Oleh : Rika Mudrikah Lestari
“Pernikahan dini.” Siapa yang tak mengenal istilah ini. Bahkan, lagu dan drama series-nya pun sangat digandrungi masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini netizen di hebohkan dengan pernikahan dini yang dilakukan Fitrah Ayu (14) dengan Syamsudin (16) pada 23 April 2018 lalu di KUA Bantaeng Sulawesi Selatan.
Pernikahan ini telah mendapatkan restu orangtua kedua belah pihak. Sayangnya,
sejak rencana pernikahan itu, mereka malah menjadi cibiran publik, hampir setiap hari Fitrah didatangi orang yang penasaran dan ingin menggali ceritanya. Padahal menurut Fitrah, banyak yang melakukan hal serupa di usia remaja.” (Dilansir dari CNN Indonesia). Tak hanya itu, alasan Fitrah “takut tidur sendiri” pun menjadi sorotan. Sebab pernyataannya itu menunjukkan alasan pernikahan yang tidak relevan, juga sangat tidak dewasa.
Pernikahan dini, sejatinya bukanlah hal yang asing di kalangan masyarakat
Indonesia. Ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya. Namun, sejak adanya perundang-undangan mengenai batas minimum pernikahan dalam pasal 7 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kenyataannya, dua sejoli ini belum mencapai usia tersebut. Sehingga banyak pihak yang pro dan kontra tentang pernikahan mereka.
Hakikatnya tidak ada yang salah dengan pernikahan mereka. Bahkan dalam
pandangan Islam, pernikahan dini tidak dipermasalahkan. Asalkan berlandaskan
syariat dengan niat untuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Islam
juga menghalalkan pernikahan sebagai jalan keluar dari kemaksiatan. Artinya,
daripada harus hidup bermaksiat dengan melanggar syariat Allah, menikah adalah jalan keluarnya. Namun, pernikahan bukanlah hal yang sepele. Sebab di dalamnya terdapat tujuan juga aturan-aturan yang hanya bisa dilalui oleh pasangan yang kuat secara fisik dan mental.
Dalam pernikahan, terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi suami dan istri satu sama lain. Sedangkan alasan yang terlontar dari pasangan belia Fitri dan Syamsudin nampaknya tak relevan dengan inti dari pernikahan. Maka dari itu, perlunya perhatian akan ilmu pengetahuan dan agama bagi masyarakat harus ditingkatkan. Bukan juga karena tak ingin berpendidikan, tapi lagi-lagi faktor ekonomilah yang menjadi hambatannya. Sehingga disinilah peran pemerintah harus benar-benar ditingkatkan dalam pemerataan pendidikan yang memadai, agar masyarakat mendapatkan haknya untuk dapat mengenyam ilmu dari instansi pendidikan.
Lagipula pernikahan dini bukanlah suatu masalah. Bahkan, pernikahan dini dapat menjadi solusi untuk menghindarkan remaja dari pergaulan bebas. Apabila seorang wanita dan pria sudah mampu, dinilai dari fisik, mental, agama dan
perekonomiannya untuk melangsungkan sebuah pernikahan, maka usia bukan
menjadi hambatan. Dan sudah sepatutnya didukung bukan malah dicekal. Untuk perceraian sendiri, usia dini tak bisa dijadikan faktor utama terjadinya kasus perceraian. Bahkan, orang yang sudah terbilang usia dewasa saja, tak sedikit yang terlibat kasus perceraian. Tak hanya itu, pernikahan dini dapat menjadi solusi untuk meminimalisir kasus kehamilan di luar nikah. Kita ketahui sendiri, bahwa kasus kehamilan dan aborsi cukup tinggi di kalangan remaja akibat pergaulan bebas.
Maka, pernikahan bisa menjadi alternatif sebagai pembenteng diri mereka untuk tidak menyalurkan hasratnya kepada yang bukan haknya, sehingga perzinahan dapat terhindari. Sebenarnya, bukanlah pernikahan dini yang harusnya menjadi sorotan publik. Tapi, ada yang lebih kompleks dari ini. Ialah pergaulan zaman now yang semakin bebas.
Banyak remaja yang akhirnya hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas ala kaum liberal. Banyak yang akhirnya putus sekolah, hidupnya hancur atau bahkan bunuh diri setelah akibat yang mereka rasakan. Lalu, manakah yang lebih bahaya. Pernikahan dini, atau pergaulan bebas? Mana yang lebih mengancam keselamatan generasi bangsa, pernikahan dini atau pergaulan bebas?
Kedua hal ini tentu tidak akan terjadi apabila masyarakat berpandangan dan
berkehidupan berlandaskan syariat islam. Tak akan ada pernikahan dini yang tak diharapkan, pun tak akan ada pergaulan bebas. Sebab Islam sudah mengaturnya sedemikian rupa berdasarkan Al-Qur’an dan Al hadits.