Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
#MuslimahTimes –– Emas dan perak sebagai perhiasan adalah salah satu bentuk barang komoditas ekonomi artinya barang yang dipakai oleh manusia yang bisa berkonsekuensi habis atau malah bertambah banyak.
Diproduksi oleh para pengrajin emas dan perak, dari hasil pengelolaan tambang-tambang emas kecil, yang jumlah dan kadar emasnya sedikit dan terputus. Bisa dimiliki oleh pribadi dan dikelola secara pribadi dan menjadi kepemilikan pribadi.
Adapun emas dan perak sebagai mata uang atau sandaran mata uang berupa uang kertas substitusi yaitu uang kertas yang mencerminkan kadar jumlah emas dan perak dalam bentuk uang atau batangan, yang disimpan ditempat tertentu, bukanlah terkategori sebagai barang komoditas ekonomi.
Akan tetapi dipakai sebagai alat tukar, artinya keberadaannya akan selalu ada dinamis beredar dimasyarakat, mengikuti perkembangan masyarakat tersebut. Diproduksi oleh negara dari tambang-tambang emas yang besar yang memiliki kadar emas yang banyak dan tidak terputus.
Tambang emas yang besar status kepemilikannya adalah kepemilikan umum, dikelola langsung oleh negara untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, berupa alat tukar barang dan jasa.
Individu dilarang menguasai tambang emas yang besar dan banyak juga tidak terputus
Emas dan perak yang dihasilkan dari eksplorasi sumber daya alam berupa barang tambang yaitu tambang emas, memiliki nilai intrinsik yang tinggi dan stabil.
Kepemilikannya menentukan kekayaan real masyarakat dan negara. Sehingganya, seluruh alat tukar barang dan jasa sejatinya disandarkan pada emas dan perak.
Juga uang kertas yang beredar dimasyarakat yang dikeluarkan resmi oleh negara, seharusnya disandarkan pada jumlah kekayaan emas dan perak yang dimiliki real oleh negara. Disebut juga sebagai uang kertas substitusi.
Emas dan peraknya real ada digudang penyimpanan milik negara, untuk digunakan memenuhi semua kebutuhan warga masyarakat, dalam aktivitas perekonomian.
Uang kertas substitusi yang nilainya disandarkan pada emas dan perak memiliki kekuatan anti badai inflasi dan mampu menghalau krisis ekonomi.
Dengan syarat emas dan perak sebagai mata uang dan alat tukar tidak mengalami penimbunan. Yaitu tidak ditimbun oleh para pecinta harta berupa uang emas dan uang perak.
Penyimpanan uang emas dan perak digudang penyimpanan milik negara sebagai penjamin sejumlah uang kertas substitusi yang beredar dimasyarakat, sejatinya adalah milik masyarakat.
Jadi negara tidak melakukan penimbunan harta, karena emas dan perak real beredar dimasyarakat, melalui uang kertas substitusi yang ada berputar dimasyarakat.
Berbeda dengan penyimpanan uang kertas substitusi oleh individu, jika hanya dikumpulkan dan disimpan saja tanpa ada tujuan penggunaan yang dapat diukur, maka termasuk kategori menimbun, dan ini adalah hal yang sangat terlarang dan berbahaya. Karena bisa menyebabkan berhentinya perputaran harta berupa uang dimasyarakat, yang akan menyebabkan aktivitas perekonomian menjadi mati, sehingga berpotensi terjadi inflasi dan krisis ekonomi.
Agar tidak terjadi praktek penimbunan, maka negara harus memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa menimbun harta berupa emas dan perak dalam bentuk uang kertas substitusi adalah perbuatan salah dan dosa, dan pelakunya bisa mendapatkan sanksi.
Sehingga dengan adanya pelarangan Menimbun harta berupa emas dan perak, atau uang kertas substitusi diharapkan perputaran harta dimasyarakat tetap stabil. Tidak mengalami inflasi apalagi krisis ekonomi.
Harga-harga kebutuhan pokok stabil, aktivitas ekonomi dimasyarakat juga stabil. Mudah dalam praktek pasar, berupa aktivitas jual beli dan pemenuhan seluruh kebutuhan hidup masyarakat, karena ada harta yang berputar berupa uang kertas substitusi yang dijamin oleh emas dan perak.
Aktivitas Menimbun harta berupa emas dan perak, pada faktanya berbeda dengan aktivitas menabung.
Menimbun harta diartikan sebagai mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dalam bentuk emas dan perak atau berupa uang kertas substitusi tanpa ada tujuan penggunaan, hanya mengumpulkan saja.
Sedangkan menabung artinya mengumpulkan harta berupa emas dan perak untuk tujuan tertentu yang dapat diukur. Semisal untuk membeli kendaraan atau membangun pabrik.
Menimbun, baik jumlahnya besar ataupun kecil hukumnya dilarang dalam Islam, tersebab bisa membuat harta berupa emas dan perak dalam bentuk uang kertas substitusi menjadi hilang peredarannya dimasyarakat.
Sedangkan menabung hukumnya adalah boleh, karena harta tetap akan keluar dan beredar kembali dimasyarakat setelah dibelanjakan dengan sejumlah barang atau jasa yang dimaksud.
Karenanya, tiap individu masyarakat dituntut untuk memiliki tujuan penggunaan dari harta yang dikumpulkan, tidak hanya sekedar mengumpulkan saja tanpa tujuan penggunaan yang jelas atau hanya sekedar untuk “jaga-jaga”.
Hasilnya, masyarakat akan dinamis, juga terbentuk individu-individu manusia yang dinamis, kreatif dan inovatif, tersebab selalu memiliki tujuan penggunaan dari harta miliknya berupa emas dan perak.
=======
Sumber Foto : Syaamil Quran