Oleh Vivie Dihardjo
MuslimahTimes–Penetapan hari perempuan melalui proses 100 tahun lebih hingga tiba pada 8 maret 2019. Dimulai pada 1908 oleh para pekerja pabrik garmen di New York untuk memperjuangkan hak berpendapat dan berpolitik, diinisiasi oleh partai sosialis, pada tahun 1913-1914 gerakan ini digunakan untuk menentang perang dunia. Tahun 1918 di Rusia para perempuan di berikan hak memilih oleh Tsar hingga secara resmi pada 1975 PBB menetapkan secara resmi 8 maret diperingati sebagai hari perempuan.
Perjuangan panjang perempuan itu jika dirangkum adalah perjuangan untuk mendapatkan hak-hak perempuan yang dirasa tidak diberikan secara adil di dunia yang dianggap beraroma maskulin ini. Teringat masa-masa jahilliyah sebelum Islam datang, perempuan dianggap sebagai barang yang tidak berharga.
Jika sampai hari ini masih perlu diperingati, artinya sampai saat ini kisah-kisah penindasan hak perempuan masih saja terus terjadi, entah sampai kapan bisa diakhiri. Kaum feminis masih berteriak perlunya memanusiakan perempuan, bukan memuliakannya, teriakan ini terus disampaikan hingga orang berfikir bahwa perempuan harus menyamai laki laki dalam segala hal, terjadi kontestasi tiada akhir antara perempuan dan laki-laki dalam segala lini.
Pikiran semacam ini terus dipupuk, bahkan banyak juga muslimah yang mengamininya. Pikiran seperti ini jelas berbenturan dengan nilai nilai Islam. Allah telah memutuskan persoalan laki laki dan perempuan dalam cara pandang yang realistis, logis dan sesuai fitrahnya.
//Islam memuliakan perempuan //
Islam memuliakan perempuan dengan memberinya peran yang sangat penting. Pertama, sebagai pengatur dalam rumah tangganya.
Kedua, sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Pengenalan aqidah paling dasar yakni iman kepada Allah di bawah tanggungjawab seorang ibu, bahkan sejak anak di dalam kandungan.
Ketiga, sebagai pencetak generasi terbaik (khoiru ummah). Seorang panglima terbaik berusia belia, Muhammad Al Fatih tidak lahir dari ibu yang merasa inferior, merasa tidak setara dengan laki-laki dan terus menuntut untuk disamakan, tetapi, lahir dari ibu tangguh, bervisi jauh ke depan, visi akhirat, yang memahami di tangannya tanggung jawab lahirnya generasi terbaik penopang peradaban mulia, Islam.
Islam menyamakan laki-laki dan perempuan dalam prinsip logika dan fitrah yang benar. Simaklah firman Allah berikut,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S An Nahl 97).
Dan membedakan kedua nya juga dalam prinsip logika dan fitrah yang benar. Allah berfirman dalam Q.S. Al Lail 1-4.
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda beda”
Apa yang telah Allah tetapkan tentu ada kebaikan di dalamnya, ada hakikat keadilan, yakni menyamakan hal hal yang seharusnya sama, dan membedakan hal hal yang seharusnya berbeda. Memaksakannya berarti adalah kezaliman.
Kewajiban bertakwa adalah sama bagi laki laki dan perempuan, dan balasan yang sama bagi mereka.
Hubungan laki laki dan perempuan dalam masyarakat islami berdiri di atas prinsip saling menyempurnakan bukan kontestasi dan saling mengalahkan. Masing-masing hadir dengan peran yang telah Allah tetapkan dan saling melengkapi, bersesuaian sesuai fitrah yang dikendaki akal sehat.
Feminisme sejatinya telah tertinggal jauh, karena Islam menghendaki kemuliaan terhadap perempuan bukan sekedar menerimanya sebagai manusia.
[Fz]