berharga itu. Namun sayangnya pada zaman sekarang, terkadang banyak pasangan suami istri yang ‘sebenarnya’ belum siap menjadi orang tua. Sehingga merasa tersesat di hutan belantara ketika telah dikaruniai seorang anak. Anak yang semula begitu diharapkan, akhirnya terasa seperti menjadi beban.
Bila kita termasuk orang tua yang cukup puas dengan anak yang bisa mengaji, sopan dan santun pada orang tua, tidak membuat masalah di sekolah, prestasi tidak buruk-buruk amat dsb maka khawatirlah, karena itu pertanda bahwa harapan kita kepada anak masihlah sangat minimalis. Mungkin seminimalis ilmu kita menjadi orang tua.
Pada KulWap (kuliah via whatsapp) Parenting Qur’ani Info Muslimah Jember sesi kedua kemarin (06/04), ustadzah Yuniar Firdaus menjelaskan bahwa tidak ada istilah minimalis dalam mendidik anak. Harapan orang tua pada anak harus sesuai dengan QS : Adz-Dzariyat : 56 dan QS. Al-Baqarah : 30 yaitu menjadi menjadi Abdullah (hamba Allah yang taat, tunduk dan patuh pada Allah atau hamba yang shalih) dan Khalifah (pemimpin di bumi atau pemimpin kaliber dunia).
Bila mengacu pada output di atas, maka paling tidak anak harus dicetak untuk memiliki 4 (empat) hal yaitu : Pertama, berkepribadian Islam; Kedua, Faqih Fiddin (memiliki pengetahuan agama yang mendalam); Ketiga, berjiwa pemimpin; dan Keempat, terdepan dalam Sains dan Teknologi.
Tidak dipungkiri zaman milenial ini merupakan zaman yang sangat sulit dihadapi oleh orang tua, ketika Islam tidak diterapkan secara komprehensif dalam segala bidang. Sulit sekali menemukan sosok (hebat) yang sesuai dengan penciptaan manusia untuk menjadi teladan. Sebut saja Stephen Hawking, ilmuwan Fisika yang merasa bisa hidup selamanya dengan teknologi, akhirnya meninggal juga, dan dalam keadaan atheis.
Bahkan Bill Gates, bos Microsoft Coorporation yang begitu memukau dunia dengan kejeniusan dan kekayaannya, malah terlibat dalam perbudakan manusia di Kongo Demokratik. Hanya untuk memenuhi keinginannya untuk menjadi semakin kaya.
Berbeda pada masa kecemerlangan Islam, banyak sekali nama yang bisa kita sebutkan karena memiliki peran besar dan hebat dalam perkembangan peradaban manusia hingga bergenerasi-generasi berikutnya.
Ada Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dll di bidang Sains. Di bidang ilmu kimia kita mengenal Ibnu Hayyan, di bidang optik ada Ibnu Haytsam. Di bidang Geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, Al-Mus’udi. Di bidang fiqih ada Imam Syafi’ie, Imam Malik, Abu hanifah dll. Mereka berkepribadian Islam, paham agamanya secara mendalam, ahli di banyak bidang dan MEREKA BEKERJA UNTUK UMAT, BUKAN SEKEDAR UNTUK UANG/PENGHARGAAN seperti orang-orang pintar di zaman sekarang.
Terjadi perbedaan ouput antara zaman old (zaman keemasan Islam) dengan zaman now karena adanya perbedaan arah pendidikan dan kurikulum pendidikan. Dimana pada masa kejayaan Islam arah pendidikan diarahkan untuk mencetak manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya dan negera bertanggung jawab penuh agar semua warga negara agar bisa mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.
Berbeda dengan zaman sekarang, dimana arah pendidikan adalah untuk mencetak manusia menjadi manusia sekuler, yaitu manusia Islam yang hanya beragama pada saat melakukan ibadah mahdhoh (shalat, zakat, puasa) saja. Juga, menjadi manusia yang sekedar bisa bekerja (menjadi buruh murah) di negeri sendiri. Sementara bagian menjadi ‘boss’ yang menikmati kekayaan tak terhingga negeri khatulistiwa ini menjadi bagian asing dan aseng.
Pada KulWap yang dimulai jam 19.00 dan berakhir pada jam 21.00 ini, ustadzah Yuniar Firdaus, yang juga merupakan kepala sekolah di STP (Sekolah Tahfidz Plus) Khoiru Ummah Jember tersebut juga menyampaikan bahwa kacaunya output pendidikan zaman now karena tidak adanya sinergi atas para pelaku proses pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan negara. Padahal, masing-masing pilar tersebut memiliki peran penting dalam fase-fase tertentu perkembangan anak.
Selayaknya, pendidikan anak harus diemban secara sinergi oleh 3 (tiga) pilar tersebut –keluarga, sekolah, dan negara- karena akan menjadi beban yang sangat berat bila hanya satu pihak saja yang menanggungnya. Sulit bahkan mungkin tidak bisa tercapai output pendidikan yang menginginkan manusia menjadi Abdullah dan Khalifah.
Pada KulWap yang dimoderatori oleh salah satu Redaktur Info Muslimah Jember, Wardah Abeedah ini, ustadzah Yuniar juga mengajak para orang tua untuk bersama-sama mulai berubah dengan melakukan beberapa hal berikut :
- Sebagai orang tua kita harus berbenah, berubah, pahami, dalami dan amalkan Islam dalam hidup kita termasuk dalam menata orientasi hidup kita dan keluarga, serta cara kita mendidik anak-anak kita.
- Carikan sekolah terbaik untuk anak-anak kita, bangun sinergi dengan sekolah, jadilah guru untuk anak-anak kita ketika di rumah, jangan pernah lepas tangan.
- Terlibatlah dalam proyek dakwah membangun peradaban mulia, peradaban Islam dalam naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagaimana yang dilakukan bunda Khadijah, bunda Aisyah binti Abu Bakar dan para shahabiyah lain. Mulailah dari keluarga kita dan tetangga terdekat kita. Tapi jangan lupa bahwa visi kita harus tetap global.
- Bergabunglah dengan jamaah ataukelompok sehingga kita punya teman berjalan dan berjuang bersama dan kita bisa menjalankan perintah Allah dalam QS. Al-Imron : 104.
Dengan begitu bila kita menginginkan anak-anak kita menjadi anak-anak yang diridhai Allah dan diperlakukan serta dipersiapkan dengan tujuan penciptaannya maka kita harus bersama-sama memperbaiki diri salah satunya dengan mangkaji ilmu Islam, mencarikan pendidikan terbaik sesuai Islam bagi anak-anak kita. Dan tak lupa, berdakwah untuk membentuk masyarakat dan lingkungan yang Islami.
Akhirnya, KulWap yang berlangsung selama 2 (dua) jam ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang menghidupkan suasana grup menjadi dinamis, sekalipun harus berakhir dengan banyak pertanyaan yang belum sempat dijawab oleh pemateri.
KulWap dengan tema “Sinergi Orang Tua, Sekolah dan Masyarakat dalam Mendidik Anak” ini merupakan KulWap kedua dari rangkaian Kelas Intensif Online Parenting Qur’ani yang masih akan terus berlanjut hingga kopdar para peserta tanggal 22 April mendatang.
Semoga dengan adanya KulWap semacam ini memudahkan para orang tua dan menjadi pemantik semangat mereka, dalam menimba ilmu Islam lebih dalam lagi.
Jember, 07 April 2018