Oleh: Lulu Nugroho
#MuslimahTimes — “Tolong doakan, semoga Ramadan ini terjadi kemenangan di Palestina. Di sana banyak yang gugur. Semoga semuanya syahid. Bukan cuma pria. Ada wanita. Juga anak-anak kecil”, pesan seorang ustaz yang mengajar di kelas Bahasa Arab. Ustaz tersebut berasal dari Palestina.
Bagaimana perasaan kita sebagai kaum muslim, membaca pesan tadi? Apakah perasaan kita biasa saja. Atau sebaliknya, terharu merasakan kesedihan yang sama dengan ustaz. Mungkin kerabat dan keluarga besar ustaz tadi masih banyak yang berada di Palestina.
Padahal, bukankah mereka pun saudara kita? Walaupun terserak di berbagai garis lintang dan bujur yang berbeda di muka bumi, tapi kita bersaudara. Umat Islam adalah umat yang satu. Ummatan waahidatan. Satu tubuh. Sakit yang mereka rasakan, adalah derita kita semua. Kemana hilangnya perasaan itu?
Ketika saudara kita lapar, semestinya kita mengirim makanan. Ketika mereka sakit, kita menjenguk mereka. Begitupun saat mereka diperangi. Kita harus menyerang balik musuh-musuh mereka. Dengan kekuatan yang sama seperti halnya musuh-musuh tersebut memerangi kita. Karena ikatan antara kaum muslim adalah akidah. Lebih kuat dibanding ikatan nasab.
Muslim Palestina
Demonstrasi ribuan warga Palestina di Gaza pada Senin, 14 Mei 2018 berubah menjadi bentrokan berdarah. Setelah pasukan perbatasan Israel melepas tembakan ke arah massa. Sekitar 59 orang terbunuh dan ribuan lain terluka. Bentrokan itu merupakan buntut dari aksi protes rakyat Palestina sejak 6 minggu terakhir yang dikoordinir oleh Hamas dalam tajuk ‘Great March of Return’ (Liputan6.com 15/5).
Demonstrasi Senin itu bertepatan dengan peringatan ke-70 pembentukan Negara Israel, yang oleh warga Palestina disebut sebagai Yaum Nakbah atau hari petaka dan kehancuran. Karena di hari itu Israel berdiri di atas tanah mereka. Maka setiap tahun warga Palestina mengadakan aksi damai memperingati Yaum Nakbah. Akan tetapi aksi kali ini lebih besar karena diikuti ribuan orang.
Aksi Senin itu juga adalah protes pemindahan kedutaan AS di wilayah jajahan Israel di Tel Aviv ke Yerusalem (Al-Quds). Keputusan Presiden Trump menuai kecaman di sejumlah negeri muslim. Karena akan semakin melanggengkan penindasan terhadap bangsa Palestina.
Namun seperti biasa, AS dan Israel tetap melakukan relokasi Kedutaan. Bahkan dengan arogan menghadapi aksi demo warga Palestina yang tidak bersenjata, justru dengan senjata mematikan. Warga yang sedang melakukan aksi katuh terkapar terkena senjata, peledak, kawat berduri dan sengatan listrik di perbatasan timur Jalur Gaza-Israel.
Kaum Muslim Tidak Diam
Pemerintah Afrika Selatan memutuskan untuk menarik Duta Besar dari Israel sampai pemberitahuan lebih lanjut. Penarikan ini merupakan bentuk protes atas kematian sedikitnya 61 warga Palestina dalam bentrokan dengan pasukan israel di perbatasan Gaza (Republika.co.id, 16/5).
Berbagai aksi protes terjadi di beberapa negeri, termasuk diantaranya Indonesia. Kaum muslim kota Melbourne, Australia mendesak diakhirinya pendudukan atau penjajahan terhadap rakyat Palestina (Kabar Pos, 19/5/2018).
Khilafah Solusi Palestina
Palestina nyaris berjuang sendirian selama ini. Negeri-negeri Arab di sekitarnya tak bergeming, diam melihat tanah Palestina dicaplok Israel sedikit demi sedikit. Kehormatan wanita dinodai, harta dan rumah kaum muslimin hancur, para pejuang disiksa dan anak-anak muslim penerus generasi dihabisi.
Tanggal 14/5/1448 Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Sejak itulah ratusan ribu warga Palestina dipaksa keluar dari rumah mereka dengan kekerasan yang mengerikan. Jutaan warga Palestina terusir dari tanah airnya. Sejumlah 80% wilayah Palestina dijarah dan diakui Israel sebagai wilayahnya. Warga Palestina kini tinggal di wilayah sisanya. Itupun di bawah kepungan militer Israel.
Konsep ukhuwah Islamiyah dan ummatan waahidatan seperti menjadi slogan kosong tanpa makna. Upaya minim dan ala kadarnya diberikan hanya sebatas penggalangan dana, bantuan makanan dan obat-obatan. Tidak ada pengerahan pasukan menandingi kekuatan militer Israel. Karena yang dibutuhkan Palestina adalah lebih dari sekedar doa dan bantuan logistik. Yaitu terwujudnya rasa aman dengan mengusir penjajah dari negeri mereka.
Aksi protes yang dilakukan di sejumlah negeri muslim, terbukti tidak menyurutkan langkah Israel bertindak sewenang-wenang. Begitu pula dengan penarikan duta besar. Diperlukan persatuan kaum muslim di seluruh dunia. Mengerahkan segenap kekuatannya untuk berjihad membela saudara, membela agama Allah.
Hanya negara sebesar Khilafah yang mampu menyatukan seluruh kekuatan kaum muslim. Mampu mengatasi penderitaan saudara-saudara kita di Palestina. Bukan hanya itu, tapi juga muslim Uyghur, Rohingya, Suriah dan lainnya membutuhkan pertolongan segera.
Ketiadaan Khilafah dianggap sebagai ummu jaro’im atau induk segala kriminalitas. Karena dari sanalah banyak Hukum Islam terabaikan. Dan segala kemaksiatan atau kejahatan serta kezaliman berpangkal. Khilafah adalah induk dari semua kewajiban termasuk diantaranya kewajiban untuk membela sesama muslim.
Lihatlah bagaimana Khalifah Abu Ishaq al-Mu’tashim bin Harun yang berkuasa pada masa Bani Abassiyah, segera mengirim pasukan untuk menolong muslimah yang terlihat auratnya karena dilecehkan oleh orang Romawi. Seketika itu juga Khalifah mengirim pasukan yang luar biasa panjangnya. Dikisahkan dalam satu riwayat, panjang barisan pasukan terdepan ada di wilayah Amoria, dan bagian belakangnya di istana Khalifah. Puluhan ribu pasukan menyerbu Amoria dan melibas habis orang-orang kafir. 30 ribu pasukan Romawi terbunuh dan 30 ribu lainnya ditawan.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Hadits Qudsi, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, pasti akan Aku balas si penganiaya cepat atau lambat. Dan pasti akan Aku balas orang-orang yang melihat seseorang yang teraniaya tapi tidak menolongnya. Padahal ia mampu melakukannya.” (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabrani dalam bukunya Al Kabir dan Al Asauth yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu).
Saatnya kaum muslim bersatu padu tegakkan Khilafah ‘ala Minhaji Nubuwwah, Allahu Akbar.
=====================
Sumber Foto : Tempo.co