(Khaira Ummu Hanif, Cimalaka – Sumedang)
Kesadaran masyarakat akan perubahan semakin tampak nyata.Munculnya tagar-tagar tertentu yang meramaikan jagat dunia maya menjelang pilpres menjadi salah satu indikasinya. Mulai dari #GantiPresiden, hingga kini viral #UninstallJokowi. Ini pertanda masyarakat sudah mulai jengah dengan kepemimpinan rezim yang berkuasa saat ini. Janji tanpa bukti, utang negara yang semakin membengkak, juga kebijakan-kebijakan yang cenderung menyengsarakan rakyat melatarbelakangi munculnya tagar tersebut.
Senada dengan #GantiPresiden, #UninstallJokowi menunjukkan harapan masyarakat akan terpilihnya pemimpin baru melalui pemilu nanti. Pemimpin baru ini diharapkan mampu melakukan perubahan dan memperbaiki kondisi di negeri ini. Pertanyaannya, apakah cukup mengharapkan perubahan dengan hanya bertumpu pada pergantian pemimpin saja? Berapa kali negeri ini berganti pemimpin? Adakah perbaikan yang berarti?
Krisis ekonomi yang tak kunjung teratasi, utang negara yang tak kunjung terlunasi, kesejahteraan rakyat yang terus-menerus dipertanyakan, infrastruktur terus dibangun namun pajak kian mencekik, seakan lagu lama yang tak pernah usai. Ini menandakan permasalahan negeri ini tak pernah terselesaikan, tak kunjung temui solusi. Pemimpin terus berganti tiap 5 tahun sekali, namun tiada perbaikan yang berarti, tiada perubahan yang mendasar.
Perlu dipahami bahwa yang menjadi akar segala permasalahan di negeri ini adalah diterapkannya sistem demokrasi, sistem warisan penjajah yang lahir dari sejarah kelam perseteruan antara kaum gerejawan dan para cendekiawan saat itu. Ia tegak atas asas ideologi sekuler, di mana pengaturan agama dijauhkan dari kehidupan. Dalam sistem demokrasi, kedaulatan di tangan rakyat. Sehingga manusialah yang berhak menentukan hukum, menetapkan halal haram berdasarkan suara mayoritas, dan membuat aturan hidup berdasarkan hawa nafsunya. Alhasil, kerusakan di mana-mana. Bencana dan berbagai masalah melanda sebab tiadanya keberkahan. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas sebab aturan buatan manusia sarat akan kepentingan. Penjarahan kekayaan alam tak kunjung usai sebab demokrasi legalkan campur tangan asing dalam negeri sehingga hak-hak rakyat terampas. Ini menandakan betapa bobroknya sistem ini yang menjadi biang keladi setiap permasalahan negeri.
Karenanya, untuk memperbaiki kondisi negeri ini tak cukup hanya dengan bergantinya pemimpin. Melainkan harus ada perubahan mendasar yaitu dengan berganti ideologi dan sistem kepemimpinan dengan ideologi Islam dan sistem kepemimpinan Islam, yakni Khilafah. Islam yang oleh mayoritas masyarakat dipahami hanya sebatas agama spiritual, sejatinya adalah sebuah ideologi. Di mana dari aqidah Islam tersebut terpancar seperangkat aturan kehidupan yang berasal dari Allah Sang Pencipta segala sesuatu, sebaik-baiknya pengatur. Dalam sistem Islam, Allah yang Maha Adil-lah satu-satunya yang berhak menentukan hukum.
Indonesia bahkan seluruh dunia ini adalah ciptaan Allah. Manusia dan kehidupan inipun adalah makhluk-Nya. Sudah semestinya urusan setiap makhluk berjalan berdasarkan aturan penciptanya agar tetap dalam kondisi baik. Sebagaimana firman Allah: “Apakah hukum jahiliyyahkah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin (akan kebenaran agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah: 50)
Jadi, #UninstallJokowi saja tak cukup untuk Indonesia yang lebih baik. #GantiPresiden bukan solusi tuntas atas segala permasalahan negeri ini jika tanpa diiringi dengan perubahan sistem. Hanya dengan penerapan Islam kaaffah dalam bingkai Khilafah-lah yang akan menjadikan negeri ini baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, sehingga keberkahan dari langit dan bumi tercurah atasnya. Adalah kewajiban kita sebagai muslim untuk turut memperjuangkannya.