Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
[ Pengasuh grup Online Obrolan Wanita Islamis (BROWNIS) ]
#MuslimahTimes –– Sebagai Buffer City (kota penyanggah) dari Provinsi Surabaya, tentu Sidoarjo menawarkan banyak kemudahan bagi para urban lokal dan internasional. Dan yang kemudian memunculkan persoalan baru adalah salah satunya masalah kemacetan yang sudah pada batas toleransi. Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain di beberapa wilayah sudah tidak bisa lagi diakses dengan lancar. Sebut saja wilayah Waru, Sedati, Sidoarjo kota, Sepanjang, Taman dan lainnya.
Meskipun sarana dan prasarana transportasi terus dibangun guna meningkatkan daya akses masyarakat maupun mempermudah akses investor yang ingin mempersiapkan investasi / penanaman modal di Sidoarjo. Namun justru inilah yang menjadi pangkal permasalahannya. Hingga dalam beberapa tahun terakhir kemacetan di Sidoarjo sudah menyebar di berbagai sudut. Kepadatan arus lalu lintas bukan hanya terjadi di jalan-jalan protokol saja, tapi juga di jalur antar kecamatan, bahkan di jalan-jalan di kawasan permukiman penduduk.(Surya.co.id,11/12/2018)
Dari evaluasi yang dilakukan oleh ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan, kemacetan di Sidoarjo disebabkan dua hal. Pertama karena penambahan volume kendaraan yang setiap tahun jumlahnya terus naik. Penyebab kedua adalah perubahan kawasan. Semakin banyak lahan yang peruntukannya berubah. Seperti area yang sebelumnya hanya tanah kosong, sudah banyak menjadi perumahan. Tentunya, ada penambahan jalan baru dalam perubahan itu. Jalan yang lama, semakin tak mampu menampung banyaknya kendaraan.
Macet akan terus menimbulkan ekses yang lebih parah lagi, mulai dari meningkatnya kecelakaan, tarif transportasi umum makin mahal, rawan kisruh antar pelaku moda transportasi konvensional dengan online dan angka kriminalitas yang makin tinggi. Karena kemacetan merupakan akibat dari orientasi cara pandang penguasa terhadap pembangunan bagi masyarakat yang berlandaskan kepada cara pandang liberalisme dan kapitalisme. Yang mana keduanya adalah sistem aturan masyarakat yang tidak shahih. Landasan setiap kali mengambil keputusan hanyalah manfaat yang diambil oleh sebagian pihak yang berkuasa, baik secara wewenang maupun modal terhadap masyarakat yang lemah dan tidak berpengetahuan. Bukan berupa pelayanan sebagaimana yang sebagaimana seharusnya diberikan negara terhadap rakyatnya. Dan selama negara tunduk kepada liberalisme dan kapitalisme, selamanya pula tidak akan pernah menghasilkan solusi yang hakiki.
Islam memandang persoalan ini lebih kepada solusi yang menyeluruh, terintegrasi antar elemen dan dimensi. Maka soal kemacetan tentu harus diselesaikan juga dari sisi politisnya. Yakni soal bagaimana pengaturan regulasi ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan dan sebagainya. Islam tentu tidak akan memihak kepada regulasi yang menguntungkan para konglomerat serakah dengan menyuburkan praktik riba dalam berbagai transaksi muamalah. Negara akan memperbaiki layanan transportasi publik dengan meniadakan tarif mahal, armada yang tidak layak dan sering kecelakaan, rute yang tidak representatif sampai ancaman kriminalitas yang mengintai para pengguna. Karena alasan inilah yang membuat orang lebih memilih kendaraan pribadi. Lebih aman dan murah.
Kemudian akan memperbaiki infrastruktur jalan yang rusak bukan dengan perbaikan yang tambal sulam. Negara akan mengedukasi masyarakat secara masif dan sistemik tentang budaya tertib berlalu lintas. Demikian pula pengembangan dan inovasi teknologi terkait sarana dan prasarana transportasi berikut SDMnya akan terus dilakukan. Sekali lagi, solusi ini tidak mungkin terwujud jika urusan diserahkan kepada pihak swasta ( kapitalis/pemodal). Yang hanya berorientasi pada perolehan profit bukan pelayanan kepada rakyat sebagaimana yang diperintahkan syara kepada seorang pemimpin muslim.
Yang terpenting adalah pembangunan yang merata dan ketersediaan lapangan kerja di setiap wilayah akan menghindari konsentrasi warga negara pada satu wilayah tertentu, serta dapat mengatasi urbanisasi dari desa ke kota yang berlebihan. Dan dapat meminimalisasi persoalan masyarakat termasuk kemacetan. Oleh karena itu, kita membutuhkan pemimpin negara yang mampu mewujudkan ini menjadi realitas. Bukan sekedar janji. Yang menunjukkan kualitas dirinya memang layak mengemban kepemimpinan sebagaimana yang sudah Allah tegaskan dalam hadis Rasulullah saw bahwa imam( khalifah/pemimpin ) adalah junnah( perisai).
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Wallahu a’ lam biashowab.