Oleh : Yulida Hasanah
(Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat dan Penulis Lepas)
#MuslimahTimes — 18 April 2019, menjadi moment paling menyesakkan bagi dunia hiburan dalam negeri. Pasalnya, pada tanggal tersebut,sejumlah bioskop di Indonesia mulai memutar film Kucumbu Tubuh Indahku atau dikenal dengan KTI. Film yang disutradarai Garin Nugroho ini menayangkan sisi kehidupan seorang gay bernama Juno yang mengalami kekerasan sosial di tempat tinggalnya. Dibungkus dengan kisah tentang perjalanan penari Lengger Lanang di sebuah desa kecil di Jawa. Sebuah perjalanan tubuh yang membawa Juno menemukan keindahan tubuhnya (tirto.id)
Walaupun di satu sisi ingin mengangkat kembali salah satu budaya Indonesia yaitu tari Lengger , Lengger Lanang merupakan salah satu seni tari asal Banyumas yang terancam punah akibat tingginya sentimen negatif terhadap kelompok LGBT. Namun, dalam film tersebut, terlihat begitu vulgar dan sarat dengan promosi budaya liberal yang jelas tak sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama yang ada di negeri ini.
Maka, wajar jika masyarakatpun menggencarkan penolakan penayangan film KTI tersebut diputar di Indonesia. Mulai dari penandatanganan petisi ‘tolak penayangan Film LGBT dengan judul “Kucumbu Tubuh Indahku” hingga Sabtu (27/4/2019) telah mendapatkan dukungan 8.518 tandatangan (PORTAL-ISLAM.ID).
Penolakan tayangan Film ini juga datang dari Wali Kota Depok, Mohammad Idris dan Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan. Sebagai kepala daerah, keduanya telah mengambil sikap dengan melayangkan surat keberatan dan penolakan penanyangan film KTI di wilayahnya kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bernomor 460/185-Huk/DPAPMK tertanggal 24 April 2019. Dan Mahendrawan pun berencana untuk menyurati Menkominfo untuk menghapus peredaran film tersebut di internet.
Film KTI di Mata Dunia dan Sejarah Kaum LGBT Mencari Pengakuan Diri
Di tengah massifnya penolakan penayangan film LGBT ini, ternyata tak serupa dengan prestasi film tersebut di mata dunia. Ternyata, Film karya Garin itu telah diakui kualitasnya di dunia dan memenangkan Asia Pacific Screen Award, film terbaik Festival Des 3 Continents Nantes 2018, dan mengikuti seleksi Festival Film International di Venesia. Inilah yang menjadikannya semakin berani untuk mempromosikan film ini di dalam negeri.
Secara, mengapa dunia begitu memberikan ruang bahkan apresiasi terhadap tayangan yang jelas-jelas telah mengikis moral generasi dengan budaya kebebasan seperti LGBT ini? Tentu saja karena hal ini berkaitan dengan upaya liberalisasi vulgar melalui intertainment yang memberikan ruang luas untuk pengakuan diri kaum LGBT. Bahkan, ini juga sebagai ajang promosi kaum LGBT agar generasi kita tak malu dan tak tabu untuk mengekpresikan ke-LGBT-annya.
Melalui film, mereka berusaha untuk terus meminta hak dan kewajaran akan kemaksiatan yang mereka lakukan. Jika hubungan lawan jenis wanita dan pria merupakan hal yang lumrah untuk dirasakan oleh Bani Adam, akan tetapi bagaimana jadinya jika manusia sudah kehilangan kontrol dan menyimpang dari fitrah yang Allah ﷻ berikan, wanita mendatangi wanita dan pria mendatangi pria, dalam menyalurkan hasrat seksual dan perasaan cinta yang tidak lumrah untuk diungkapkan. Sungguh tak manusiawi bukan? Maka, alasan kemanusiaan yang diusung dalam film ini sebenarnya telah terbantahkan sejak awal. Sebab yang mereka tuntut (yakni hak-hak bagi kaum LGBT) adalah manusia-manusia yang telah menyalahi fitrahnya sebagai manusia.
