Oleh Nawfa Andini
#MuslimahTimes — Lisan merupakan suatu nikmat Allah yang luar biasa. Dibulan suci ramadan ini, menjaga kualitas puasa dengan kita menjaga lisan itu amat penting. Mengingat lisan sering kali tak terasa. Tanpa sadar, sering kali kita lupa dengan apa yang kita ucapkan. Lisan atau perkataan akan membawa pada kebaikan atau keburukan. Bisa jadi apa yang diucapkan itu mengandung kebaikan atau justru tanpa terasa kita terjebak pada suatu perbuatan yang buruk sehingga bisa mengurangi pahala puasa kita dan mendatangkan murka Allah. Asstaghfirullah.
Lalu, apa saja yang harus dilakukan seorang muslimin agar tidak mendatangkan murka Allah Ta’ala?
Puasa sering kali dianggap sebagai rutinitas tahunan. Tapi tidak ada salahnya mengevaluasi puasa kita. Apakah lebih baik atau lebih buruk dari tahun ke tahunnya.
Puasa bisa diibaratkan seperti pakaian. Seseorang bisa terlihat sedap dipandang atau tidak, itu tergantung pakaiannya. Misal, meski wajahnya pas-pas-an, tapi ketika pakaiannya rapi, bersih dan harum maka akan terlihat bagus. Namun, sebaliknya jika pakaian yang dikenakannya pakaian lusuh, kotor dan kusut maka seseorang itu tidak akan sedap dipandang. Oleh karenanya, kita harus menjaga pakaian itu agar tetap baik. Kenapa? Sebab kita mengharapkan pakaian kita agar senantiasa dinilai bagus.
Begitupun dengan orang berpuasa. Orang berpuasa juga harus menjaga puasanya dari perbuatan hal-hal yang buruk. Menjaga kualitas puasa salahsatunya dengan menjaga lisan. Seperti sabda beliau dalam HR. Ath Thabrani: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Itulah orang yg berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala dimata Allah. Nilai puasanya hanya sebatas menahan rasa lapar dan haus saja. Oleh karenanya kita harus menjaga kualitas puasa kita agar bernilai dimata Allah.
Salahsatu hal yang bisa menghilangkan nilai pahala puasa kita adalah lisan. Lisan adalah salah satu aktivitas yang tidak ada habisnya. Kita bertemu dengan teman berbincang. Bertemu dengan tetangga berbincang. Dengan saudara berbincang. Dan sebetulnya kita mampu berbincang-bincang 1 hingga 2 jam, dan itu sama sekali tidak terasa. Akhirnya bisa jadi kita terpeleset ke hal-hal yang melanggar hukum syara’.
Ini harus kita perhatikan karena sering kali tidak terasa. Kalau tidak terkontrol justru akan jadi bumerang untuk kita sendiri. Perkataan akan mempengaruhi kualitas puasa kita. Lisan yang jelek akan menyebabkn pada keburukan. Dan keburukan akan mendatangkan murkanya Allah. Naudzubillah.
Kalau kita telaah, perihal menjaga lisan pun pada kondisi zaman sekarang juga tidak mudah. Berbeda dengan kondisi zaman dulu. Kalau dulu, menjaga lisan itu dari ghibah sodara, tetangga, dll. Tapi, zaman sekarang lebih dari itu. Orang-orang yang tidak kita kenali pun kita bicarakan. Karena zaman ini zaman sosmed. Atau misalnya peristiwa-peristiwa yang melibatkan sesama muslim, kadang kita pun kurang bisa menjaga lisan kita. Misal, bagaimana riuhnya percakapan publik hari ini, mempengaruhi kita ikut-ikutan menggunjingkannya. Dan ini hal yang seolah biasa, apalagi di era sosial media.
Contoh, akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan teror bom yang katanya dilakukan oleh 1 keluarga. Lalu, tak sedikit juga kaum muslimin yang ikut-ikutan membicarakan keluarga itu. Tanpa kita tahu betul faktanya seperti apa. Jadilah keluar kata,“Oh ternyata keluarga muslim berpotensi jadi teroris.”Atau “oh, ternyata begini, ternyata begitu”,dan sebagainya. Di satu sisi sebetulnya kita tidak tahu fakta yang terjadi itu seperti apa. Dan ini juga sebetulnya suatu hal yang bukan ranah kita untuk memperbincangkannya.
Misalkan lagi, daftar 200 ustaz rekomendasi Kemenag. Ini juga membuat riuh jagat maya. Banyak sekali komentar-komentar sumbang. Seperti misalnya, tuduhan-tuduhan keji terhadap para ustaz/ah yang tidak ada pada daftar 200 mubaligh/ah tersebut. Bahkan sampai terjadi penghinaan dan fitnah-fitnah tak berdasar kepada para mubaligh/ah yang tidak termasuk kedalam rekomendasi Kemenag tersebut.
