Trisnawaty A (Revowriter, Makassar)
MuslimahTimes– Pemilu telah usai, tapi persoalan belum kunjung usai. Carut marut terkait pemilu terjadi dimana-mana, baik pra pemilu maupun pasca pemilu. Parahnya, meski KPU belum mengumumkan hasil pemilu tapi kedua kubu menklaim sebagai pemenang. Di sisi lain selain biaya mahal, untuk pertama kalinya pesta demokrasi menelan korban hingga ratusan jiwa. Kita tidak bisa pungkiri persoalan ini akibat regulasi (sistem) yang diadopsi negeri ini.
Demokrasi dengan rule of game nya, menjadikan aturan yang bersumber manusia hakekatnya tidak memanusiakan manusia. Justru mementingkan elit tertentu. Yaitu para pemilik modal, yang hanya memikirkan persoalan perut.
//Kepemimpinan Dalam Islam//
Kepemimpinan dalam Islam sebagaimana yang disampaikan Rasulullah saw, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian cintai, dan merekapun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian, dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah mereka yang kalian benci, dan merekapun membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian (HR Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi).
Untuk menjadi pemimpin yang dicintai dan didoakan oleh rakyat, seorang pemimpin harus mencintai dan mendoakan rakyatnya.
Aktualisasi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya dengan mengurusi seluruh urusan mereka dengan penuh kasih sayang. Memenuhi seluruh hajat (kebutuhan) baik yang berkaitan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan hingga keamanan. Tidak menyakiti apalagi menzalimi.
//Pemimpin Adalah Amanah//
Selain itu, kepemimpinan dalam Islam merupakan amanah yang harus dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Dikisahkan, ketika amanah ini diminta oleh Abu Dzar al-Ghifari, Nabi saw dengan tegas menyatakan kepada Abu Dzar, “Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat. Kecuali orang yang mengambilnya dengan sesungguhnya dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya dengan baik. Karenanya kepemimpinan bisa menjadi kehinaan dan penyesalan ketika tidak mampu menunaikan hak dan tanggung jawab kepemimpinannya. Sebaliknya, menjadi kemulian jika menunaikan dengan sebaik-baiknya.
//Pemimpin Ideal Lahir dari Sistem Ideal//
Al- ‘allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menuturkan, ada tiga kriteria kepemimpinan yaitu kepemimpinan inovatif (qiyadah mubdi’ah), kepemimpinan inspiratif (qiyadah mulhimah) dan kepemimpinan cerdas (qiyadah dzakiyyah).
Dalam konteks yang dibutuhkan umat Islam saat ini, kepemimpinan inovatif (mubdiah)lah yang dibutuhkan. Kepemimpinan inovatif adalah kepemimpinan yang bisa melihat peristiwa di balik tabir, membimbing masyarakat untuk melihat, apa yang tidak bisa dilihat oleh kebanyakan masyarakat. Kepemimpinan yang mampu mengubah masyarakat, melakukan inovasi dengan mengubah pemikirannya.
Terkait itu Ustaz Hafidz Abdurrahman dalam bukunya Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah menuturkan, “ Indonesia dan umat islam di seluruh dunia saat ini membutuhkan pemimpin yang mempunyai karakter sebagai pemimpin yang mubdiah. Karena umat Islam saat ini sudah terlalu lama terlelap dalam tidur panjang. Mereka harus disadarkan, dan diajak untuk menyusuri jalan kebangkitan, kemerdekaan dan kemajuan mereka yang tentu tidak mudah. Untuk mewujudkan pemimpin ideal, maka itu harus lahir dari sistem ideal. Sistem yang dari zat yang Maha Adil, yaitu Allah swt. Sistem itu adalah syariat Islam yang akan mengatur seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itu, akan terpenuhi keberkahan dari langit dan bumi.
Allah swt berfirman,
الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96). Wallahu ‘allam