Oleh: Tari Ummu Hamzah
MuslimahTimes— Sebagai bagian dari bangsa Melayu, sudah sewajarnya kita memahami sastra Melayu itu sendiri. Kita tahu bahwa tokoh sastra Melayu yang paling masyhur adalah Buya Hamka. Novelis terkenal sejak era tahun 1930an ini karyanya menjadi maestro dan akan dikenang sepanjang masa. Novel yang berhasil melambungkan namanya adalah novel yang berjudul ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck’. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah salah satu novel legendaris karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Novel yang pertama kalinya terbit pada tahun 1939 ini menceritakan mengenai persoalan adat yang berlaku di Minangkabau serta perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih sampai berakhir dengan kematian.
Bisa dibilang novel ini berkisah tentang kasih tak sampai antara Zainudin, seorang pemuda campuran dari suku Minang dan Bugis, dan Hayati seorang gadis Minangkabau yang terlahir dari keluarga kepala suku Minang. Hubungan mereka tak mendapatkan restu lantaran perbedaan adat dan suku.
Novel percintaan ini rupanya mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. Hingga sekarang ini novelnya juga selalu mengalami proses cetak ulang serta pernah menjadi bacaan wajib untuk pelajar Indonesia. Sebab gaya bahasa yang digunakan kental akan sastra melayu. Bahkan pada tahun 2013, novel ini sudah diangkat di layar lebar dengan judul yang sama, dan antusiasme masyarakat akan film ini begitu luar biasa.
Karya sastra novel tentang romansa cinta picisan berikutnya adalah ‘Dilan’. Karya Pidi baiq. Novel yang diterbitkan tahun 2015 ini berhasil mendapatkan hati para penikmat novel. Ditambah lagi novel ini telah naik ke layar lebar dengan judul yang sama ditahun 2018 , dan di tahun ini filmnya tayang kembali, dibuat sekuel yang sama dengan novelnya. Fakta menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap film ini begitu luar biasa. Sampai-sampai Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil memberikan dukungan terhadap karya sastra ini.
Dua novel di atas menunjukkan bahwa, dari waktu ke waktu cerita cinta selalu mendapatkan tempat di hati para penikmatnya. Romansa cinta yang dibalut dengan kata-kata manis nan indah membuat para pembaca hanyut akan alur ceritanya. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa novel cinta semacam ini malah akan menyuburkan aktivitas pacaran.
Sebab pembaca terpengaruh isi bacaannya, maka bukan tak mungkin pembaca juga akan menirukan gaya percintaan roman picisan ini. Lalu adakah kisah cinta yang dibalut dengan Islam? Tentu ada. Penikmat novel romansa pasti mengenal karya Habiburahman El Sirazi. Novel ciptaannya berhasil menjadikan Islam sebagai pondasi kisah cinta, seperti ‘Ketika Cinta Bertasbih’, ‘Ayat-ayat Cinta’, ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’ Dll.
Habiburahman berhasil menghadirkan cinta tanpa ada pacaran ataupun rayuan sebelum terjadi pernikahan. Akan tetapi apakah novel ini tidak lantas menyuburkan aktivitas pacaran? Tentu tidak. Sebab fakta di sekitar saya sendiri bahwa banyak orang yang masih berprinsip akan pacaran. Dan belum bisa terpengaruh akan pemahaman yang dibawa novel-novel islami ini.
Lalu apa penyebabnya?
Ketika Islam hanya diambil kulit luarnya saja, tanpa menyentuh akar dari Islam itu sendiri maka umat akan menerima Islam hanyalah setengah-setengah saja. Pun demikian dengan beberapa novel-novel cinta yang bersyu’ur Islam karangan para penulis di tanah air. Di sini Islam hanya sebagai pembungkusnya saja, belum menyentuh akar dari Islam itu sendiri.
Ketika kita hendak menanamkan pemahaman akan pergaulan dalam Islam, maka hendaklah kita mulai dari sisi aqidah Islam terdahulu. Sebab dasar atau akar dari Islam adalah aqidah, yang darinya terpancar banyak syariat Islam. Salah satunya adalah sistem pergaulan dalam Islam. Mabda Islam inilah yang menjadi dasar akan sebuah cerita.
Maka dari itu sejatinya ideologi Islam tidak bisa dilepaskan dari sisi kehidupan manapun. Bahkan karya sastra sekalipun membutuhkan ideologi Islam yang disajikan apik dalam indahnya sebuah alur cerita. Sehingga dari cerita non fiksi sekalipun kita mengenal mabda Islam, yang akan memberikan pemahaman terhadap ummat.
[Mnh]