Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku “Menikah Rasa Jannah”)
“Setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi..” (HR Mutafaqun Alaih, Bukhari No. 1296)
Sabda Baginda Rasulullah saw memang benar adanya. Realitas menunjukkan bahwa orangtua merupakan salah satu faktor yang akan menentukan pola pikir dan pola sikap seorang anak. Dalam hal kepribadian misalnya, seorang anak akan ditentukan oleh pola asuh dan pola didik orangtuanya. Anak yang sejak kecil terbiasa dididik dengan kekerasan fisik maupn psikis, akan menjelma menjadi pribadi yang gemar pula melakukan kekerasan. Kekerasan menjadi konsep dirinya sebagai jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Ketika dihadapkan pada tekanan, ia akan mudah memaki dan menghardik. Bagaimana tidak, sejak kecil telinganya terbiasa mendengar teriakan penuh makian dari kedua orangtuanya. Begitupun ketika dihadapkan pada problematika yang membelit hidupnya, kelak jalan kekerasan akan mudah diambilnya sebagai bentuk pelampiasan.
Padahal sesungguhnya Rasulullah saw mengajarkan kelembutan dalam mendidik anak, bukan kekerasan. Kekerasan berbeda dengan ketegasan. Karena tegas tak mesti keras.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji.” (HR Bukhari).
Layak untuk kita renungkan perkataan Ibnu Khaldun, “Barangsiapa yang pola asuhannya dengan kekerasan dan otoriter, baik (ia) pelajar atau budak ataupun pelayan, (maka) kekerasaan itu akan mendominasi jiwanya. Jiwanya akan merasa sempit dalam menghadapinya. Ketekunannya akan sirna, dan menyeretnya menuju kemalasan, dusta dan tindakan keji. Yakni menampilkan diri dengan gambar yang berbeda dengan hatinya, lantaran takut ayunan tangan yang akan mengasarinya”.
Tak sebatas itu, habits (kebiasaan) orangtua juga akan memengaruhi kebiasaan anak. Orangtua yang terbiasa tidur lagi sehabis subuh atau mungkin tak shalat subuh, lantas bangun setelah matahari sudah di atas kepala, maka otomatis sang anak pun akan mengikuti pola demikian dalam hidupnya. Bahkan efeknya hingga ia dewasa nanti.
Oleh karena itu, pembentukan habits yang baik sangat penting di mulai sejak dini. Agar kelak, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang produktif, ceria, tidak pemalas, dan mandiri maka setiap orangtua wajib membiasakan anak terikat oleh aturan dan jadwal. Tidak semaunya. Mengajarkan shalat di awal waktu, mengisi setiap jamnya dengan aktivitas bermanfaat adalah salah satu upaya membentuk kedisiplinan dan produktifitas anak. Bukan malah anak dibiarkan melakukan apapun yang dia inginkan. Suka-suka. Dengan dalih klise, “namanya juga anak-anak!” sungguh anggapan demikian harus dirobohkan, sebaliknya justru masa kanak-kanak adalah masa emas pembentukan karakter dan konsep diri. Ketika kita salah memberi contoh, niscaya penyesalan yang akan kita rasakan di kemudian hari.
Dengan demikian, sudah selayaknya setiap orangtua menampilkan pantulan terbaik kepada anak-anak mereka. Agar yang tertangkap oleh anak pun adalah segala hal yang baik yang akan membentuk konsep diri anak. Benarlah adanya jika ada pernyataan bahwa apa-apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Begitupun dalam mendidik anak.
Salah memberi keteladanan, maka akan salah pula ‘membentuk’ anak. Sementara, anak adalah amanah dari Allah. Bentuklah mereka menjadi pribadi yang berkualitas, cerdas, taat syariat. Kelak, generasi dengan kepribadian seperti inilah yang akan mampu mengisi peradaban cemerlang di masa depan. Wallahua’lam.
[Mnh]