Oleh: Binti Muzayyanah
Saat ini kehidupan masyarakat muslim tidak jauh berbeda dengan masyarakat non muslim. Perekonomian mereka diatur ala kapitalis dengan menggunakan sistem ribawi.
Pemerintahan mereka diatur dengan menggunakan sistem demokrasi. Pengelolaan sumber daya alam mereka kebanyakan dikuasai asing aseng yang pastinya tidak menggunakan prinsip Islam. Kaum muslimin masih tersekat-sekat dalam negara-negara bangsa di atas prinsip Nasionalisme. Inilah potret dunia Islam hari ini. Masih berkubang dalam sistem yang datang bukan dari Allah SWT.
Memang tidak dipungkiri, akhir-akhir ini telah nampak adanya kesadaran kaum muslimin untuk menyongsong perubahan ke arah Islam. Di Indonesia misalnya, pakaian muslimah sesuai syariat Islam sudah tidak asing lagi. Bahkan bisa dikatakan sudah menjadi trend fashion. Lembaga keuangan seperti perbankan syariah semakin banyak.
Transaksi-transaksi sesuai syariah juga mulai ditawarkan, meski masih pada kalangan terbatas. Kajian-kajian Islam juga mudah ditemukan. Munculnya komunitas artis hijrah mengilhami banyak orang yang bukan artis untuk menempuh jalan hijrah pula.
Namun, mengapa kaum muslimin masih mengambil sistem hidup selain Islam?
Sesungguhnya dalam sejarah kehidupan kaum muslimin, mereka senantiasa menerapkan sistem kehidupan Islam. Sejak pertama kali Rasulullah membangun peradaban Islam di Madinah hingga kekhilafahan Utsmani yang terakhir, hukum-hukum Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan kaum muslimin. Tidak kurang dari 13 abad, yaitu sejak abad ke 7 M hingga abad ke 20 M kaum muslimin hidup dalam sistem Islam. Hingga musibah besar menimpa kaum muslimin yaitu runtuhnya khilafah Turki Utsmani yang merupakan Khilafah Islam melalui pengkhianatan Mustafa Kemal Pasha, si antek Inggris dengan tuannya. Sejak itu, yaitu tahun 1923 M hilanglah institusi penegak syariat Islam. Sehingga kaum muslimin tak lagi hidup dalam sistem Islam sejak saat itu.
Upaya orang-orang kafir Barat menghancurkan khilafah Islam sungguh bukan proses yang singkat dan mudah. Mereka mengerahkan upaya yang serius dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Hingga akhirnya upaya mereka memperoleh hasil, karena kondisi kaum muslimin yang lemah saat itu. Bahkan penguasa kafir Barat tidak cukup puas dengan runtuhnya khilafah. Mereka terus melakukan upaya sistematis untuk mengabadikan lenyapnya khilafah Islamiyah dan kelemahan kaum muslimin dalam pemahaman Islam.
Mereka merancang kurikulum pendidikan bagi anak-anak kaum muslimin berdasarkan asas pemikiran Barat. Bahkan pemahaman kaum muslimin tentang Islampun mereka arahkan agar sesuai dengan prinsip-prinsip Barat. Maka tidak aneh kita dapati saat ini sebagian kaum muslimin memahami Islam sebagaimana Barat memahami agamanya. Paham pluralisme mereka hembuskan ke benak kaum muslimin melalui berbagai jalur, terutama lewat kurikulum pendidikan.
Sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah digambarkan sebagai sebuah sistem pemerintahan yang buruk. Khalifah digambarkan sebagai sosok yang otoriter, diktator, karena memegang kekuasaan yang sangat besar. Tidak ada pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Sebagai gantinya mereka memasukkan sistem demokrasi yang digambarkan sebagai sistem pemerintahan terbaik. Maka tidak heran jika hari ini kaum muslimin hanya mengenal sistem demokrasi dalam urusan pemerintahan dan asing dengan sistem khilafah. Bahkan sistem khilafah digambarkan sebagai sistem yang berbahaya, yang akan mengoyak persatuan bangsa, merusak tatanan kehidupan yang damai. Sehingga sistem yang sejatinya baik, warisan Rasulullah Saw. bagi kaum muslimin, diposisikan sebagai musuh. Dan para pejuangnya diberi predikat teroris. Inilah upaya Barat untuk membentuk pemikiran kaum muslimin. Upaya ini dilakukan terus menerus hingga hari ini. Barat selalu memastikan kaum muslimin berkiblat kepada Barat dalam semua aspek.
