Oleh: Rini Suhud
#MuslimahTimes –– Di awal bulan Desember 2018, makna toleransi digembar-gemborkan lagi oleh media massa melalui pemilihan “Kota Toleran” di 94 kota di Indonesia.
“Setara Institute merilis hasil penelitian yang mengukur soal promosi dan praktek toleransi di 94 kotadi Indonesia pada tahun 2018. Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2018 tersebut mencatat bahwa DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya, seperti Bogor dan Depok, masuk dalam daftar 10 kota dengan skor tolerasi terendah.
Pada penelitian ini, terdapat 4 variabel yang diukur, yaitu regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial dan demografi agama. Variabel regulasi pemerintah kota terdiri dari 2 indikator, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan kebijakan diskriminatif. Sementara itu, indikator dalam variabel tindakan pemerintah terdiri dari pernyataan dan tindakan nyata dari pejabat kunci terkait peristiwa intoleransi. Berikutnya, variabel regulasi sosial memiliki indiaktor seperti peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi. Variabel terakhir, demografi agama memiliki indikator yang terdiri dari heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan. Untuk menjamin validitas data, Setara Institute menggunakan 2 teknik, yaitu teknik triangulasi sumber dan pertemuan dengan para ahli”. (Jakarta, kompas.com, Jumat 7 Desember 2018, Jakarta masih masuk dalam 10 kota besar dengan Nilai Toleransi Rendah Versi Setara Insitute).
Masih sumber yang sama. “Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, kajian tersebut bertujuan agar dapat memicu kota-kota di Tanah Air untuk turut menjunjung tinggi praktek toleransi di wilayahnya. “Tujuan Pengindeksan ini untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi wilayahnya masing-masing,” kata Hendardi di hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat, 07/12/2018.Singkawang, Bekasi, Surabaya,dinobatkan Jadi Kota Toleran Versi Setara Institute).
Kita harus pahami dulu pengertian toleransi. Kata toleransi berasal dari bahasa Inggris “Tolerance”. Wikipedia (Indonesia), Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Tapi pada perkembangannya, kata toleran digunakan dalam agenda “perang opini” oleh negara kafir imperialis. Tujuannya untuk meneguhkan paham demokrasi, sekuler, liberal dan menyerang ajaran serta simbol Islam. Barat tak pernah berhenti melakukan berbagai propaganda untuk menyerang Islam. Pengertian toleran yang dibangun Barat berdasarkan asas Demokrasi dan HAM telah berhasil menjerat kaum muslim pada pemahaman yang salah kaprah. Kaum muslim akan dikatakan sebagai orang toleran jika mau melakukan apa yang telah diwacanakan Barat. Sebaliknya, jika tidak sejalan dengan mereka maka dikatakan intoleran atau radikal. Sebagai contoh: seorang muslim yang menyebut orang kafir pemeluk agama selain Islam, penganut paham kufur seperti sosialisme, komunisme dan sekularisme, dianggap intoleran. Begitu pula, para pelaku LGBT yang disebut sebagai perilaku bejat, amoral dan menyimpang dari Islam dianggap intoleran. Seruan untuk menegakkan kembali syari’at (Hukum) Islam dianggap intoleran. Sebaliknya, mengakui kebenaran agama lain, melegalkan praktik LGBT, menerapkan demokrasi, liberalisme dan sekuler dianggap toleran.
Demikianlah, kata “toleran” digunakan secara semena-mena untuk menyerang Islam dan simbol Islam serta meneguhkan sistem demokrasi-sekuler.
Bagaimana Islam menempatkan toleransi? Kapan seorang muslim tidak boleh toleran dalam masalah perbedaan? Sejak masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, Islam tidak pernah bermasalah dengan pluralitas dan toleransi. Islam telah mengatur keberagaman dan perbedaan dengan sempuna. Islam telah menjelaskan hukum dan etika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang muncul dari keduanya. Sepanjang sejarah Islam, kaum muslim telah membuktikan keunggulan syariah Islam dalam menyelesaikan masalah keragaman dan perbedaan.
Beberapa diantaranya; Pertama, Kaum muslim tidak memaksa orang kafir masuk Islam.
لَآاِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الغَيِّ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اِسْتَمْسَكَ بِاْلعُرْوَةِ اْلوُثْقَ لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya : “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) jalan yang benar dan jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah [2] : 256).
Kedua, Islam adalah agama toleran dalam arti menghargai keragaman suku, agama dan bahasa. Allah telah menegaskan Islam sebagai agama yang toleran (QS. Al-Kafirun[109]: 1 – 6). Negara Islam yang dipimpin oleh Rasulullah sebagai representasi penerapan hukum Islam justru menghargai dan melindungi agama lain selama mentaati aturan negara Islam.
Ketiga, Rasulullah SAW ketika menjadi pemimpin negara Islam memberikan perlindungan atas jiwa, agama dan harta kepada orang-orang kafir. Mereka orang kafir dalam urusan ibadah, pernikahan dan perceraian, makanan, minuman dan pakaian dibiarkan melakukan semuanya sesuai agamanya. Rasulullah SAW toleran terhadap orang-orang kafir dan tidak memperlakukan mereka dengan semena-mena (QS. Al-An’am [6]: 108).
Dengan demikian salah kaprah atas makna toleransi di kalangan kaum Muslim harus segera diakhiri. Caranya dengan menyadarkan bahwa narasi toleransi merupakan proyek Barat untuk melumpuhkan bahkan melenyapkan ajaran Islam. Islam telah memiliki konsep toleransi yang adil dan proporsional yang akan menjadikan umat muslim dan non-muslim bisa hidup rukun, aman dan sejahtera secara sempurna dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah (sempurna).
Wallahu A’lam bi ash showab.