Oleh: Zulia Adi K,SE
(Pemerhati Sosial)
#MuslimahTimes — Gegap gempitanya dalam perayaan hari Kartini sampai hari ini masih terasa. Berbagai kegiatan digelar oleh kaum wanita dalam rangka mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini yang dilakukan oleh instansi-instansi maupun sekolah bahkan sampe masyarakat pedesaan mulai dari sekedar kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar, lomba busana adat, bakti sosial dan seminar yang semua kegiatan itu dilakukan untuk memeriahkan hari kartini.Berbagai media cetak maupun elektronik juga tidak kalah heboh mengangkat berita terkait hari kartini.Sebagai contoh di salah satu media cetak mengangkat berita tentang perempuan-perempuan milenial yang mengupas tentang kiprah perempuan masa kini ketika perempuan di anggap hanya berbeda dari para lelaki dalam ikhwal kodrat, bukan harkat, martabat dan derajat.Sebagai contoh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang dulu memang pernah menimbulkan kontra di masyarakat karena penampilan fisik maupun kebiasaannya tetapi sekarang terbukti menjadi perempuan berprestasi tidak hanya soal penenggelaman kapal tetapi Kementrian Kelautan dan Perikanan mencatat peningkatan nilai produksi ikan pada 2017 bersumbangsih besar untuk penerimaan negara bukan pajak(PNBK).
Dan tentu masih banyak lagi wanita-wanita yang di anggap berprestasi yang mampu mensejajarkan prestasi dengan kaum pria.
Memang boleh-boleh saja kita memandang bahwa banyak wanita di jaman sekarang yang berprestasi di ruang publik tidak hanya berkutat pada urusan domestik.Hal ini seperti yang dikemukakan kepala DP3AKB Jateng, Sri Kusuma Astuti saat memperingati Hari Kartini ke-139 tingkat di pendopo kabupaten Jepara kesehatan kritisi bahwa mesti telah lebih dari seabad dari hari lahir Raden Ajeng Kartini, permasalahan-permasalahan yang dihadapi saat RA Kartini masih hidup masih terjadi sampai saat ini.Baik pendidikan, sosial-budaya hingga kesehatan.Sri kusuma juga menjelaskan bahwa di sektor pendidikan, rata-rata lama pendidikan perempuan di Jateng hanya enam tahun lebih sedikit.Itu berarti rata-rata lama pendidikan bagi perempuan hanya sampai kelas enam SD atau kelas satu SMP.Untuk angka kekerasan terhadap perempuan di Jateng juga masih tergolong tinggi, tiap tahun rata-rata ada 2.500 kasus.Dan separuh dari kasus ini kasus kekerasan terhadap anak khususnya kekerasan seksual.Untuk kasus angka kematian ibu setelah meninggal di Jateng juga masih tinggi.Pada tahun 2016 ada 602 ibu meninggal dan tahun 2017 menurun menjadi 475 kasus tapi angka ini masih cukup tinggi.
Jika kita amati dari contoh data di atas tentu kita sepakat bahwa memang permasalahan pendidikan, sosial-budaya maupun kesehatan masih perlu dicarikan solusi karena untuk saat ini bukan masalah gender yang ditonjolkan tapi lebih bagaimana negara berperan secara maksimal untuk mengatasi keterpurukan pendidikan, sosial-budaya sampai kesehatan.
Masalah pendidikan jika kita amati saat ini sudah tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan bahkan sampai lini bawah yaitu tingkat keluarga orang memberikan kesempatan yang sama untuk anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan yang tinggi tidak membedakan anaknya itu perempuan atau laki-laki.Justru letak permasalahannya adalah biaya pendidikan yang mahal yang menyebabkan akhirnya anak putus sekolah baik itu anak laki-laki atau perempuan.
Di bidang sosial-budaya pun kondisi sekarang justru semakin terpuruk, pergaulan bebas,narkoba,korupsi,kriminalitas yang semakin tinggi sampai miras oplosan yang merenggut banyak nyawa sebagai bukti bahwa kehidupan sosial-budaya yang justru bisa dikatakan bisa lebih parah dari pada masa RA Kartini masih hidup.
Begitu juga untuk masalah kesehatan sebenarnya kondisi saat ini sama baik bagi laki-laki maupun perempuan kurang terlayani dengan baik.Meski pemerintah sudah membuat kebijakan menggulirkan Kartu Indonesia Sehat, Jamkesmas dan Jamkesda ternyata juga belum mampu untuk mengatasi masalah kesehatan terutama untuk masyarakat.
Jadi letak permasalahan baik bidang pendidikan, sosial-budaya maupun kesehatan baik itu untuk laki-laki maupun perempuan adalah merupakan tanggun jawab negara tidak bisa diselesaikan oleh individhu karena ini sudah menyangkut persoalan sistemik.Dan selama negara kita masih menggunakan sistem kapitalis demokrasi maka masalah ini tidak akan terselesaikan bahkan bisa justru lebih parah.Karena dalam kapitalis demokrasi hubungan penguasa dengan rakyat adalah seperti penjual dan pembeli jadi negara tidak menposisikan sebagai pelayan bagi rakyatnya.
Ini tentu sangat berbeda dengan hukum Islam.Dimana dalam Islam negara akan menempatkan diri sebagai pelayan bagi rakyatnya jadi negara akan berusaha keras bagaimana mengelola sumber-sumber pemasukan negara untuk membiayai kepentingan warganya termasuk dalam bidang pendidikan dan kesehatan, jadi wajar seandainya pendidikan dan kesehatan dalam Islam itu gratis kalaupun membayar juga dibuat biaya serendah mungkin sehingga masyarakat tidak hanya bagi laki-laki, perempuanpun akan bisa terlayani dengan baik.
Jadi akar permasalahanyya bukan lagi pada masalah gender tapi pada sistem kapitalis yang diterapkan saat ini yang membuat pelayanan terhadap masyarakat masih sangat rendah menyebabkan persoalan pada era kartini masih terjadi sampai saat ini.