Oleh : Fathimah Adz
(Anggota Forum Kompak Menulis Jember)
#MuslimahTimes –– Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu komoditas ekonomi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Harus diakui bahwa mobilisasi manusia tergantung pada keberadaan dan ketersediaan minyak. Tak heran jika negara-negara penghasil minyak menjadi incaran negara-negara pemodal tetapi tak memiliki sumber kekayaan alam yang satu ini.
Minyak bumi tergolong sebagai kekayaan alam yang tidak bisa diperbarui. Oleh sebab itu, eksplorasi dan pemanfaatan atas sumber daya alam ini seharusnya tidak boleh berlebihan agar ketersediaannya tidak cepat habis. Proses terbentuknya minyak bumi melalui proses alam dan membutuhkan waktu yang sangat lama mencapai ratusan tahun, sehingga prosesnya sama sekali tidak bisa melibatkan campur tangan manusia. Cukup ironis mengingat kebutuhan akan minyak bumi sebagai bahan bakar senantiasa meningkat.
Beberapa hari kemarin kita juga telah di kejutkan dengan harga BBM yang semula naik, menjadi turun secara tiba tiba.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara mengenai harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium yang batal dinaikkan. Jokowi mengatakan bahwa rencana kenaikan harga BBM untuk semua jenis sudah dibicarakan sejak bulan lalu.
Kenaikan yang akhirnya dilakukan pada BBM Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Biosolar Non PSO karena kenaikan harga minyak dunia dan minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
Perhitungan kenaikan harga BBM, lanjut Jokowi, juga memperhitungkan inflasi dan daya beli masyarakat. Dampaknya ke keuangan Pertamina juga ikut diperhitungkan.
Jokowi juga mempertimbangkannya ke daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM khususnya Premium jika dilakukan bisa berdampak langsung ke konsumsi masyarakat yang pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi masih dominan.
Namun ternyata beberapa waktu setelah itu pihak pemerintahan menyatakan dalam laporan dari Pertamina jika harga premium di naikkan,tapi tidak ada dampak signifikan jika harga bbm dinaikka. Maka pemerintah membatalkan rencana penaikan harga tersebut. Jokowi juga mengatakan bahwa tidak ada rencana kenaikan harga Premium dalam waktu dekat ini. Padahal dalam laporan beberapa waktu sebelumnya sudah sangat jelas,bahwa rencana kenaikan harga BBM sudah di rencanakan sebulan yang lalu. Pemerintah galau saat memutuskan untuk menaikkan atau mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.
Padahal pemerintah melalui Kementerian ESDM rencananya akan menaikkan harga premium pada (10/10) pukul 18.00 WIB. Namun dibatalkan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan satu jam setelah konferensi pers kenaikan digelar.
DRAMA CINTA RAKYAT JELATA
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan penundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Premium karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ingin memberatkan masyarakat. Luhut mengaku, ada kesalahan alur komunikasi dan koordinasi ketika memutuskan dan mengumumkan kenaikan harga Premium yang kemudian langsung berubah. Lebih lanjut Luhut memaparkan, bahwa keputusan kenaikan sudah dibicarakan dan diputuskan. Namun, penundaan kenaikan harga BBM jenis Premium karena berdasarkan hitungan dan dampak terhadap masyarakat kecil. “Ya memang ada, tapi itu tadi ada hitungan yang dilihat ternyata memberatkan rakyat kecil, concern presiden itu rakyat kecil, kalau yang lain-lain itu nggak ada urusan,” ungkap dia.
Alasan ini adalah alasan yang tidak relevan mengingat bahwa kejadian ini adalah suatu drama yang seakan sengaja dibuat di wilayah pemerintahan. Pemerintah menurunkan bbm,namun menaikkan bahan pangan yang lain, menyulitkan lapangan kerja untuk penduduk local,lebih mencintai produk impor , yang dimana factor factor ini juga perlu tindakan lebih tegas untuk memudahkan masyarakatnya. Bukan hanya dalam hal harga bbm,namun dalam segala aspek semisal perdagangan, pendidikan, pengobatan , pergaulan dan lain lain . pemerintah dituntun untuk memudahkan dalam segala aspek kehidupan
Kelola Sesuai Syariah Sejahterakan Rakyat
Sebetulnya, bila penguasa negeri ini mau berpikir out of the box dan mengabaikan tekanan World Bank dalam penghapusan subsidi BBM. Lalu kita mau merujuk Islam secara lebih komprehensif dan sistemik. Kita akan menemukan solusi yang lebih tepat dan akan menyejahterakan rakyat.
