Oleh : Tin Latifah S.Pd
( pendidik, pemerhati ibu dan balita)
MuslimahTimes–Bagi sebuah bangsa dan negara, anak adalah generasi penerus masa depan. Anak pada masa depan adalah aset sumber daya manusia yang sangat berharga serta menentukan jatuh bangunnya sebuah bangsa.
Anak juga menjadi pewaris generasi yang akan datang. Sebagai bagian dari sumber daya tentu di harapkan memiliki kwalitas yang prima dan unggul.
Namun saat ini, kondisi anak-anak (balita) sebagai aset yang sangat berharga belum lepas dari berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan anak yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah masalah stunting (kekerdilan).
Di kabupaten Magetan adalah salah salah satu contoh daerah yang masih besar kasus stuntingnya. Berdasarkan data yang dihimpun Radar Magetan (14/03/2019 ), tahun ini balita yang mengalami stunting berjumlah 3.665 balita atau 10,3 persen.
Tahun lalu jumlahnya 12,4 persen. Kabid kesehatan masyarakat Dinkes kabupaten Magetan Imam Suwarno mengatakan problem stunting / kerdil karena rendahnya kwalitas gizi makanan ( faktor kemiskinan ) juga akses pelayanan terhadap kesehatan dan pola asuh kurang baik. ” Stunting di Magetan dominan karena kurangnya kwalitas gizi makanan warga ” ungkapnya.
Hal tersebut justru berbeda dengan data stunting dari Kementrian Kesehatan RI. Berdasarkan data riset kesehatan dasar ( riskesdas ) balita yang mengalami stunting di Magetan berjumlah 30.2 persen.
Berbagai daerah lain pun mengalami masalah yang sama dengan Magetan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kohar Heri Santoso (14/12/2018) mengatakan di Jawa Timur ada 26, 2 persen balita stunting, ini lebih bagus dari pada nasional 33,7 persen.
Kohar menambahkan di Jawa Timur ada 11 daerah yang angka stuntingnya tinggi, diantaranya : Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Sumenep, Nganjuk, Trenggalek, Probolinggo, Lamongan, Malang, Jember, dan Bondowoso.
Berdasarkan data yang dirilis UNICEF, Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan jumlah balita yang mengalami stunting dan merupakan salah satu negara dengan stunting tertinggi di Asia Tenggara dan bahkan lebih tinggi dari beberapa negara di Afrika.
Prabowo Subianto dalam pidato Kebangsaan yang berlangsung di JCC, Senayan, Jakarta (14/01/2019) menyoroti salah satunya adalah masalah bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting / gagal tumbuh karena kurang protein / kurang gizi.
Juga berdasarkan penelusuran katadata, prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 30,8 persen. Artinya 1 dari 3 balita mengalami stunting.
Miris, Indonesia nota bene yang di gadang – gadang akan mengalami kemajuan sebagaimana yang pernah di sampaikan Menteri PPN/ Bappenas Bambang Brojonegoro saat menjabat mengatakan ” Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2038 dan saat ini Indonesia tengah berupaya keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) ternyata memiliki kasus stunting di hampir seluruh wilayahnya.
//Penyebab Stunting//
Stunting / kekerdilan merupakan kondisi anak yang mengalami ” gagal tumbuh ” di banding anak lain pada rentang usia sama. Kondisi ini di sebabkan oleh kekurangan gizi kronis selama anak masih dalam kandungan sampai usia dua tahun.
Pada skala makro, menurut WHO penyebab stunting sangat kompleks karena melibatkan berbagai sektor di sebuah negara. Selain itu, stunting juga bisa menjadi indikator dari pertumbuhan ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, pertanian, dan sistem pangan sert kondisi lingkungan hidup di sebuah negara.
Kondisi ini akan terpengaruh terhadap kurangnya perawatan rumah tangga, makanan pendamping ASI yang kurang memadai, pemberian ASI kurang maksimal, dan terjadinya infeksi terhadap anak di sebuah negara.