Itulah salahsatu percakapan yang terjadi ditengah-tengah kita. Ini yang harus kita perhatikan! Kesalahan kita karena kurangnya menjaga lisan, maka ini jugalah yang akan mempengaruhi pahala puasa kita.
Maka, segala hal yang terjadi disekitar kita. Hendaknya harus bisa kita sikapi secara dewasa. Menata segala lisan yang diucapkan. Agar percakapan kita penuh makna. Penuh kebaikan. Santun dan bijak. Sekiranya inilah kuncinya, terletak pada penataan percakapan kita. Bagaimana menata kata agar setiap kata yang terucap sarat akan makna dan tumbuhkan kebaikan.
Menata Percakapan
- Berkata baik atau diam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)
Hendaknya kita sebagai seorang muslim mengamalkan hadist tersebut. Jika tidak tahu apa-apa, maka jangan mengatakan sesuatu yang tidak kita ketahui atau kita pahami. Kalau kita tidak memahami sesuatu hal itu, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. Apakah ada kandungannya dalam Islam atau tidak. Maka, lebih baik diam. Jangan sampai kita ikut-ikutan memperbincangkannya apalagi sampai melontarkan tuduhan-tuduhan yang tak sesuai fakta, menghina, fitnah dll. Itu bukan pribadi Islam. Islam tak pernah mengajarkan itu.
- Berhati-hati saat mendapatkan info
Hari ini sulit membedakan mana info valid dan mana info hoax. Tapi, tetap kita mesti hati-hati. Jangan sampai kita meng-share info yang belum jelas kebenarannya. Kalau kita menerima, verifikasi dulu beritanya. Mencari tahu, siapa yang menyebarkannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim).
Sekiranya hadist diatas menjadi bahan renungan untuk kita. Jangan sampai kita latah menyebarkan informasi yang belum tentu jelas kebenarannya. Atau tanpa kita mengklarifikasi dulu dari mana sumber kebenarannya.
- Tidak melakukan ujaran kebencian
Era digital semua akses berita dengan sangat mudah kita dapatkan. Hanya saja, terkadang banyak diantara kaum muslimin yang terpengaruh dari penebar berita hoax. Hingga tak jarang kita terjebak dan saat itu kita tak bisa menjaga lisan kita. Justru harusnya, yang kita lakukan adalah dakwah.
Dakwah adalah nasihat. Disamping dakwah adalah perintah Allah, dakwah juga merupakan bentuk wujud kecintaan kepada kaum muslimin. Dakwah dapat menjaga lisan kita dari perkataan buruk.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah .” (HR. Bukhari dan Muslim )
Riuhnya percakapan maya, tak jarang membuat kita ikut-ikutan melakukan suatu hal yang kurang bijak. Nampaknya, sabda Rasulullah menjadi bahan renungan untuk kita. Jangan sampai, apa yang kita katakan walau tak sengaja atau spontaitas akan merusak nilai pahala puasa kita.
Tetap Sampaikan Dakwah
Bukan berarti kehati-hatian kita. Kita tidak melakukan koreksi atau nasihat dalam keseharian. Termasuk melakukan koreksi kepada kebijakan-kebijakan penguasa yang tidak sejalan dengan konsep Islam. Memuhasabahi penguasa, menasihati penguasa juga merupakan sebuah kewajiban bagi umat. Menasihati penguasa dalam rangka menginginkan kebaikan dan kemaslahatan bagi kesemuanya. Amar makruf nahi mungkar kepada penguasa adalah kewajiban.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Nasihat adalah ungkapan kebaikan kepada orang yang melakukan keburukan. Nasihat ditujukan kepada siapapun. Kepada teman, tetangga, saudara, keluarga begitupun kepada penguasa. Nasihat harus diwujudkan. Jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan. Karena sejatinya agama adalah nasihat.
Inilah yg harus diwujudkan dari penataan lisan. Kehati-hatian kita harus lebih ditingkatkan dalam menjaga lisan dan perkataan, apalagi saat bulan ramadan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dijaga di-sisi Allah. Semoga kita pun bisa menjaga lisan kita dari perkataan yang sia-sia. Karena lisan bisa merjerumuskan pada nerakaNya Allah. Naudzubillah. Maka di bulan ramadan ini, mari kita sama-sama menjaga lisan dan perkataan kita. Senantiasa mengingat Allah dan mengingat bahwa selalu ada malaikat yang mencatat segala amal perbuatan dan perkataan kita.
Wa’allahua’lam bishowab.
================================
Sumber Foto : Serambi Indonesia