Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Anggota Revowriter Sidoarjo
MuslimahTimes—Sentani, Kabupaten Jayapura dilanda banjir bandang, sabtu, 16/03/2019. Bumi Cendrawasih berduka. Tanah pegunungan dan hutan hujan tropis yang penuh eksotika alam yang langka dan menjadi salah satu geopark dunia kini porak poranda tak luput dari bencana.
Jumlah korban bencana banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, hingga Minggu (17/3/2019) sore, terus bertambah menjadi 63 orang. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua Kombes Pol AM Kamal menyatakan, 17 jenazah telah berhasil teridentifikasi di RS Bhayangkara, Kota Jayapura dan 11 di antaranya sudah diserahkan kepada keluarga. Sementara proses identifikasi akan dilanjutkan hingga semua jenazah teridentifikasi. Polda Papua juga mencatat, bencana banjir bandang tersebut telah mengakibatkan korban luka sebanyak 43 orang dan kerugian material yang cukup banyak (KOMPAS.com, 17/03/2019).
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menjelaskan banjir diduga disebabkan oleh adanya longsor di bagian hulu yang materialnya menyumbat hingga membuat air meluap. Volume air yang terus bertambah akhirnya turun ke dataran bawah yang merupakan kawasan permukiman dengan kecepatan tinggi dan membawa material kayu, lumpur dan batu hingga menimbulkan banyak kerusakan fasilitas umum seperti jembatan dan jalan. Selain itu juga disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Dia menambahkan, banjir serupa pernah terjadi di Sentani pada 2007 (detikNews, 17/03/2019).
Ada banyak pelajaran dari peristiwa ini. Alam menunjukkan agar manusia mampu bersikap bijak untuk kemudian bisa merumuskan tindakan preventif agar bencana itu bisa meminimalisasi korban jiwa, baik manusia maupun material. Namun ternyata hal itu tidak terjadi, hingga kemudian bencana yang sama berulang di tahun 2019. Kedua adalah perenungan secara keimananan. Bahwa ini pasti ada hubungannya dengan adanya pelanggaran hak-hak Allah sebagai Pencipta alam semesta.
Sungguh ironi, Sentani yang terkenal karena SDAnya yang berlimpah. Bagian dari pulau Irian Jaya yang masih terjaga kelestarian hutannya. Menjadi suaka bagi populasi hewan dan tumbuhan langka tak mampu tegar menghadapi fenomena alam. Karenanya jelas bukan semata-mata karena peristiwa alam itu penyebabnya. Allah telah memperingatkan dalam Quran Surat Ar Ruum : 41 yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat), supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Allah hendak menjelaskan bahwa kerusakan di muka bumi yang sebenarnya tidak terbatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam, kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya. Namun ada kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata, padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan yang kasat mata. Disebabkan karena tangan-tangan manusia. Aturan manusia, yang tidak bersumber dari sumber yang shahih. Namun berasal dari hawa nafsu manusia yaitu sekulerisme yang melahirkan liberalisme dan kapitalisme. Dua arah pandang yang mengakibatkan kesengsaraan sepanjang sejarah hidup manusia.
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwa perbuatan syirik dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta”
Persoalan yang manakah itu? atau kemaksiatan yang manakah itu? masih lekat dalam ingatan bagaimana wacana saham Freeport telah diambil alih oleh Indonesia hampir-hampir menipu rakyat Indonesia. Semua pihak telah memviralkan bahwa Indonesia telah berdaulat. Nyatanya pengambil alihan itu dengan hutang , sehingga faktanya bak pepatah lepas dari mulut harimau masuk mulut buaya. Lebih mematikan lagi karena hutang negara tersebut berbasis riba. SDA akhirnya tak dinikmati sepenuhnya meskipun berlimpah. Hingga apa yang menjadi hak rakyat tidak terpenuhi, mereka tetap hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan keterlambatan pembangunan yang artinya tidak sejahtera. Padahal Freeport jika dikelola oleh negara, sebagaimana pengaturan dalam Islam berstatus kepemilikan umum. Tak kan ada peristiwa kelaparan, pemberontakan, separatisme, perang antar suku dan lain-lain.
Menjadi kewajiban bagi kita semua selama belum ada yang memperjuangkannya. Yaitu menjadikan negara Indonesia ini, termasuk Irian Jaya sebagai negeri Baldatun Toyyibattun wa rabbun ghofur yaitu negeri yang makmur adil dan sejahtera. Dan itu tidak bisa diwujudkan selama landasan berbuatnya bukan berasal dari Allah SWT sang Pencipta Bumi alam semesta dan seisinya. Telah terbukti, ketika negeri ini mengadopsi sekulerisme dan meninggalkan syariatNya( hukum-hukumnya) telah terjadi kerusakan. Dan Allah tidak ridha hingga menurunkan azabnya berupa bencana. Wallahu a’lam biashowab.
[Mnh]