Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Anggota Revowriter Sidoarjo
MuslimahTimes—Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengucapkan selamat tahun baru Imlek bagi warga yang merayakan. Ia berdoa agar tahun baru ini membawa keberkahan dan kesuksesan. Ucapan itu beliau ucapkan se usai berkunjung ke Vihara Dharma Bakti, Glodok, Jakarta Barat, Selasa (Detiknews,5/2/2019).
Perayaan Imlek tahun ini jatuh pada tanggal 5 Februari 2019. Dunia ikut merayakannya. Tak beda mereka muslim atau bukan. Mereka latah mewabah merayakannya. Berbagai pernak-pernik Imlek menghiasi media, baik televisi maupun cetak, aplikasi media sosial, penampilan para pesohor dunia berikut negeri ini dan berbagai pusat perbelanjaan.
Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal kelima belas. Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun” (Wikipedia). Pengucapan Gong Xi Fa Cai, yang secara sederhana berarti “Selamat dan Semoga Sejahtera”, juga biasa dilakukan pada Tahun Baru Imlek sebagai kalimat pengharapan untuk tahun selanjutnya.
Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
//Tasyabuh Haram dalam Islam//
Dalam rangka toleransi, rasanya kaum muslimin sudah kebablasan. Karena jelas, secara definisi dan teknis, Imlek adalah hari raya agama selain Islam. Haram hukumnya jika kita yang mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya masih berani melanggarnya. Karena jelas bagaimana Rasulullah memberikan teladan bagaimana kita, kaum muslim harus menyikapinya . Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad ).
//Sistem Sekuler Liberalisme Kufur//
Benarlah kiranya sabda Rasulullah bahwa kelak kaum muslimin akan begitu mudah mengikuti apa yang disodorkan kaum kuffar. Mulai dari gaya hidup hingga arah pandang terhadap kehidupan. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Tanpa ragu dan tanpa ilmu. Kaum muslimin akhirnya terjebak dalam ide kufur yang menyeret ke dalam murkaNya, naudzubillah. Tersebab yang demikian karena penguasa pun sebagai pioner yang seharusnya menjadi penjaga utama akidah malah turut arus kebebasan ini, bisa jadi karena termakan jargon usang bin sesat bahwa penguasa yang mampu mengayomi umat adalah mereka yang mampu blusukan ke tempat-tempat ibadah agama lain bahkan ikut merayakannya. Atau memang mereka sudah lemah iman akibat racun sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan.
//Islam Menegakkan Toleransi Hakiki//
Jelas kita butuh pemimpin yang menerapkan syariat Allah secara menyeluruh. Karena memang untuk itulah mereka dipilih. Karena kemusliman mereka mendatangkan konsekuensi yang tak boleh ditawar. Kepemimpinan mereka akan dimintai pertanggung jawaban Allah kelak di Yaumil Hisab.
Pemimpin dalam Islam adalah mereka yang mampu mengemban amanah langit. Bukan sekedar pencitraan. Namun yang berusaha menciptakan toleransi hakiki melalui kesejahteraan hakiki, tak beda antara muslim dan non muslim. Mereka semua sepanjang bersedia menjadi warga negara daulah akan diurusi secara maksimal. Lahir dan batin. Sehingga tampaklah kemuliaan Islam di atas agama-agama yang lain. Wallahu a’lam biashowab.