Terlebih lagi, sejarah kaum LGBT telah memperlihatkan berbagai cara yang digunakan untuk melegalkan perilaku ini (penyimpangan seksual), mulai dari memperhalus penyebutan nama, yang dulunya bernama ” sodomites” dan “ homosexual ” yang mana perbuatan ini selalu dianggap tabu oleh tiap individu yang mengerti, menjadi “gay” atau “queer” sebagai nama baru bagi kaum ini. LGBT sendiri hadir atas dasar kegagalan barat dalam menghadapi krisis moral dan perilaku, empat pilar kebebasan mereka (empat pilar kebebasan, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berperilaku) telah gagal dalam menghadapi kerasnya arus peradaban yang selalu ditawarkan oleh hawa nafsu, politik, dan revolusi teknologi industri.
LGBT memulai kiprahnya mulai dari tahun 1960-an di hampir seluruh daratan Eropa untuk menuntut persamaan dan hak legalitas tanpa memandang orientasi seksual mereka. Pada tahun 1960-an kaum “sodomites” dan “homosex” secara resmi mengganti nama dengan sebutan LGBT, dan pada tahun 1988 Amerika meresmikan LGBT, dan pada tahun 1990-an LGBT resmi berada di beberapa negara di Eropa. Denmark merupakan negara pertama yang melegalkan perkawinan sejenis yaitu pada tahun 1988 dan di ikuti Nepal pada tahun 2008. Sedangkan model pernikahan sejenis di beberapa Negara Eropa yang menjunjung tinggi kebebasan telah lama ada, khususnya di Belanda. Pelegalan pernikahan sejenis kemudian diikuti oleh negara-negara lain yaitu Belgia, Kanada, Spanyol, Afrika Selatan, Norwegia, Swedia, Portugal, Islandia, Argentina, negara bagian AS dari Massachusetts, California, Connecticut, Iowa, Vermont, Washington DC, New Hampshire, New York, dan di Meksiko City. (Kompasiana)
Jadi, dunia memberikan apresiasi terhadap film KTI tersebut atas dasar kebebasan berekspresi. Inilah salah satu bukti bahwa dunia saat ini dikuasai oleh sistem demokrasi yang mengangungkan kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Lalu di mana kuasa Pencipta sebagai Pengatur manusia? Demokrasi tak memilikinya, sebab dia lahir dari konsep sekulerisme, yakni pandangan bahwa agama tak ada sangkut pautnya dengan kehidupan manusia. Inilah pandangan sesat yang menjadi biang semakin beraninya kaum LGBT mempromosikan diri.
Islam Tegas Memberikan Sanksi Bagi Kaum LGBT!
Betapa Islam memuliakan keberadaan manusia sesuai fitrahnya sebagai manusia. Laki-laki dengan kelelakiannya, dan perempuan dimuliakan dengan fitrah keperempuanannya. Dan Syari’at Islampun begitu detil menjamin keberlangsungan hidup manusia dengan keberadaan dua jenis manusia ini.
Sebab ini jugalah tujuan Allah menciptakan dua jenis manusia dalam kehidupan.
Allah SWT telah berfirman, “Wahai manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (TQS. Al Hujurat : 13)
Dan Allah SWT melalui Syari’at-Nya yang kaffah, telah mengatur interaksi antara keduanya, termasuk memberikan ancaman nyata berupa adzab bagi kaum sodom yang kita kenal dengan sebutan LGBT saat ini. Telah begitu terang apa yang Allah firmankan : “…Sungguh, Kami akan membinasakan penduduk kota (sodom) ini karena penduduknya sungguh orang-orang zalim.” (TQS. Al Ankabut :31)
Jadi, mari kita jaga negeri ini, kita jaga generasi kita dari tingkahlaku menyimpang yang telah Allah SWT sebutkan dalam ayat di atas. Tak ada usaha lain kecuali dengan menjadikan Syari’at dan segala yang ada dalam Al Qur’an diterapkan di bumi Allah, agar kita dan generasi kita terjaga dalam naungan Rahmat-Nya.
Sebab Islam tak hanya sebagai agama ritual saja, namun Islam adalah aturan kehidupan yang menjadi solusi atas semua problem manusia. Bukankah Allah SWT juga telah menerangkan dalam sebuah firman-Nya, “ Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” ( TQS. Al Anbiya’ : 107).
Wallahua’lam