Oleh Kholda Najiyah
#MuslimahTimes –– Pasca pernikahan, momen yang sangat ditunggu-tunggu pasangan suami istri adalah kehamilan. Ya, lumrahnya setiap pasangan ingin memiliki keturunan sebagai buah cinta kasih mereka. Sebentuk janin di dalam rahim sang istri sangat diidam-idamkan kehadirannya guna menjalankan misi regenerasi. Namun kehamilan pada setiap wanita berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada yang cepat hamil dan ada yang lambat. Ada yang begitu menikah beberapa bulan kemudian langsung hamil, tapi ada juga yang bertahun-tahun setelah itu baru dikaruniai keturunan.
Bila kehamilan tak kunjung tiba, umumnya pihak istrilah yang lebih menderita ketimbang suami. Disebabkan tanggungjawab kehamilan diserahkan di rahimnya, istri biasanya lebih tertekan serta banyak meneteskan air mata kesedihan. Ia melihat wanita-wanita sebayanya sudah menggendong si mungil dan asyik bercanda ria dengannya, sementara rumahnya masih sepi tanpa tawa ria dan permainan lucu dari anak-anak kecil.
Belum lagi pandangan tetangga sekitar yang melihat dirinya sosok wanita mandul. Sebagian lagi memandang iba lantaran tak jua mewariskan keturunan. Lontaran teman, sahabat atau kerabat seperti “Sudah ‘isi’ belum?”, “Anakmu sudah berapa?”, “Loh, kok belum hamil juga?” dan sejenisnya, menambah pilu hatinya.
Ditambah lagi, tiap kali memasuki rumah, terlihat wajah suami menyimpan kerinduan mendalam untuk segera menggendong bayi. Keinginan itu adakalanya disampaikan melalui isyarat, namun lebih sering diungkapkan secara terang-terangan. Lengkap sudah penderitaan istri manakala suami mengancam akan menikahi wanita lain demi mendapat keturunan. Padahal, ketidakhamilan istri belum tentu disebabkan kelemahan padanya, karena bisa jadi justru suamilah yang mandul.
Menghadapi kenyataan tersebut, hendaknya suami-istri lebih banyak bersikap sabar seraya terus berharap kepada Allah Swt. Kondisi ini adalah cobaan bagi pasangan suami-istri, terlebih-lebih bagi sang istri. Hendaknya kedua belah pihak tak berhenti berharap dengan senantiasa menguatkan doa pada Allah Swt agar dikaruniai keturunan. Simaklah lafal doa berikut: “Rabbi laa tadzarnii fardan wa anta khairul waaritsiina” yang artinya “Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling baik” (TQS Al-Anbiya:89).
Nah, istri yang kenyataannya belum bisa memberikan keturunan untuk suaminya, kendaknya berusaha maksimal agar suami sabar dan bisa menerima kenyataan. Istri harus selalu mengingatkan suami bahwa ada hikmah di balik ujian belum punya anak. Bisa jadi tidak punya anak lebih baik dibanding punya anak tapi durhaka dan menghalangi pada ketaatan dan kedekatan kepada Allah Swt.
Firman Allah Swt yang artinya “Dan adapun anak itu maka kedua orangtuanya adalah orang-orang yang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orangtuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya” (TQS Al-Kahfi:80-81).
Hikmah lain, bisa jadi tidak punya anak lebih baik dibanding anak yang terlanjur sangat dicintai lantas tiba-tiba meninggal dunia hingga orang tuanya tak sanggup menanggung cobaan itu. Seperti menjadi depresi atau gila.
Adapun bagi suami, hendaknya selalu bertakwa kepada Allah Swt dengan menerima keadaan istri. Ia harus paham bahwa masalah keturunan bukanlah kekuatan dan kewenangan istri, melainkan kuasai Ilahi. Suami hendaknya tidak mencela istri dengan selalu menyinggung-nyinggung masalah kelemahan rahimnya yang tak juga berisi. Sebab, sekali lagi, belum tentu ketidakhamilan itu karena kelemahan sang istri.
Suami hendaknya menghargai kelebihan lain yang dimiliki istrinya serta tetap menunaikan hak-haknya. Apabila bersikeras ingin menikahi wanita lain, janganlah kemudian menzalimi istri pertamanya. Tetaplah mencintai dan berlaku adil. Janganlah cinta kasih kepada istri diukur sebatas kehadiran buah hati.
Sementara itu, istri hendaknya berlapang dada menerima kenyataan dimadu dan tidak menganggap kecintaan suami luntur lantaran ketiadaan keturunan. Berlapang dadalah bahwa dengan kehadiran anak dari istri lain adalah menjadi ‘anak’ juga bagi dirinya. Insya Allah, dengan penuh keikhlasan problem kehamilan ini tidak akan mengganggu perjalanan biduk rumah tangga.(*)