Oleh : Yulida Hasanah
(FORSIMA, Forum Silaturrahmi Ustazah dan Muballighoh)
#MuslimahTimes — Proyek inisiatif Skala Besar Sabuk Satu Jalan atau one belt one road atau Kerja sama OBOR ini diinisiasi oleh China dengan tujuan membuka kran konektivitas dagang antar-negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim. Proyek ini ditandai dengan pertemuan yang digelar di Beijing, Cina, pada 25-28 April 2019. Sementara, pertemuan yang sama sebelumnya telah dihelat pada Mei 2017. Pertemuan tersebut dihadiri oleh lebih 37 negara termasuk Indonesia. Untuk Indonesia, dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan diikuti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri luar Negeri Retno Marsudi, serta Menteri Ristek dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong.
Proyek One Belt One Road Cina yang diyakini dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia ini menawarkan 28 kerja sama antara Indonesia dan Cina dalam kerangka tersebut, yang nilainya mencapai US$91 miliar, atau lebih dari Rp 1.288 triliun. Inilah yang membuat pemerintah ‘ngiler’, tanpa berpikir jangka panjang dan berpikir jauh tentang masa depan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang berada di bawah tanggungjawabnya. Yang pada dasarnya akan membuat negeri kita bukan untung, tapi malah buntung alias tekor.
Mengapa saya katakan demikian? Setidaknya ada 3 alasan logis yang akan negeri ini dapatkan apabila proyek OBOR ini terus dijalankan. Pertama, dengan ditandatanganinya proyek ini, Indonesia semakin dijajah kekayaan Sumber Daya Alamnya dan Cina akan menguasai negeri ini dengan leluasa. Indonesia hanya akan menjadi kran bahan baku bagi produsen-produsen global. Menurut Enny, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, membahasakan kondisi tersebut dengan praktik VOC atau Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda jilid II. Sebab faktanya, negeri ini belum mampu mengimbangi tingkat produktifitas dan investasi dibanding Cina.
Terlebih lagi, inisiatif OBOR yang merupakan sebuah konsep pemetaan jalan yang menghubungkan ASIA hingga Eropa ini, terdapat dua peta utama yaitu 21st Century Maritime Silk Road (jalur sutra maritim abad 21) dan Silk Road Economic Belt (jalur sutra sabuk ekonomi). Saat menandatangani tujuan kebijakan luar negeri China, Presiden Xi Jinping menunjukan ambisinya. Bisa dibayangkan, bahwa masa depan Eurasia (Eropa dan Asia) termasuk Indonesia akan mengarah pada kepemimpinan China.
Kedua, akan muncul jebakan utang baru Cina terhadap Indonesia. Sebab,untuk membangun infrastruktur dalam konsep OBOR ini, Cina telah mendirikan Bank khusus infrastruktur (AIIB). Dengan bank ini diharapkan proyek-proyek infrastruktur menjadi milik mereka, melalui investasi dan pinjaman Cina ke negeri-negeri yang dilalui jalur ini.
Sedangkan, kita tau bersama, Indonesia merupakan negeri yang telah resmi menjadi jalur perdagangan Cina berupa Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai proyek pertamanya dan tentu saja ini tidak gratis. Apalagi ingin menyulap pelabuhan menjadi bagus dan menambah jalan tol demi melayani perdagangan Cina, dari mana dananya kalau bukan dari Utang kepada si pemilik kepentingan OBOR yaitu Kolonial Cina.
Bagi negara-negara berkembang, sulit untuk tidak tergiur dengan tawaran Tiongkok. Lewat proyek OBOR tersebut. Negeri Panda itu rela mengeluarkan USD 150 miliar atau Rp 2 ribu triliun setiap tahun. Pengeluaran gila-gilaan itu realisasi obsesi Presiden Xi Jinping membangkitkan kejayaan Jalur Sutra Tiongkok. Jalur Sutra mengacu pada jalur perdagangan masa lampau melalui Asia yang menghubungkan Timur dan Barat.
Dari 68 negara yang menjalin kerja sama dengan Tiongkok lewat OBOR , 33 negara punya peringkat investasi B atau bahkan tanpa peringkat. Sepuluh di antaranya merupakan negara kaya aset seperti Brunei Darussalam dan Iran. Atau belum punya utang publik banyak seperti Timor Leste.
