Oleh: Arin RM, S.Si
(Freelance Author, Pegiat TSC)
MuslimahTimes–Miris, di tengah bergeliatnya suasana ujian sekolah saat ini, berita seputar aborsi di kalangan pelajar masih mewarnai time line pemberitaan. Kemudahan akses informasi secara online pun menjadi salah satu perantara untuk mendukung praktek aborsi. Salah satu kasus terjadi di Kabupaten Kulonprogo, DIY. Diberitakan bahwa sepasang pelajar di sebuah sekolah menengah kejuruan itu menggugurkan si jabang bayi saat sudah berumur lebih dari 7 bulan (regional.kompas.com, 05/03/2019).
Parahnya, kasus yang berkaitan dengan aborsi pun menyeret salah satu pensiunan tenaga medis yang baru-baru ini terungkap ke publik. Disebutkan bahwa aparat Polres Blitar Kota menggeledah rumah N (80) seorang pensiunan bidan warga Jalan Semeru, Kota Blita yang diduga membuka praktik aborsi. Di depan petugas, N mengaku sudah berulangkali membantu para wanita yang meminta isi kandungannya digugurkan (jatim.sindonews.com, 27/03/2019).
Fakta yang terungkap hanyalah pucuk dari fenomena gunung es. Sebabnya karena free sex telah menjadi gaya hidup yang akrab berdekatan dengan remaja saat ini. Mereka seolah tidak malu lagi jika harus menempuh jalur aborsi sebagai akibat kesalahan perbuatan sebelumnya. Di Indonesia, ada 2,3 juta orang yang melakukan aborsi tiap tahunnya dan 30% merupakan remaja. Bahkan angka kematian akibat aborsi lebih besar dibandingkan korban bencana alam (video.metrotvnews.com, 28/2/2016). Bahkan angka aborsi di level remaja ini semakin membesar. Mediaindonesia.com (12/10/2016), menuliskan headline “58% Remaja Hamil di Luar Nikah Berusaha Aborsi”
Tingkah seperti ini seolah mendapatkan pemakluman tatkala beberapa waktu lalu wacana legalisasi aborsi sempat mengemuka. Kemenkes mulai menyiapkan rumah sakit pendidikan untuk melakukan layanan aborsi yang aman. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari mengatakan pemerintah tengah mempersiapkan layanan aborsi aman yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.
Padahal aborsi sebenarnya dilarang oleh UU No.36/2009 tentang Kesehatan. Namun, larangan aborsi dikecualikan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma bagi korban. Peraturan Pemerintah No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur tentang usia kehamilan yang diperbolehkan melakukan aborsi. Penyelenggaraan pelayanan aborsi ini diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan.
Sejauh ini aborsi memberikan dampak mengerikan. Selain resiko kematian seperti informasi di atas, aborsi juga berisiko terhadap kesehatan fisik dan mental pelaku. Trauma psikologis pasca tindakan bila tidak disertai pengarahan dan pendampingan tepat tentu akan menjadi bumerang bagi eksistensi generasi berkualitas di masa mendatang. Jika berhasil selamat dari aborsi tidak menutup kemungkinan untuk mengulanginya lagi. Jika terus aborsi maka ancaman lost generation jelas menghantui.
Layanan aborsi aman justru berpeluang menjadi legalisasi bagi penganut kebebasan seksual. Mereka bebas memenuhi keliarannya dan jika hamil amat mudah menghilangkan kehamilan yang tidak diinginkan itu. Dari sini tampak bahwa penyediaan layanan aborsi aman kurang pas untuk menyelamatkan generasi dari aborsi. Selama berbagai macam hal yang menjadi penghantar terjadinya tindak aborsi tidak dihentikan, bahaya aborsi akan terus mengintai generasi.
Untuk itu, yang seharusnya diberantas secara tuntas adalah akar masalahnya, yakni sistem kehidupan kapitalisme sekular. Dengan sekularisme, remaja biasa hidup tanpa mengindahkan aturan Allah. Mereka ingin serba bebas, karena kebebasan memang dijamin sebagai hak dasar. Akibatnya kebebasan ini juga memberikan ruang bagi budaya hedonisme ala Barat untuk terus memapar mereka dengan segala macam konten pornografi dan pornoaksi.
Pada saat yang sama, pantauan keimanan mereka terbatas. Hanya dari orang tua atau sekolah saat mata pelajaran agama berlangsung. Di luar itu, generasi muda acap menghabiskan waktu mengikuti gaya hidup yang biasanya cenderung negatif. Terlebih negara pun juga hanya mengukur kualitas generasi dari nilai/prestasi sekolah. Bukan mendetaili hingga level sikap dan kepribadian. Dari sini maka penting sekali untuk menanamkan nilai-nilai Islam sebagai syarat utama menumbuhkan sikap imun (kebal) terhadap semua bentuk serangan kemaksiyatan. Dengan pembinaan akidah dan hukum-hukum Islam, diharapkan para remaja mampu mengatur perilakunya sehingga tidak terjerus pada pergaulan bebas.
Intaian arus aborsi ini juga dapat dilakukan dengan menyetop segala model rangsangan media porno atau aktivitas apa saja yang mengarah pada perzinahan. Perzinahan merupakan dosa besar dalam Islam, dan pelaku zina akan mendapatkan hukum rajam atau cambuk, sesuai dengan status pernikahan pelaku zina. Islam memiliki serangkaian aturan untuk mencegah zina sejak awal. Islam mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan seperti melarang mendekati zina, larangan khalwat (berdua-duaan tanpa mahram) dan ikhtilat (campur baur).
Upaya di atas memerlukan sinergi dari individu, kontrol masyarakat dan peran negara. Sehingga, meskipun sebelum usia 40 hari ada toleransi janin diaborsi, namun ada kontrol bersama, terutama dari level negara agar tidak membiarkan toleransi tersebut dijadikan pembenaran aborsi secara bebas. Islam menetapkan pembunuhan janin dikenakan diyat 10 ekor unta, yaitu 1/10 diyat pembunuhan orang dewasa. Rangkaian upaya pencegahan hingga sanksi tegas ini adalah wujud nyata, kontribusi ajaran Islam untuk menyelamatkan generasi dari intaian arus aborsi.
[Fz]