Akibat stunting bisa sangat kompleks. Dalam jangka pendek, stunting berdampak pada penurunan kesehatan anak, menurunya tingkat kognitif, motorik, bahasa, dan meningkatkan anggaran kesehatan bagi keluarga maupun negara. Paling parah, stunting juga bisa berakibat pada kematian dini. Pada jangka panjang, stunting berdampak pada penurunan kwalitas remaja, kesehatan reproduksi, kecerdasan serta produktivitas kerja. Artinya, dalam konteks yang lebih luas stunting berdampak pada penurunan kwalitas generasi di masa mendatang. ( tirto.id)
//Pandangan Islam//
Dalam pandangan Islam, upaya mewujudkan generasi berkwalitas, kuat, sehat lahir dan batin, tumbuh dan berkembang optimal dengan salah satu indikatornya tidak mengalami stunting.
Allah SWT berfirman QS. An Nisa(4) ayat 9 yang artinya : “Dan hendaklah takut ( kepada Allah ) orang – orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatirkan terhadap ( kesejahteraanya).Oleh sebab itu, hendaknya mereka bertaqwa kepada Allh dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar “.
Dalam sebuah hadits Rosulullah SAW bersabda yang artinya : “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.Dan dalam masing -masing ada kebaikan.” (HR. Muslim)
Upaya menekan semaksimal mungkin angka stunting merupakan lahan amal sholih bagi kita semua. Setiap pihak berkewajiban melakukan langkah-langkah yang di perlukan, mulai dari orang tua / wali, keluarga, masyarakat dan pemerintah / negara sesuai porsi tanggung jawab masing-masing. Untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
Dari beberapa pemaparan dan data yang ada jelaslah bahwa faktor terbesar penyebab stunting adalah kemiskinan (problem ekonomi ).
Kita tidak bisa menutup mata bahwa ketika sistem ekonomi kapitalis diterapkan dan menguasai kehidupan manusia maka problem ekonomi yang menimpa manusia tidak kunjung usai.
Fakta menunjukan bahwa, problem utama ekonomi sesungguhnya adalah distribusi kekayaan. Melimpahnya jumlah alat pemuas kebutuhan dalam sebuah negara tidak serta merta bisa membuat semua orang tercukupi.
Kemiskinan akan tetap terjadi jika sebagian besar kekayaan itu dikuasai segelintir orang. Padahal kebutuhan primer manusia harus dipenuhi tiap – tiap orang.
Karena itu diperlukan sebuah sistem ekonomi yang mengatur distribusi kekayaan hingga kebutuhan tiap – tiap orang dapat terpenuhi. Sistem ekonomi kapitalis jelas tidak bisa diharapkan menjadi solusi. Alih – alih menjadi solusi, buruknya distribusi kekayaan yang selama ini terjadi justru disebabkan oleh kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalis yang hanya mengandalkan mekanisme pasar sebagai satu – satunya mekanisme distribusi kekayaan telah memunculkan sekelompok kecil orang yang menguasai sebagian besar aset ekonomi. Satu – satunya sistem ekonomi yang bisa diharapkan mengatasi problem ekonomi hanyalah sistem Islam.
Islam memang tidak mengharuskan persamaan dalam kepemilikan kekayaan, namun Islam juga tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan. Sebab, Islam memandang individu sebagai manusia yang harus dipenuhi kebutuhan – kebutuhan primernya secara menyeluruh.
Sebagai bukti, banyak sekali ayat al Qur’an dan Hadits yang memerintahkan manusia untuk menginfakkan harta dan memberi makan orang fakir, miskin, dan kekurangan, seperti dalam QS al- Hajj (22) : 28 ; al – Baqarah (2):177, 184; al – Insan (76) : 8.
Alquran menyatakan bahwa dalam setiap harta terdapat hak bagi orang miskin. Islam mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang – orang kaya, sementara kelompok lainnya tidak memperoleh bagian.
Penataan distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya dilakukan di ujung akibat, namun dalam keseluruhan sistemnya. Islam telah mencegah buruknya distribusi kekayaan mulai dari ketentuan kepemilikan. Islam misalnya, menetapkan sejumlah sumber daya alam sebagai milik umum seperti tambang yang depositnya melimpah ; sarana – sarana umum yang amat diperlukan dalam kehidupan ( air, padang rumput, api, dll ) ; dan harta – harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya ( sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll ).
Islam juga mewajibkan negara menyediakan pendidikan gratis tehadap warganya. Ketentuan ini memberikan kesempatan luas bagi kalangan miskin untuk mengubah keadaanya.
Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antar individu, negara juga wajib memecahkan dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat. Caranya dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang – orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan. Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan terwujud secara sempurna jika ada institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah yang menerapkan syariah secara total.
Waallah a’lam bi ash- shawab
[Fz]