Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Member Revowriter Sidoarjo
MuslimahTimes– Ujian Nasional Berbasis Komputer yang biasa disingkat UNBK sudah berlangsung. Memang tak seheboh persiapan pemilu yang baru digelar tanggal 17 April kemarin, namun dikalangan ibu-ibu wali murid UNBK menjadi perbincangan hangat.
Mulai dari kurangnya komputer di beberapa sekolah sehingga ujian tidak bisa dilaksanakan dalam satu waktu, memilih tempat kursus yang konon menyediakan kunci jawaban dari soal yang akan diujikan, bahkan meskipun kelas istimewa itu berbayar lebih hingga selisih dengan harga reguler tetap ada saja para ibu yang tak peduli. Yakin seyakin-yakinnya dengah mengikuti kelas tersebut anak dijamin sukses UNBK dan lulus dengan nilai yang memuaskan.
Pembicaraan berlanjut pada curangnya beberapa sekolah sehingga ada kasus soal bocor, sistem zonasi setelah lulus UNBK, ganti menteri ganti kebijakan, kurikulum yang membingungkan, Banyaknya kasus anak bunuh diri karena tidak lulus atau lulus tapi dengan nilai jelek, anak yang depresi karena tidak sesuai dengan ekspektasi orangtuanya, anak yang merayakan kelulusannya dengan pesta seks, saling coret baju berlanjut dengan konvoi, mengacau lalu lintas dan melakukan tindak kriminal yang lain. Padahal, belajar mengajar sudah mencapai ujungnya yaitu evaluasi. dan lain-lain.
Tak bisa dipungkiri, wajah pendidikan kita hari ini masih menyisakan coreng moreng menyisakan banyak persoalan . Dan inilah “prestasi” sistem sekuleristik-materialistik yang eksis saat ini. Pertama agama dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan pengaturan kehidupan (sekularisme) sehingga agama (Islam) tidak lagi berperan sebagai pengendali motivasi manusia (driving integrating motive) atau faktor pendorong (unifying factor).
Kedua, kepribadian siswa mengalami keguncangan citra diri (disturbance of self image) dan keperibadian yang pecah (split personality) sehingga tidak memiliki kepribadian yang islami karena pola hidup masyarakat juga bergeser dari sosial-religius ke arah masyarakat individual materialistis dan sekuler. Cenderung ke arah pola hidup mewah, permissive dan konsumtif.
Ketiga, karena ambisi karier dan materi yang tidak terkendali mengganggu hubungan interpersonal baik dalam keluarga mauoun masyarakat. Hingga lembaga perkawinan mulai diragukan dan memilih hidup bersama tanpa menikah.
Untuk mengubah dan memperbaiki kondisi dunia pendidikan harus dilakukan pendekatan yang integratif dengan pengubahan paradigma dan pokok-pokok penopang sistem pendidikan. Untuk itu diperlukan Islam sebagai solusi terhadap kenyataan tersebut. Suatu revolusi sejati. Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan pendidikan Islam. Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan Khilafah:
1. Khilafah Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk SDM terdidik dengan pola berfikir dan pola sikap yang islami.
2. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
3. Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.
4. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw.
Dengan demikian, agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang sangat penting, terutama untuk menciptakan SDM (Human Resources) yang handal dan sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai keagamaannya. Dalam Islam, tujuan pendidikan tidak semata mencetak generasi unggul secara akademik. Namun juga mencetaknya menjadi generasi cemerlang yang sadar misi dan visinya sebagai manusia di bumi ciptaan Allah.
Maka, tak cukup hanya evaluasi akademik tapi juga harus diperhatikan pembentukan SDM berkualitas imani bukan hanya tanggung jawab pendidik semata, tetapi juga para pembuat keputusan politik, ekonomi, dan hukum sangat menentukan.
Dan ini butuh negara yang mampu menjadi periayah agar tujuan pendidikan bisa tercapai dengan qonun( undang-undang) nya yang rasional. Sehingga hasil dan proses pendidikan merata di setiap jengkal wilayah negara. Mampu diakses oleh siapapun tak peduli kaya atau miskin dan tak perlu ada zonasi ataupun biaya tak terjangkau . Tapi butuh realitas pemimpin yang mampu dan amanah, Wallahu a’lam biashowab.
[Mnh]