Oleh: Emma Lucya Fitrianty
(penulis buku “Nak, Bunda Ingin Resign”)
Ada saatnya kita dihadapkan pada sebuah pilihan besar dalam hidup ini. Sebuah pilihan yang akan menentukan ke mana dan di mana kita akan menghabiskan hampir seluruh waktu dan hidup kita. Dan saat kita menentukan pilihan, bisa jadi tidak semua orang menyetujui dan mengamininya.
Kita sendiripun, terkadang dihadapkan pada sebuah dilema dalam batin kita. Betulkah pilihan itu? Baikkah pilihan itu untuk semua orang? Akan membawa dampak apa pilihan tersebut untuk hidup kita kedepan? Padahal bisa jadi, dalam hitungan kita sebagai manusia, kita sudah mengerahkan segenap kemampuan dan peluh untuk hasil yang sekarang. Ya, kerja keras telah dilakukan. Ternyata, di hadapan kita terpampang jalan bercabang untuk kita memilih salah satu diantaranya, dan kita harus maju!
Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah swt. Dan apa yang menurut kita buruk, belum tentu buruk di hadapan Allah swt.
Allah swt. berfirman:
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 216)
Sebagai manusia, standar baik dan buruk kita sangat dipengaruhi oleh latar belakang hidup, pengalaman, lingkungan dan ilmu kita. Oleh karenanya, antara standar kita dengan orang lain akan berbeda dan tak jarang kita mengalami perselisihan antarmanusia. Namun di balik itu semua, ada standar baik dan buruk yang sudah pasti yakni standar menurut Allah swt. Sudah pasti terukur pula. Yakni “Baik” itu jika sesuai dengan perintah Allah swt dan mendatangkan rida-Nya. Sedangkan “buruk” itu jika tak sesuai perintah Allah swt. dan tak diridai-Nya. Islam mengatur itu semua.
Lalu porsi kita dimana? Memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Adapun ragam implementasinya secara detil kembali pada kondisi kita masing-masing. Kita tak bisa memaksakan kondisi kita dan keluarga kita pada keluarga orang lain. Asalkan, semua dikembalikan pada standar baik dan buruk menurut Allah swt.
insya Allah semuanya selesai.
Bagian kita yang lain adalah memilih ikhlas. Ya, kerja ikhlas. Menyerahkan semua hasilnya kepada Allah swt. Kembali pada firman di atas bahwa Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hidup kita. Saat menentukan pilihan hidup, bisa jadi kita harus melewati kekecewaan. Mungkin itu cara Allah swt. untuk membersihkan hati kita agar kita bisa kembali pada niat awal kita, lillah. Yakni di mana kita mengambil sebuah pilihan itu karena Allah swt saja. Bukan karena yang lain.
Dan kemudian, saatnya kita meneruskan langkah yang sudah kita mulai. Kerja Cerdas. Setapak demi setapak. Demi keberkahan. Berkah yang bermakna Ziyadatul khair, kebaikan yang terus-menerus bertambah. Yang dengan pilihan itu, ketaatan dan ketakwaan kita kepada Allah swt. semakin bertambah. Akhlak kita semakin baik. Keluarga kita semakin sakinah, mawaddah wa rahmah. Yang dengan pilihan itu, Allah swt. membukakan jalan bagi orang lain menuju kebaikan melalui tangan-tangan kita. Melalui pemikiran-pemikiran kita. Bukankah ini sesuatu yang indah?
Tak ada yang lebih indah dari pilihan untuk mempersembahkan yang terbaik untuk Allah swt. Saat raga dan jiwa kita terpusat kepada-Nya. Saat semua aktivitas kita berporos pada dakwah kepada-Nya. Saat kerja keras, kerja ikhlas dan kerja cerdas kita bermuara pada rida-Nya. []