Oleh :Shita Ummu Bisyarah
#MuslimahTimes — Setiap tanggal 25 Januari kita memperingati Hari Gizi Nasional (HGN). Namun setiap tahun angka kekurangan gizi semakin menjadi–jadi. Kekurangan gizi dapat didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita. Kondisi ini disebabkan kekurangan asupan gizi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari janin hingga anak 2 tahun. Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, 9 juta anak mengalami stunting yang tersebar di pedesaan maupun perkotaan (Kompas.com).
Data lain dari lembaga pangan dunia FAO (Food and Agriculture Organization), bahwa satu dari tiga anak Indonesia adalah pengidap kekurangan gizi akut (stunting) dan sekitar 20 juta jiwa terkategori rawan pangan.Diperkuat oleh data GHI-Global Hunger Index Indonesia yang dilansir lembaga International Food Policy Research Institute (IFPRI), bahwa kelaparan di Indonesia selama dua tahun terakhir naik ke level serius. Sementara penurunan proporsi balita penderita stunting dan gizi buruk bergerak sangat lambat.
Angka ini bukanlah angka yang sedikit, bahkan bisa dikatakan sangat miris karena ini terjadi di Indonesia yang notabenenya adalah negeri gemah ripah loh jinawi dimana Sumber Daya Alam (SDA) melimpah ruah, sinar matahari tak henti menyinari sepanjang tahun, sumber daya air bersih yang melimpah sekitar 21% total sumber air di wilayah Asia-Pasifik berada di wilayah Indonesia disertai ratusan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan cekungan, serta potensi alam Indonesia yang “katanya” kolam susu dimana tongkat dan batu saja bisa jadi tanaman, harusnya Indonesia bisa berdaulat pangan memenuhi kebutuhan per individu rakyat Indonesia. Namun faktanya justru malah sebaliknya, impor pangan besar-besaran mematikan petani Indonesia, puluhan juta jiwa tidak memiliki akses air bersih dan sanitasi yang baik. Wajar saja bila angka kekurangan gizi di Indonesia membludak. Rakyat miskin di negeri yang kaya. Padahal masalah kekurangan gizi memiliki dampak yang sangat luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tetapi juga terhadap pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan produktifitas optimal.
Fakta diatas menunjukkan bahwa rezim ini tak becus mengurusi urusan rakyatnya. Banyak ditunggangi kepentingan para kapitalis yang membuat pemerintah membebek pada majikannya, bukan lagi mengurusi urusan rakyat. Padahal Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “..Imam (Khalifah) raa’in (pengurusrakyat) dan diabertanggungjawabterhadaprakyatnya”(HR Ahmad, Bukhari).
Kehadiran pemerintah adalah sebagai pengurus setiap individu rakyatnya, dia berrtanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat, bukan rakyat secara global, mengatur distribusi sumber daya milik rakyat kepada rakyat, baik masalah sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dll.
Islam memandang bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan pokok yang wajib untuk dipenuhi oleh negara. Dalam majalah Dialog yang diterbitkan Pustaka Istac tentang Akhlak Islam vs Akhlak Kapitalisme disebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk pangan, adalah sebagai sarana dasar perbaikan akhlak Islam. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok makanan menyebabkan orang tidak memiliki alasan untuk melanggar hukum seperti mencuri, menjambret, dan berbagai kriminalitas lainnya. Dengan kata lain, jaminan pemenuhan pangan akan mendorong akhla kamanah terhadap pemilikan harta.
Peradaban Islam dalam naungan khilafah telah membuktikan kesuksesannya dalam memenuhi gizi setiap warga negaranya selama kurang lebih 13 Abad yang merupakan puncak peradaban yang mulia. Tak asing dalam benak kita kisah heroik Amirul Mukminin “Umar bin Khattab ra” yang berjalan menyusuri rumah ke rumah warga negaranya untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, hingga ketika ada 1 saja rakyat yang kelaparan beliau langsung memikul gandum dengan tangannya sendiri dari Baitul mal ke rumah orang tersebut. Sungguh tak ditemui pemimpin seperti beliau di sisten demokrasi kapitalis ini. Begitu pula pengayoman khalifah-khalifah selanjutnya ketika luas wilayah daulah hingga menaungi dua per tiga dunia produksi pangan berlimpah dan memenuhi kebutuhan semua populasi. Hal ini digambarkan oleh sejarawan Barat Cowell, dalam catatannya, bahwa keterampilan Muslim Spanyol dalam irigasi dan terasering, menghasilkan produktivitas pertanian jauh di luar kecerdasan. Tidak hanya itu, kebutuhan air bersih, rumah dan penerangan terpenuhi dengan begitu mengagumkan. MasyaAllah betapa indah bila negeri ini diatur dengan aturan yang datang dari sang pencipta, yakni Allah SWT.
=====================
Sumber Foto : BBC