Oleh: Yuli Ummu Raihan
( Member Akademi Menulis Kreatif)
“Pagi kedelei, sore tempe”
Beginilah mencla- menclenya rezim hari ini, hari ini berkata A, tak lama berubah menjadi B, C dan seterusnya.
Rakyat hanya diPHP dengan janji-janji manis tapi kenyataannya pahit bak empedu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah memberikan lampu hijau bagi kebebasan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir. Terpidana kasus terorisme itu saat ini menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur.
Alasan kemanusiaan menjadi dasar Jokowi memberikan kebebasan bagi Ba’asyir. Selain itu, kondisi kesehatan Ba’asyir disebut menjadi pertimbangan.
“Faktor kemanusiaan. Artinya, beliau sudah sepuh. Ya faktor kemanusiaan. Termasuk kondisi kesehatan,” kata Jokowi, Jumat (18/1/2019).
Jokowi menyebut keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan yang panjang, termasuk mempertimbangkan sisi keamanan dan kesehatan Ba’asyir. Dia menyebut pembahasan tentang pembebasan Ba’asyir sudah dilakukan sejak awal 2018 melalui pertimbangan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menko Polhukam Wiranto, dan pakar hukum Yusril Ihza Mahendra. Namun Jokowi tidak menyebutkan mekanisme apa yang diambil untuk membebaskan Ba’asyir.
“Ini pertimbangan yang panjang, pertimbangan sisi keamanan dengan Kapolri, pakar, dan terakhir dengan Pak Yusril,” katanya.
Sedangkan sebelumnya, Yusril menyatakan Ba’asyir akan bebas pekan depan dan telah disetujui Jokowi. Namun Yusril tidak menyebutkan Ba’asyir akan bebas melalui mekanisme apa.
Menilik ke belakang, Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang yang digelar pada Juni 2011. Dia dinyatakan terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer kelompok teroris yang mengadakan latihan bersenjata di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Keputusan ini bisa jadi salah satu manuver untuk meningkatkan elektabilitas pertahana karna seperti yang kita ketahui bahwa meski telah mengandeng pentolan NU yaitu KH. Ma’ruf Amin tapi tetap tidak mendapat respon positif terutama dari kaum muslimin khususnya alumni 212.
Umat Islam sudah pintar, tidak lagi terbius pencitraan, demi pencitraan, dan sudah paham bahwa keputusan pembebasan ustadz ABB ada muatan politiknya.
Karena faktanya ini adalah haknya ustadz untuk bisa bebas.
Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim dan kuasa hukum Ustaz Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta, mengatakan pada tanggal 23 Desember 2018 Ustaz Baasyir sebenarnya berhak atas pelepasan bersyarat karena telah menjalani 2/3 masa hukuman dan mendapat banyak remisi. Dan selama ini dia sering dapat remisi misalnya tanggal 17 Agustus dan Idul Fitri.
Inilah demokrasi semua menghalalkan segala demi meraih kekuasaan, bahkan tak malu menjilat ludah sendiri dengan berbagai alibi.
Timbul dugaan di masyarakat wacana ini sebagai pengalihan isu kasus pembebasan Tantular maling berdasi, dan meredam kritik terhadap pembebasannya, serta lolosnya remisi 77 bulan Tantular yang berbuah pembebasannya. Serta pemberian grasi pada otak pembunuhan wartawan diBali.
Sikap ini menunjukkan bahwa rezim ini tak punya komitmen terhadap penegakan hukum, hukum tajam kebawah dan tumpul keatas. Apalagi jika yang menjadi pelaku umat Islam maka prosesnya instan langsung dikenai sanksi hukum.
Umat Islam selalu dipojokkan apalagi kasus teroris penangannya sungguh cepat, langsung ditemukan alat bukti, saksi, jadi terdakwa dan divonis penjara atau tembak ditempat, berbeda jika pelakunya non muslim seperti OPM di Papua meski telah jelas-jelas menimbulkan teror tak pernah disebut teroris hanya kelompok bersenjata saja.
Isu terorisme untuk pertama kalinya dibahas khusus dalam debat capres, Kamis (17/01). Pengamat memprediksi Joko Widodo akan memaparkan program antiteror yang dijalankan selama empat tahun terakhir. Adapun Prabowo Subianto yakin ‘perbaikan ekonomi’ adalah kunci pemberantasan terorisme.
Sebagai petahana, dalam berbagai kesempatan Jokowi menyebut beberapa ideologi kini mengancam persatuan dan keamanan negara karena bertentangan dengan Pancasila.
Salah satu yang menjadi korban adalah HTI yang dibubarkan paksa atau di cabut BHP nua setelah presiden meneken Perppu untuk mengubah UU @7/2013 tentang ormas.
Namun juru bicara Prabowo-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menganggap pemicu utama terorisme adalah ketimpangan ekonomi di antara masyarakat Indonesia.
Menurunya, tanpa pemerataan taraf hidup, program apapun tak akan berhasil meredam munculnya terorisme.
“Penyelesaian kasus tidak cukup dengan penegakan hukum, tapi juga dengan perbaikan ekonomi. Jika rakyat tidak miskin, mereka tidak mudah terpengaruh ideologi radikal,” ujar Andre.
Menurut data kepolisian, sejak 2015 jumlah pelaku teror yang ditangkap meningkat setiap tahun. Pada 2018, penangkapan dilakukan terhadap 396 orang.
Berturut-turut pada tahun sebelumnya, pelaku teror yang ditangkap polisi berjumlah 172 orang pada 2017, 163 orang (2016), dan 73 orang (2015).
Selama empat tahun terakhir pula, pemerintah menjalankan pendekatan lunak melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Program yang mereka klaim berjalan, antara lain pemberdayaan anak-anak pelaku teror.
Menurut Ridwan, dalam debat capres, Prabowo harus menjelaskan perbedaan cara penanganan kasus teror. “Prabowo lebih banyak hard atau soft approach? Ada kompromi atau tidak?” ujarnya.
Membandingkan cara Presiden Filipina Rodrigo Duterte menangani perdanganan ilegal narkotik yang berbeda dengan era pemerintahan sebelumnya, Ridwan menyebut solusi atas persoalan sangat bergantung pimpinan negara.
“Walau undang-undang dibuat bersama DPR, eksekutor di lapangan tetap pemerintah. Sangat menentukan bagaimana pendekatan masing-masing calon menghadapi isu teror ini,” ujarnya.
Jika saja pemerintah serius menangani kasus terorisme ini maka tak akan ada lagi berita terorisme yang digoreng setiap tahun, selalu muncul saat ada kejadian atau kasus besar di negri ini seperti sebuah kebetulan.
Masyarakat sudah bosan dengan janji ini dan itu apalagi dari orang sudah sudah berulang kali berjanji tapi tak ada yang ditepati, tapi masih punya nyali berjanji manis lagi.
Tak perlu memberi harapan palsu kalau pada akhirnya tidak bisa merealisasikannya, bahkan mengingkari.
Sungguh tanda orang munafik itu ada tiga, ingkar ketika berjanji, dusta saat bicara, dan khianat bila diberi kepercayaan wallahu a’lam.