Di antara usaha Barat untuk tetap mencengkeram negeri-negeri muslim adalah melalui pemberian beasiswa. Generasi muda anak-anak kaum muslimin diundang, difasilitasi untuk belajar di berbagai Universitas di Barat. Tidak hanya untuk belajar sience dan teknologi, tapi mereka juga belajar ilmu-ilmu sosial yang notabene bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Alhasil, setelah lulus dari menempuh pendidikan di Barat anak-anak kaum muslimin ini terpapar sistem Barat yang rusak dan merusak. Kembali ke negeri-negeri mereka, menduduki posisi strategis, mengatur urusan negaranya dengan sistem Barat. Inilah penjajahan Barat atas negeri-negeri kaum muslimin.
Melalui jalur non formal, pemikiran Barat masuk ke negeri-negeri kaum muslimin melalui berbagai sarana. Lagu, film, bacaan, permainan dan lain sebagainya turut mempercepat masuknya pemikiran-pemikiran Barat tersebut. Sebagian besar negeri-negeri kaum muslimin hari ini memang tidak dalam kondisi diperangi Barat secara fisik. Namun sebenarnya Barat terus menerus menggempur kaum muslimin dengan pemikiran dan gaya hidup rusaknya. Perang pemikiran, itulah yang terjadi hari ini.
Pemikiran-pemikiran rusak ala Barat dikemas sedemikian indahnya, sehingga kaum muslimin yang lemah dalam memahami Islam dapat terpedaya. Demokrasi misalnya. Para penjaja pemikiran Barat tidak menjajakan demokrasi apa adanya. Bahwa demokrasi ini asasnya sekulerisme. Sehingga tidak ada tempat untuk hukum-hukum Islam. Peran Allah sebagai pembuat aturan diambil alih oleh manusia. Dan itu adalah suatu kemusyrikan dalam pandangan Islam. Karena manusia dianggap lebih berhak menentukan benar dan salah. Sementara benar-salah menurut ketetapan Allah tidak dipakai manakala tidak sama dengan suara mayoritas. Barat menampilkan demokrasi dengan musyawarah, sehingga seolah-olah demokrasi itu sejalan dengan Islam.
Begitu juga dengan nasionalisme. Jika nasionalisme dimaknai sebagai cinta tanah air, sehingga dirkspresikan wujud kecintaan ini dengan berpartisipasi dalam menciptakan kebaikan bagi bangsa dan negaranya. Maka ini tentu tidak masalah karena Islam sendiri memang mendorong setiap muslim untuk menjaga wilayahnya dari setiap ancaman. Namun faktanya, bercokolnya nasionalisme ala barat tidak sekedar cinta dan menjaga tanah air. Nasionalisme juga telah menghalangi kaum muslimin untuk menolong saudara muslimnya yang tidak satu bangsa. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam. Sebab Islam menetapkan bahwa kaum muslimin itu bersaudara. Kaum muslimin bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, yang lain ikut merasakan sakit pula. Sehingga tolong menolong terhadap urusan kaum muslimin merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Demikianlah Barat telah menjadikan pemikiran rusak mereka yang sejatinya bersifat racun, nampak indah di mata kaum muslimin. Racun itu dibalut dengan madu. Sehingga racun tersembunyi, dan yang tampak adalah madu. Maka adalah tugas para pengemban dakwah yang mampu melihat isi dibalik bungkusan indah tersebut, membongkar tipu daya Barat ini. Sehingga kaum muslimin sadar dengan sistem rusak yang saat ini masih dipakai, pemikiran rusak yang masih diemban, untuk kemudian dibuang, diganti dengan sistem Islam yang merupakan warisan Rasulullah Saw. yang berasal dari Allah Swt., Dzat Yang Maha Mencipta dan Maha Mengatur. Niscaya predikat kaum muslimin sebagai umat terbaik akan segera kembali disandang. Wallahu a’lam[]