Pengaturan BBM masuk dalam ranah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam menjadikan aqidah islamiyyah sebagai pondasinya. Mengenai hal ini, penulis sering memberikan ilustrasi seperti ini. Bila kita sedang berjalan, kemudian kita menemukan uang Rp 100.000. Apa yang pertama kali terbersit di benak kita. Pasti kita bertanya, uang siapakah ini? Bolehkah saya memiliki uang ini? Pasti itulah yang terbersit di benak kita. Begitu pula bila kita berpikir lebih makro. Sumber daya alam yang terkandung di langit bumi dan seisinya, semua itu pada hakikatnya milik Allah Swt. Allah Swt berfirman, yang artinya : ”yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi” (T.Q.S. Al Furqon[25] : 2).
Inilah pondasi sistem ekonomi Islam, yakni Allah Swt sebagai Al Khaliq dan pemilik semua alam raya ini. Sehingga bila kita ingin mengelola alam ini, mesti mengikuti bagaimana aturan yang telah ditentukan oleh Sang Pemiliknya. Dari pondasi inilah kemudian Islam mengatur tentang kepemilikan. Islam membagi seluruh sumber daya dan kekayaan alam ini ke dalam tiga kepemilikan. Yakni, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum adalah ijin Asy-syari’ (Allah Swt) yang diberikan kepada rakyat secara umum. Sehingga siapapun, orang sekaya apapun, perusahaan sebesar apapun, tidak boleh merebut kepemilikan umum ini untuk dijadikan sebagai kepemilikan individu.
Abyadh bin Hammal pernah bercerita tentang permintaannya untuk mengelola tambang garam di daerah Ma’rab. Ia menuturkan sebagai berikut: “Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Beliau memberikannya. Ketika ia pergi, seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, ‘Tahukah Anda apa yang Anda berikan, tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.’ Ia berkata: Rasul lalu menariknya dari Abyadh bin Hammal.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban)
Kalimat al ma-u al ‘iddu (air yang mengalir) di dalam hadits tersebut bermakna sumber daya alam yang melimpah/banyak. Dikarenakan BBM termasuk ke dalam sumber daya alam jenis ini, maka Islam menggolongkannya ke dalam kepemilikan umum.
Dalam sistem Islam, pengelolaan kepemilikan umum dilakukan hanya oleh negara, tanpa campur tangan swasta, apalagi asing. Selanjutnya jika negara tidak mampu, ia bisa mengambil pemasukan dari rakyat hanya untuk ongkos produksi semata, tanpa ada perhitungan keuntungan. Selanjutnya semua pemasukan dari rakyat masuk dalam kas baitul mal, yang dikelola negara untuk menjamin kontinuitas ketersediaan BBM tersebut.
Sebenarnya, menjual harga sumber daya alam tidak dengan harga internasional pun bukanlah suatu masalah. Buktinya, pemerintah bisa menjual gas dari Papua ke perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dengan harga 3,5 dollar AS per Metrik British Thermal Unit (MMBTU). Sedangkan harga patokan internasional adalah sebesar 18 dollar AS per MMBTU. Yang lebih aneh lagi, harga jual gas di Indonesia justru lebih mahal, yakni 10 dolar AS per MMBTU. Padahal dalam pandangan Islam, negara wajib mendahulukan kebutuhan energi dalam negeri terlebih dahulu daripada mengekspornya ke luar negeri.
Bahan Bakar Minyak adalah kebutuhan vital masyarakat. Pengelolaan BBM dalam sistem Islam memang tidak hanya terfokus pada hitung-hitungan produksi semata. Namun perlu melibatkan aspek lain yang menjamin kontinuitas ketersediaannya di tengah masyarakat. Pengelolaan BBM dalam sistem ekonomi Islam akan ditopang dengan dukungan pengelolaan sumber daya alam yang lainnya. Sehingga yang akan terjadi bukanlah penaikan harga BBM namun justru penurunan harga BBM.
Pengelolaan BBM dan sumber daya alam lainnya dengan sistem Islam tentu akan jauh lebih optimal dan jauh dari harga yang labil. Karena akan dikelola oleh orang-orang yang amanah. Bukan oleh orang-orang yang khianat, yang rela merampok dan atau menjual sumber daya alam negaranya, hanya demi kepentingan pribadi, kelompok dan tuannya. Namun penerapan sistem ekonomi Islam secara utuh tidak bisa berdiri sendiri. Ia mesti ditopang oleh sistem Islam yang lain, seperti sistem politik dan pendidikan. Inilah urgensi penerapan syariah Islam secara paripurna dalam bingkai khilafah. Penerapan semua sistem yang terlahir dari keyakinan bahwa Allah Swt sebagai Sang Pencipta, Pemilik sekaligus Pengatur seluruh alam raya ini pasti akan menjadi rahmat bagi seluruh alam..
Wallohu a’lamu bishshowwaab.***