Oleh Vivie Gunawan
(Member Revowriter dan Pegiat Komunitas Ibu Hebat)
#MuslimahTimes — Kementrian Agama telah merilis 200 daftar ulama yang direkomendasikan untuk mengisi tausyiah di berbagai wilayah di tanah air dan akan terus diupdate setiap saat sesuai dengan masukan yang diterima dari masyarakat, tokoh maupun organisasi kemasyarakatan. Kriteria yang ditetapkan oleh Kemenag bagi para ulama yang masuk dalam daftar rekomendasi tersebut setidaknya ada tiga hal, yaitu, kompetensi keilmuan dan pengetahuan agama yang mumpuni, mempunyai reputasi yang baik dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi( detik.com/18/5/2018)
Menteri agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan “nama yang masuk memang harus memenuhi tiga kriteria itu. Namun para mubalig yang belum masuk dalam daftar ini bukan berarti tidak memenuhi tiga kriteria tersebut,”
Rilis ini menimbulkan kontroversi di masyarakat, bahkan dua orang ulama menyatakan tidak bersedia dimasukkan dalam daftar tersebut, yakni Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI, Ustadz Fahmi Salim dan Ustadz Yusuf Mansur. Keduanya menilai rilis ini berpotensi memecah belah ulama. Secara tidak langsung juga akan mempengaruhi para jama’ahnya. Apakah pihak Kemenag telah memikirkan hal ini.
Tiga tahun kebelakang masyarakat indonesia sangat rentan terhadap friksi, pemicunya bisa berbagai hal, misalkan pilihan politik yang berbeda. Rilis ulama yang direkomendasikan oleh Kemenag dikhawatirkan memicu friksi dalam masyarakat.
Sementara di dalam Al qur’an telah disampaikan dalil dalil mengenai definisi dan fungsi ulama.
/Definisi Ulama Menurut Al Qur’an /
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS.Al Fathir : 28).
Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ayat tersebut merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Alloh adalah ulama. Ketakutan yang didasarkan pada pengetahuan yang mendalam terhadap hukum hukum islam, sehingga sangat berhati hati dalam setiap perilakunya. Selanjutnya Ibnul Qayyim membatasi bahwa ulama adalah orang yang pakar dalam hukum islam, yang berhak berfatwa di tengah tengah manusia, yang menyibukkan diri dengan mempelajari hukum hukum islam kemudian menyimpulkannya dan merumuskan kaidah halal dan haram.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Ulama ialah orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun Quraniyah, dan mengantarnya kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, dan khasysyah (takut) kepada-Nya (M. Quraish Shihab)
Kedalaman ilmu dan ketundukan ulama terhadap hukum hukum islam menjadi sebuah standar seseorang disebut sebagai ulama. Ulama mempunyai tempat terhormat tersebab hal tersebut. Sebagaimana Allah berfirman, “Allah meninggikan darjat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
/Ulama Dalam Lintasan Zaman/
Tidaklah sulit mengidentifikasi ulama pada masa awal islam karena peran yang cukup jelas sebagai panutan dalam masyarakat. Tidak ada pemisahan antara ulama dan umaro. Posisinya di dalam masyarakat adalah tempat rujukan ketika terjadi persoalan persoalan di dalam masyarakat dan memutuskannya secara adil. Hal ini berlangsung selama masa khulafaurrasyidin. (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib). Pasca khilafahan dan mulai diterimanya kapitalisme, peran ulama sedikit demi sedikit digeser menjauhi peran politik kenegaraan. Ulama dibatasi pada persoalan ritual keagamaan saja. Agama perlahan dipisahkan dari kekuasaan politik. Perkembangan khasanah keilmuan islam mengalami kemunduran yang menyedihkan dan ulama justru diawasi bukan mengawasi kekuasaan agar tidak mendzolimi masyarakat. Hari ini kondisi demikian menjadi semakin memprihatinkan dengan keluarnya rilis ulama yang direkomendasikan oleh Kemenag. Ulama seolah “diwajibkan” searah dengan penguasa meskipun penguasa telah banyak mendzolimi rakyat.
Ulama adalah pewaris nabi. Tugasnya adalah menyampaikan risalah yang dibawa oleh Rasulullah seluruhnya tanpa ada yang di tutupi. Sehingga mustahil menyempitkan hanya pada hal hal yang selaras dengan kepentingan penguasa saja. Misalkan materi ceramah yang menyejukkan atau menghindar pada materi materi yang radikal, ini adalah justifikasi. Sementara ulama wajib menyampaikan seluruh kandungan isi A qur an sebagai wahyu Alloh tanpa terkecuali.
============================
Sumber Foto :