Oleh : Meriam Yenita, S. Si
MuslimahTimes– Indonesia tanah airku, tanah beli, air beli. Begitulah ungkapan yang jamak di tengah masyarakat. Memasuki usia 74 tahun kemerdekaan, masyarakat semakin sulit menikmati kekayaan negerinya dengan mudah dan murah. Setelah berbagai kekayaan alam jatuh ke tangan asing, baru saja pemerintah meneken 23 proyek OBOR (One Belt One Road) dengan Tiongkok. Ini artinya, rakyat juga akan membayar mahal untuk menikmati prasarana transporasi, baik darat, laut dan udara.
Visi dari OBOR itu sendiri ialah meningkatkan kesejahteraan dan perwujudan modernisasi Tiongkok di tahun 2020 dengan meningkatkan intensitas perdagangan dengan penyediaan fasilitas infrastruktur, baik darat maupun laut, yang memadai diseluruh kawasan yang ditargetkan. Dari visi ini bisa dipahami, bahwa proyek OBOR adalah strategi penguasaan Tiongkok atas jalur perdagangan dunia.
Menurut para pengamat, proyek ini akan mengukuhkan hegemoni Tiongkok di negeri-negeri yang termasuk proyek OBOR, setidaknya dalam 2 hal. Pertama, proyek OBOR sejatinya adalah proyek geopolitik.
Akademisi Rusia Viktor Larin menegaskan bahwa proyek tersebut lebih banyak bicara tentang geopolitik daripada ekonomi. “Saya pikir inisiatif One Belt, One Road adalah proyek geopolitik,” kata Larin kepada Ria Novosti seperti dikutip Sputnik. Kedua, proyek OBOR merupakan strategi mengusai dengan jebakan utang. Pemimpin Maladewa yang diasingkan Mohamed Nasheed mengatakan kegiatan China di kepualauan Lautan Hindia serupa dengan “perebutan tanah” dan “penjajahan”, karena 80 persen utang negara-negara itu berasal dari China.
Begitu banyak kritik dan peringatan dari para pengamat, lembaga masyarakat dan para tokoh terkait proyek OBOR dengan Cina. Namun, begitu juga banyak kilah yang dilontarkan pemerintah, antara lain yang dilontarkan Menko Luhut Panjaitan. “Saya ingin garis bawahi one belt one road (OBOR) itu tidak ada kita lakukan G to G (government to government). Yang kita lakukan B to B. Jadi loan tidak ada ke pemerintah Indonesia. Loan itu semua langsung masuk ke proyek,” kata dia, di kantornya, Jakarta, Senin (8/4/2019). Dengan demikian, kata Luhut, kerja sama OBOR tersebut tidak akan menambah beban utang pemerintah Indonesia terhadapnya China. Ini dibantah oleh Yuyun Harmoho dari Walhi. Meski Indonesia menandatangani perjanjian dalam skema business to business, Yuyun memprediksi bukan tak mungkin pemerintah akan memberikan jaminan terhadap swasta. Yuyun juga mengungkapkan bahwa skema b to b yang ditawarkan pemerintah belum jelas. “Alasan b to b itu problematis karena selama ini kerja sama yang melibatkan utang luar negeri dijamin pemerintah,” ujar Yuyun.
Walhasil, Indonesia telah menjadi kue santapan kapitalis barat dengan berbagai proyek eksploitasi SDA, kali ini menjadi santapan kapitalis Timur Tiongkok. Jika kondisi ini terus terjadi lalu apa yang tersisa untuk generasi berikutnya?Padahal sejatinya pemerintah hadir sebagai perisai yang melindungi segenap warga negara, dan sebagai pelayan yang memastikan kesejahteraan rakyatnya. Namun sistem kapitalis yang dianut negeri ini telah mencabut peran mulia tersebut. Indonesia membutuhkan kekuatan ideologi untuk bisa keluar dari cengkraman negera-negara kapitalis besar. Kekuatan ideologi itu harus diemban oleh instutusi yang ideologis. Setelah kapitalis dan sosialis telah terbukti tidak bisa mewujudkan harapan bernegara, masih ada ideologi Islam yang sangat dekat dengan akar sejarah negeri ini, bisa menjadi jalan keluar. Rakyat merindukan institusi yang menaungi diterapkannya ideologi Islam, dengan terwujudnya sistem pemerintahan khilafah Islam sebagai rival kuat dua ideologi penjajah yang ada saat ini.