Oleh : Ifa Mufida
(Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Sosial)
MuslimahTimes–Bukankah seorang pemimpin adalah perisai bagi rakyatnya? Bukankah pemimpin juga adalah pelayan bagi rakyatnya? Namun nyatanya hal tersebut sudah menguap dalam benak pemimpin di negeri ini. Mereka lebih memilih menghabiskan dana untuk menjamu tamu IMF hingga hampir 1 triliun dibandingkan dengan menolong bangsa mereka yang sedang dilanda bencana. Pun juga mereka bisa menghabiskan dana APBD untuk acara yang tidak ada hubungannya dengan rakyat hingga 18 milyar, atas nama apel kebangsaan. Namun, untuk saudara mereka yang tertimpa musibah sentani hanya dibantu dengan 1 milyar saja.
Musibah Sentani pada 16/03/2019 lalu, tercatat 104 orang meninggal dunia, dimana 97 korban berasal dari Kabupaten Jayapura dan 7 korban lainnya di Kota Jayapura, serta 79 orang belum ditemukan hingga Rabu (20/3/2019) pagi (tirto.id). Di sisi lain, ahad (17/3) Ganjar menggelar Apel Kebangsaan di alun-alun Simpang Lima, Semarang. Dengan menggunakan APBD Rp 18 miliar, dia memerintahkan para kepala daerah untuk mengerahkan massa. Sejumlah artis top ibukota termasuk Group Band Slank dihadirkan. Acara itu pun, lebih banyak mengandung hura-hura bahkan tak sedikit yang mabuk-mabukan.
Aktivis kemanusiaan, Natalius Pigai prihatin di tengah kepiluan ini, justru uang negara miliaran rupiah dihambur-hamburkan untuk penyelenggaraan apel kebangsaan. “Nalar publik tercederai! Di saat musibah menimpa bangsa saya, tim Jokowi berpesta pora 18 miliar uang negara, uang rakyat kecil untuk sebuah acara musik yang dihadiri hanya 2 ribuan orang,” ujarnya, Senin (18/3).
Pigai pun membandingkan alokasi bantuan dana dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua senilai 1 Miliar untuk Rakyat Sentani.
Pernyataan salah satu aktivis kemanusiaan yang pernah menjadi komisioner Komnas HAM ini memang menggambarkan fakta saat ini. Meski apel kebangsaan ini menuai protes, namun nyatanya tetap dijalankan dan wajar jika menuai perhatian publik.
Wajar, jika nalar publik tercederai. Sungguh ironis perilaku pejabat negeri ini. Bukannya menggunakan anggaran keuangan negara untuk hal yang prioritas, justru dihamburkan untuk acara yang kurang bermanfaat.
Padahal negeri ini sedang dirundung berbagai problematika dan bersamaan dengan banyak musibah yang terjadi. Sebelumnya kita dibuat mengelus dada, ketika pemerintah menghabiskan uang 855,5 M untuk menjamu IMF. Di sisi lain negeri kita dilanda musibah di Palu dan Donggala yang belum tertangani secara tuntas. Dan sekarang, apel kebangsaan menghabiskan 18M ketika saudara di Papua terkena banjir bandang.
Padahal terjadinya banjir ini sendiri, banyak analisa akibat pembangunan hutan yang salah kaprah, akibat mudahnya perizinan bagi korporasi untuk mengelola lahan hutan. Akibatnya hutan yang seharusnya menjadi lahan penyerapan menjadi tidak mampu lagi dan berakibat terjadinya banjir. Lagi-lagi ini adalah akibat kelalaian dari kebijakan pemerintah. Namun, pada akhirnya rakyat harus menerima begitu saja perilaku pemimpin negeri ini.
Sebuah gambaran yang saat ini menjadi biasa dalam sistem demokrasi. Pemimpinnya sibuk untuk mempertahankan diri dalam kekuasaan, alias ingin lebih lama tinggal di istana. Namun, setengah hati untuk melayani rakyatnya. Hal ini jelas sangat jauh dengan sosok pemimpin dalam Islam. Yang menjadikan kekuasaan adalah amanah yang agung dari Allah, dan nanti akan dimintai pertanggjawaban di sisi-Nya.
Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).
Maka seorang pemimpin harusnya senantiasa memastikan bahwa setiap kebutuhan rakyatnya bisa terpenuhi dan menggunakan anggaran keuangan dari Baitul Mal sesuai dengan pos pengeluaran, untuk kesejahteraan umat. Selain itu, juga memastikan keselamatan dari rakyatnya, sebagaimana Umar Bin al Khatthab pernah berkata: “Seandainya ada seekor keledai yang masuk ke suatu lobang di tengah jalan kota Baghdad, maka aku akan bertanggungjawab karena akan ditanya oleh Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti.”
Terlihat sekali dalam kisah di atas bahwasanya Umar bin Khattab sangat memperhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia.
Dengan kekayaan alam yang berlimpah tentu ironi jika melihat kondisi negeri ini, dimana pemerintah justru tidak bisa menyejahterkan rakyatnya.
Dalam Islam kepemimpinan itu amanah, tidak saja menyangkut siapa orangnya tapi juga dengan apa ia akan memimpin. Karena setiap diri adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: “Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin”.
Demikianlah gambaran pemimpin dalam pemerintahan Islam, jauh berbeda dengan pemimpin rezim yang memimpin negeri kita saat ini bukan? Semoga Allah mengganti dengan pemimpin yang amanah dan mengatur sesuai dengan aturan-Nya, aamiin.
Wallahu a’lam bi Showab.
[Fz]