Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Anggota Revowriter Sidoarjo
Kembali hati perih ketika mendengar saudara kita di Makassar mengalami bencana. Musim penghujan memang sudah memasuki masanya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia tak luput dari bencana banjir. Belum pulih wilayah lain berbenah pasca terkena banjir, giliran Sulawesi selatan (Sulsel) khususnya Makassar tergenang banjir karena cuaca ekstrim dalam dua hari terakhir membuat sejumlah wilayah mengalami banjir (RADAR BOGOR ,22/1/2019)
Kepala bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar Daryatno mengungkapkan, telah mengeluarkan peringatan dini mengenai hujan lebat dan angin kencang. BMKG menyebut curah hujan tinggi dan angin kencang akan tetap terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Yang patut menjadi pertanyaan, mengapa banjir seringkali terjadi, bahkan di wilayah yang dahulunya bukan langganan banjir? Banyak orang mengatakan karena sampah, pertumbuhan pesat eceng gondok di sungai-sungai, banyaknya industri dan perumahan tempat tinggal yang tidak terlalu memperhitungkan sanitasi dan drainase, banyak hutan digunduli, maraknya pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan lain sebagainya.
Dan semua adalah berasal dari ulah tangan manusia. Yang karena fitrahnya serakah, tak pernah merasa cukup. Di tambah dengan regulasi aturan yang digunakan mengijinkan manusia untuk mengkeslpoitasi Sumber Daya Alam (SDA) sebanyak mungkin. Tanpa batasan. Menjadikan manusia makin tamak tak berkesudahan. Hingga mengancam keseimbangan alam.
Sudah banyak pula upaya berbagai pihak untuk menanggulangi ketidakseimbangan itu. Mulai menanam kembali pohon, terumbu karang, buat konservasi, perluas areal suaka, gerakan anti plastik, pemunculan hari pohon, hari air, hari anti tembakau, dan lain sebagainya, hingga mengucurnya dana dari pesohor negeri sendiri dan mancanegara ke LSM dan organisasi nirlaba yang konsentrasi pada upaya perubahan kembali ke alam. Namun keadaan tak berubah.
Pemimpin negeri ini, demikian juga Internasional bergeming, bahkan membuat statemen yang tak masuk akal. Sama dengan ketika dunia panik dengan Hoax kemudian membuat kebijakan pembatasan kirim pesan terusan Whatsapp hanya lima pesan saja. Sungguh jauh panggang dari api. Selama persoalan diselesaikan dengan hanya mengambil solusi di permukaan maka jangan harap akan selesai dengan paripurna. Yang ada justru menyelesaikan masalah dengan masalah.
Islam telah mengatur seluruh urusan manusia ketika dia memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak melek mata hingga menutup mata. Sejak di rumah hingga ketika dia beraktifitas sesuai profesinya di luar rumah.
Khalifah, pemimpin dalam sistem Islam, akan mengatasi banjir dengan, pertama, pemetaan teknis secara langsung mulai dari membangun bendungan, penataan perumahan dan industri bukan di tempat-tempat yang dilarang untuk dibangun, memperbanyak lokasi drainase, perlindungan sumber air, penangan bencana dan lain sebagainya.
Kedua, tindakan secara tidak langsung, yaitu melalui edukasi hidup bersih, penerapan syariat di bidang UU ekonomi, UU Kehutanan dan SDA, dan penerapan hak-hak kepemilikan yang dibenarkan oleh syara agar tidak lagi ada eksploitasi atau monopoli sebagaimana yang kita lihat hari ini.
Solusi Islam ini sejatinya adalah solusi terbaik, karena datangnya dari yang Maha Hidup dan Maha Mengatur. Namun karena kaum muslim telah lama hidup dalam sistem yang rusak dan kufur berakibat pada meragukan bahkan mempertanyakan, mampukah demikian? lantas dikemanakan hukum yang kita pakai selama ini? Dan dengan egonya masih berpegang teguh pada sekulerisme dan kapitalisme. Meskipun itu bertentangan dengan akidahnya. Padahal hal ini telah menjadi tuntutan Syari ( pembuat hukum atau Allah) untuk wajib meninggalkannya. Allah berfirman dalam Quran surat Ar Rum 30 : 41 yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan ( maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari ( akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Maknanya dalam setiap bencana terdapat hikmahnya. Bahwa Allah boleh menimpakan rezeki dan bencana hanya karena Allah ingin kita kembali kepada syariatNya. Karena itulah golden tiket kita untuk meraih jannahNya. Karena bagi Allah adalah mudah menjadikan kita ini satu umat saja. Yang beriman dan baik-baik saja. Tapi tidak Allah lakukan itu karena Allah ingin ini menjadi ujian bagi kita yang berharap benar-benar kepada RidhaNya.
Sungguh, Alam pun kini berbicara, dalam sekejap keindahan bisa berubah menjadi bencana, maka mari kita menjadi bijak. Taat, tunduk, patuh dan terikat dengan syariat. Tak ada pilihan lain jika kita mengaku orang mukmin. Wallahu a’ lam bishowab. [Mnh]