Oleh : Shafayasmin SalsabilaÂ
#MuslimahTimes — Sudahlah tertoreh luka. Disiram pula dengan air garam. Itulah yang tengah menimpa rakyat saat ini.
// Macan Galau //
Menatap gawai. Tak henti saya mengurut dada. Saya mencoba mengelap mata, memejamkannya sejenak lalu membuka kelopaknya kembali. Tetap sama. Tak berubah. Satu berita terciduk oleh kedua bola mata. Saya baca kembali lambat-lambat. Jelas tertera untaian kalimat yang bikin kalut para emak.
Terhitung sejak hari Minggu 1 Juli 2018. PT Pertamina (Persero) langsung menaikkan harga harga bahan bakar minyak nonsubsidi. Revisi harga BBM nonsubsidi mengalami kenaikan per liternya, BBM nonsubsidi yang dimaksud adalah Pertamax naik Rp. 800, dan Dexlite naik Rp. 1000 Perliternya.(TRIBUNKALTIM.CO)_
Degg! Dari mata turun ke perut. Mulas rasanya, melilit. Bukan apa-apa, sebagian warga yang pragmatis memang berkata kalaupun harga naik lima ratus atau seribu dua ribu tidak masalah. Tapi terpikir akan efek dominonya. Harga beras, telur, sayuran, sampai transportasi publik pasti akan turut tersihir. Sekonyong-konyong ikut naik harganya. Adaptasi dengan ekosistem yang ada.
Buat para macan (red. Mamih-mamih cantik) yang rajin jalan ke pasar, pasti tepok jidat berkali-kali. Intip-intip isi dompet sambil dag did dug deeer! Apa sebab? Rencana belanja yang telah disusun dengan cermat di rumah menabrak realita. Meleset, diluar ekspektasi. Macan tekor, mendadak galau. Pilihan telor sampai dicoret dari list, berganti tahu dan tempe. Meski tahu dan tempe pun tak mau ketinggalan, ikut menjerit karena kedelainya mahal.
Beban macan bakal jadi beban sang Nahkoda bahtera rumah tangga. Tiap hari kian payah merenda asa tapi tak menambah nominal upah. Stagnan, tidak ikut terpengaruh oleh kenaikan BBM. Syukur-syukur tidak terjadi Pemutusah Hubungan Kerja. Sepertinya harapan para bapak tak berani dilambungkan ke angkasa.
Hatiku seperti disayat sembilu. Di tengah ekonomi sulit, pemerintah setega itu menaikan BBM. Rupanya jeritan hati ini senada seirama dengan yang digemakan oleh Ibrahim Rivai. Ananda adalah Jenderal Lapangan yang memimpin aksi di Sekretariat DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Kamis (12/7/2018).
Bersama puluhan pemuda yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Penyambung Lidah Rakyat. Mereka melakukan demonstrasi atas kebijakan dari Kementerian ESDM yang menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Dexlite secara diam-diam. Sang Jenderal Lapangan menegaskan bahwa kenaikan BBM jenis ini tak berpihak kepada rakyat. (TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR)
// Dipaksa Sebab //
Jika saya merasa tak habis pikir, lain halnya dengan pemerintah. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengatakan adapun pertalite dan pertamax harus naik karena mengikuti harga minyak dunia. Saat ini, harga minyak dunia sudah mencapai 78-80 Dolar AS per barel. Maka mau tidak mau pemerintah harus menaikkan harga pertalite dan pertamax sehingga selisihnya ke premium mencapai Rp 1800.
Beliau pun mengakui langkah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax dan pertalite berdampak pada langkanya BBM jenis premium. Akibatnya, masyarakat harus mengonsumsi pertalite dan pertamax yang harganya sudah naik (KOMPAS.com).
Ujung-ujungnya rakyat kecil juga yang kena dampaknya. Termasuk para macan, tentunya. Padahal kenaikan BBM yang berimbas pada melangitnya kebutuhan hidup, tidak semestunya terjadi. Jika saja pengaturan migas dikembalikan kepada _rule mode_ dari Sang Kholik, Allah Al Mudabbir. Untuk apa kita beragama (red. Islam) tapi tidak digunakan dalam mengatur hidup keseharian? Saya tidak mau dianggap sekuler. Naudzubillah.
// Agar Macan Kembali Ceria //Â
Saya yakin, setiap masalah ada jalan keluarnya. Asal penyebabnya terendus, solusi adalah niscaya. Pemerintah adalah pihak yang berwenang melakukan pengaturan terhadap rakyatnya. Saya sih bayanginnya seperti sosok ibu bagi anak-anaknya. Pasti kuat keinginannya untuk menjaga dan memastikan anak-anaknya sejahtera.
Liberalisasi migas sepintas nampak keren ya. Sekeren seorang ibu yang ngasih jajanan permen ke anaknya. Aset negara dibuka lebar. Siapapun boleh memiliki jika berkenan membayar. Bayarannya jadi tambahan pendapatan. Tapi ternyata bersamanya taring iblis tengah tertancap di urat leher. Menghisapi darah segar inang. Mereka menjadi parasit yang membuat ibu sakit.
Berbeda 180°. Sistem Islam, tidak sembarangan terkait kepemilikan. Tidak semua aset boleh diperjualbelikan. Aset yang menjadi milik umat seperti barang tambang, pulau, gunung, hutan dan yang semisalnya, haram untuk dilelang. Semua dikelola mandiri oleh negara dan hasilnya akan dinikmati oleh rakyat. Jika tak mampu mengelola sendiri, negara akan mempekerjakan tenaga ahli. Tapi tak lebih dari sekedar mempekerjakan. Tuan rumahnya tetap kita. Bukan seperti sekarang, tamu yang jadi majikan, kita yang jadi bujang (red. Pembantu).
Indonesia adalah tanah tumpah darah kita. Saya lahir di negeri Zamrud Khatulistiwa ini, begitupun Anda. Pasti kita ingin yang terbaik untuk bangsa ini. Saya dan Anda pasti menghendaki negeri ini berdaulat. Independen. Tidak dikendalikan oleh apa dan siapa diluar sana.
Selama kita mau kembali kepada aturan baku dari Pencipta kita. Sistem Islam yang mensejahterakan. Karena sungguhlah benar. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Rahmatnya baru akan terasa merata, saat aturannya ditegaskan. Diterapkan di setiap sendi kehidupan. Dengannya kesempitan hidup serta ketidak berdayaan akan hilang. Beban hidup menjadi ringan. Macan kembali tersenyum ceria. Saya bahagia, Anda juga, kan?
================================
Sumber Foto : Blog MR
Tulisannya ukti Novi ini memang selalu memukau dan membuat tersenyum. Istilah baru Macan (Mamih-mamih cantik) pun menghiasi kenaikan harga BBM. ^_^