Artinya, 23 negara lainnya yang masuk program OBOR punya potensi untuk terlilit utang. Nah, setelah lima tahun OBOR berjalan, ada delapan negara dengan risiko krisis finansial paling tinggi. Yakni, Pakistan, Maladewa, Montenegro, Laos, Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan, dan Tajikistan. Mereka itulah yang disebut masuk ”jebakan Tiongkok” lewat iming-iming proyek infrastruktur tadi.
Ketiga, ancaman kerusakan lingkungan di sekitar kawasan proyek. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), organisasi non-pemerintah yang bergerak untuk isu lingkungan dan kelestarian alam, menilai kesepakatan OBOR tak sejalan dengan Paris Agreement yang telah diratifikasi Indonesia lewat Undang-undang Nomor 16/2016.
Sebab, kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono, salah satu proyek yang dibiayai Cina dalam kerja sama tersebut adalah pembangkit listrik tenaga baru bara (PLTU) yang tidak ada kaitannya dengan pengurangan emisi.
“Sebelum OBOR itu pemerintah Cina, membuat laporan pelaksanaan. Di dokumen itu disebutkan sektor listrik masih memiliki porsi terbesar dan proyek listrik PLTU batu bara pada 2018 hampir 42 persen,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019).
Sebelumnya, pada 2009, Indonesia juga ambil bagian dalam COP 15 di Kopenhagen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, yang dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Di mana isinya mencakup upaya Indonesia mencapai penurunan emisi tanpa syarat sebesar 29 persen dan bersyarat sebesar 41 persen pada tahun 2030. Namun, kesepakatan yang ditandatangani dalam Konferensi Tingkat Tinggi OBOR pekan lalu justru malah bertentangan dengan komitmen tersebut.
Dari ketiga alasan logis ini, seharusnya pemerintah saat ini belajar membuka mata hati mereka, jika memang sudah tidak mampu melihat dengan mata hati, minimal pemerintah memperhatikan dengan seksama terhadap siapa mereka menaruh harapan, apakah dengan OBOR yang justru akan membuat negeri ini semakin lemah dalam segala hal terutama dalam kemandirian ekonominya, Indonesia akan lebih baik?
Islam Membebaskan Indonesia Dari Penjajahan
Pada dasarnya, Indonesia mampu menjadi negeri yang mandiri secara ekonomi. Hal itu jika Indonesia mau tunduk dengan apa yang Allah turunkan berupa Islam dan segenap aturannya yang sempurna. Islam sebagai agama samawi terakhir di dunia, di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Konsekuensinya, Islam akan dan harus bisa menjawab tantangan-tantangan dari kedinamisan yang ada di dunia sampai masa akhir nanti (kiamat). Tantangan tersebut dapat berupa tantangan yang berhubungan dengan tauhid, jinayah maupun muamalah. (M. Rasjidi, 1976:7)
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak penciptanya dan tujuan penciptaannya. (Harun Nasution, 1992: 542)
Ada sembilan langkah menurut Islam yang harus dilakukan agar terwujud kemandirian ekonomi dalam negeri ini. Pertama, mengatur kepemilikan dan pengelolaan sumberdaya alam sesuai syariah Islam. Hanya negara yang berhak mengelola sumberdaya alam yang menjadi milik umum (milkiyyah ‘ammah) seperti tambang minyak dan gas, tambang tembaga dan emas, dan sebagainya. Korporasi swasta apalagi korporasi swasta asing tidak dibolehkan secara mutlak mengeksploitasi sumberdaya alam milik umum.
Kedua, menghentikan utang luar negeri (al-qurudh al-ajnabiyyah) baik utang dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia atau IMF maupun utang dari negara lain. Pasalnya, selama ini utang luar negeri tidak lepas dari dua hal yang diharamkan dalam Islam: (1) Adanya syarat-syarat yang menghilangselama ini utang luar negeri tidak lepas dari dua hal yang diharamkan dalam Islam: (1) Adanya syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan ekonomi negara peminjam. Hal ini diharamkan sesuai kaidah syariah, “Al-Wasilah ila al-haram haram (Sarana menuju yang haram hukumnya haram juga).” Utang luar negeri terbukti telah menjadi sarana (wasilah) bagi kaum kafir untuk mendominasi umat Islam sehingga hukumnya haram (QS an-Nisa` [4]: 141). (2) Adanya bunga yang jelas-jelas merupakan riba yang diharamkan Islam. (QS al-Baqarah [2]: 275) (Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 83; At-Ta’rif bi Hizb at-Tahrir, hlm. 126).
