Oleh Ammylia Rostikasari, S.S.
(Aktivis Komunitas Penulis Bela Islam)
Duka pilu mendalam atas tragedi yang menimpa saudara Muslim di Yaman. Kondisi terkini di Yaman sudah mengarah pada terjadinya tragedi kemanusiaan luar biasa, seperti kelaparan yang masif hingga jatuh korban, terutama anak-anak, perempuan dan lanjut usia.
Semua kejadian tragis ini diakibatkan oleh konflik berkepanjangan antara Pemerintah Yaman yang didukung oleh Saudi Arabia dengan kelompok Houthi. Konflik yang tidak selayaknya terjadi antara dua kelompok Muslim.
Berangkat dari kepedulian sesama Muslim Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah, Habib Zen menghimbau kepada Pemerintah Indonesia untuk berperan secara aktif mengupayakan perdamaian di Yaman, melalui berbagai saluran diplomatik yang ada juga mengordinir ormas Islam agar menguatkan ukhuwah menyelamatkan Muslim Yaman dan meminta Saudi Arabia untuk menghentikan serangannya serta membuka jalur bantuan kemanusiaan yang selama ini sengaja diblokade (Republika.co.id,24/11/2018).
Konflik Timur tengah memang tak ada habisnya. Belum tuntas Palestina dan Ghouta, Suriah, kini merambah ke Yaman. Negeri Muslim yang seharusnya hidup aman tenteram di bawah naungan Islam, kini justru diliputi kekarut marutan karena konflik yang sengaja disulut imperialis Barat.
Semenjak Daulah Khilafah terakhir runtuh di Bumi Turki, saat itu pula negeri-negeri Muslim menjadi hidangan rebutan kaum penjajah Barat. Mereka sengaja mengoyak persatuan kaum Muslim. Menyekat kaum Muslim dalam negara bangsa kemudian dengan leluasa mengadu domba satu dengan yang lainnya, seperti yang tengah terjadi di Yaman.
Perang saudara, sungguh miris! Koalisi Arab Saudi telah memberlakukan sanksi ekonomi dan blokade terhadap Yaman. Walhasil 14 juta diambang kelaparan dan 85. 000 anak meninggal karena kelaparan.
Ironi! Bukankah umat Islam itu satu tubuh sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim).
Namun, seribu sayang, saat Islam kaffah tak diterapkan lagi dalam khilafah Islamiyah. Petunjuk cinta kasih Allah dalam Al-Quran dan teladan Rasulullah dalam hadist, seolah diabaikan begitu saja. Umat Islam lagi-lagi menjadi sasaran keganasan kepentingan kafir Barat laknatullah.
Piciknya Barat, mereka tak mau mengotori tangannya sendiri untuk mengobarkan pertikaian ini. Digerakanlah kaki tangan mereka di negeri Muslim. Sehingga semua tampak rapi. Namun, hakikatnya adalah konspirasi.
Muslim Yaman adalah saudara kita. Menyelamatkan mereka adalah sebuah keniscayaan. Tentu saja bukan semata lewat doa dan bantuan kemanusiaan. Namun juga mewujudkan perisai sakti untuk pengayom Yaman dan negeri-negeri Muslim lainnya.
Rasulullah saw. Telah memberikan keteladanan kepada umatnya saat memimpin sebuah negara Islam di Madinah. Bahwasannya tugas mulia penguasa ialah sebagai ra’in (pelayan atau pengurus) bagi rakyat yang dipimpinnya. Selain itu, tugas junnah (perisai) pun haruslah dipenuhi. Memberikan pengayoman dan keamanan untuk umat yang berlindung di belakangnya.
Wahai saudara Muslim seluruh dunia, rapatkan barisan, kuatkan ukhuwah! Sesungguhnya, konflik demi konflik yang terjadi adalah akibat dari ketiadaan penerapan Islam Kaffah dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Naungan mulia yang mempersatukan umat Islam dalam kepemimpinannya. Sebuah langkah nyata membebaskan umat Islam dari segala belenggu pilu yang diciptakan Imperialis Barat lewat kaki tangannya.
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih)
Wallahu’alam bishowab