Oleh: Zulia Adi K,SE
(Pemerhati Sosial)
#MuslimahTimes — Masih ramai dibicararan terkait larangan politisasi masjid yang jelas-jelas merugikan umat Islam sekarang harus ngelos dada lagi terkait kebijakan Kemenag mengeluarkan daftar nama mubalig dan ulama yang direkomendasi oleh Kemenag meski pihak Kemenag mengeluarkan kebiijakan ini juga untuk memenuhi permintaan masyarakat agar ada rekomendasi terhadap mubalig agar masyarakat mudah untuk mencari mubalig untuk di undang mengisi pengajian.
Kemenag berpandangan bahwa perkembangan majelis-majelis taklim baik yang ada di masjid-masjid maupun instansi-instansi BUMN atau BUMD semakin menjamur jadi memang kebutuhan terhadap mubalig semakin banyak.Jadi rekomendasi ini perlu segera dikeluarkan dan di samping itu 200 mubalig yang termasuk dalam daftar remomendasi tersebut merupakan usulan dari ormas-ormas dan nama-nama mubalig yang terdaftar juga sudah memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan Kemenag.Adapun kriteria direkomendasikemenag ada tiga, yaitu mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik, dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.
Dan kebijakan Kemenag ini tentu menuai kontra di masyarakat bahkan di kalangan mubalig atau ulama sendiri.Kontra tersebut antara lain, hal ini bisa menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam bahkan di kalangan ulama sendiri, ada ketakutan justru di kalangan mubalig akan ada stigma negatif terhadap mubalig yang tidak masuk daftar yang direkomendasikan oleh Kemenag, ada anggapan bahwa kebijakan terhadap rekomendasi tersebut sebenarnya bukan ranah Kemenag tetapi yang mengeluarkan seharusnya MUI, dan adanya ketiga kriteria yang disyaratkan oleh Kemenag juga dinilai kurang bijak dan akan mempersempit ruang gerak dakwah.Kita bisa menguraikan satu per satu dari ketiga kriteria yang disyaratkan Kemenag sehingga Kita bisa mengetahui lebih dalam bahwa umat Islam akan sangat dirugikan.Mengenai kriteria yang pertama yaitu seorang mubalig harus mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni bahkan Kemenag untuk memperkuat kriteria ini juga mencantumkan pendidika terakhir serta bahasa asing yang dikuasai oleh mubalig yang telah direkomendasikan dan hal ini juga mendapat respon dari MUI sehingga MUI berencana akan mengadakan sertifikasi terhadap ulama meski di sini meminta dengan tegas agar dibedakan antara mubalig dan ulama.Dari kriteria ini jelas bahwa akan menyempitkan ruang dakwah di mana nanti orang yang boleh berdakwah hanyalah orang-orang lulusan pendidikan agama padahal dalam Islam dakwah merupakan kewajiban setiap muslim yang telah balig untuk ikut ber’amar makruf nahyi mungkar di masyarakat.Seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 104 yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat (kelompok) yang mengajak kepada kebajikan (Islam), memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Dan Islam juga mewajibkan setiap pemeluknya untuk bertanggung jawab terhadap saudaranya dan segenap manusia pada setiap waktu dan keadaan.Sama sekali tidak ada tempat bagi orang yang egois atau individhualis.Rasulullah SAW bersabda: ” Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa disisi Allah; dan barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia tidak termasuk golingan mereka.” (HR Thabrani dari Abu Dzar Al Ghifari).
Dengan dalil-dalil di atas jelas kebijakan Kemenag mensyaratkan seorang mubalig harus mempunyai kemampuan yang mumpuni tetapi dikaitkan langsung dengan pendidikan formal tidak bisa dibenarkan dan harus disadari setiap muslim juga diwajibkan untuk menuntut ilmu apalagi ilmu agama itu hukumnya wajib jadi meski orang tersebut bukan sarjana agama tetapi tetap bisa mempunyai kemampuan ilmu agana yang mumpuni karena setiap muslim sadar belajar ilmu agama hukumnya wajib dan jika meninggalkannya maka akan berdosa.Jadi kriteria ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam kalau sifatnya pembatasan.
Untuk kriteria kedua yaitu reputasi yang baik jadi mengharuskan seorang mubalig tersebut berakhlakul kharimah hal ini memang harus dimiliki setiap muslim tidak hanya mubalig saja dan kalau hal ini disyaratkan sebagai kriteria dari Kemenag ya sah-sah saja apalagi seorang mubalig adalah panutan bagi masyarakat.
Adapun untuk kriteria yang ketiga yaitu harus memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi ini juga menuai kontra di masyarakat apalagi setelah adanya kasus terorisme dengan aksinya melakukan pengeboman dan Pemerintah mencurigai dalangnya adalah JAD yang diklaim ingin memperjuangkan ideoligi Islam dan pasti umat Islam secara keseluruhan merasa dicurigai dan mungkin adanya ketakutan Pemerintah terhadap ideologi lain membuat Kemenag kebijakan seperti ini.Hal ini justru menimbulkan kecurigaan dari masyarakat apakah kebijakan ini pesanan dari pemerintah dan yang pasti ini juga akan sangat merugikan umat Islam karena ketika umat Islam ingin berislam dengan kaffah dan mendakwahkan ideologi Islam maka tidak akan direkomendasikan oleh Kemenag.
Jadi sebagai umat Islam harus jeli melihat permasalahan ini dari kriteria seorang mubalig harus mempunyai kompetensi keilmuan yang mumpuni dan harus mempunyai komitmen kebangsaan yang tinggi yang artinya seorang mubalig tidak boleh anti NKRI, tidak boleh anti Bhineka tunggal ika, tidak boleh anti pancasila dan tidak boleh anti UUD, hal ini jelas akan mempersulit dakwah Islam kaffah yaitu berdakwah dengan menjelaskan bahwa Islam tidak hanya sekedar agama tapi juga seperangkat aturan kehidupan dan wajib diterapkan dalam kehidupan ini.Tapi apapun kondisinya tetaplah berdakwah, dakwah seperti apa yang Rasulullah contohkan sampai Islam tegak di bumi ini.
============================================
Sumber Foto : Dakwatuna