Ketiga, menghentikan investasi asing yang bertentangan dengan syariah. Misalnya, investasi asing pada sektor-sektor milik umum, seperti pertambangan. Ini haram karena sektor milik umum hanya boleh dikelola oleh negara saja, bukan yang lain. Contoh lain adalah investasi asing pada sektor bisnis yang haram, seperti bisnis barang haram (daging babi, darah, bangkai, patung, khamr, dll); maupun bisnis jasa haram seperti riba, judi, prostitusi, minuman keras, dan sebagainya (QS al-Maidah [5]: 90). Contoh lain adalah investasi yang mendominasi umat Islam sehingga ekonomi rakyat tidak dapat berkembang atau bahkan mengalami kerugian. Investasi seperti ini tidak dibolehkan syariah karena menimbulkan mudharat (bahaya) dan juga menyebabkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya (pemodal asing) saja (QS al-Hasyr [59]: 7).
Keempat, menghentikan segala bentuk hubungan dengan negara-negara kafir yang sedang memerangi umat Islam (daulah muharibah fi’lan), seperti Israel dan Amerika Serikat. Pasalnya, adanya hubungan dengan negara-negara kafir seperti itu, misalnya hubungan diplomatik, hubungan budaya dan hubungan dagang, berarti menghentikan jihad fi sabilillah (perang) kepada mereka. Padahal Islam telah mewajibkan jihad fi sabilillah untuk melawan negara-negara kafir yang nyata-nyata tengah memerangi umat Islam (QS al-Baqarah [2]: 190; QS al-Anfal [8]: 39)
Kelima, menghentikan keanggotaan dalam PBB, termasuk lembaga-lembaga internasional di bawah PBB seperti IMF dan Bank Dunia karena hukumnya haram berdasarkan dua alasan: (1) karena lembaga-lembaga tersebut menjalankan peraturan yang bertentangan dengan syariah Islam; (2) karena lembaga-lembaga tersebut adalah instrumen negara kapitalis penjajah (khususnya AS) untuk mendominasi umat Islam
Keenam, menghentikan keanggotaan dalam blok-blok perdagangan kapitalis seperti NAFTA, AFTA, MEA, dan sebagainya. Keanggotaan dalam blok-blok seperti ini haram hukumnya karena: (1) telah terbukti mendatangkan dharar (bahaya) bagi umat Islam, yaitu mendominasi perekononian dalam negeri; (2) adanya peraturan perdagangan yang bertentangan dengan syariah Islam
Ketujuh, membangun ketahanan pangan, yaitu memenuhi kebutuhan pangan bagi negeri sendiri melalui peningkatkan produksi pangan dan impor bahan pangan. Peningkatan produksi pangan dilakukan melalui cara mengelola tanah pertanian secara optimal dengan memanfaatkan sains dan teknologi modern. Adapun impor bahan pangan dibolehkan secara syariah asalkan tidak boleh menimbulkan dominasi asing atas umat Islam (QS an-Nisa‘ [4]: 141)
Kedelapan, mencetak mata uang emas (dinar) dan perak (dirham). Hal ini hukumnya wajib atas negara Khilafah meskipun antarindividu rakyat tidak wajibrakyat tidak wajib menggunakan dinar dan dirham dalam muamalah antar individu. Penggunaan dinar dan dirham dalam perdagangan internasional akan memberikan kemandirian ekonomi yang sangat kuat bagi negara Khilafah
Kesembilan, menghapus seluruh lembaga-lembaga keuangan kapitalis, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, perseroan terbatas (PT), dan sebagainya. Alasannya, karena lembaga-lembaga tersebut tidak disyariatkan Islam. Selain itu lembaga-lembaga tersebut telah menjadi instrumen dominasi yang dimanfaatkan oleh kekuatan kapitalisme global untuk melakukan penjajahan ekonomi atas umat Islam.
Maka sudah jelas, satunya-satunya sistem yang mampu untuk menjamin adanya kemandirian ekonomi daulah khilafah hanyalah Sistem Islam yang dibingkai dalam sebuah Institusi Daulah Khilafah dan telah terbukti lebih dari 1300 tahun mampu menjamin kesejahteraan dan kemaslahatan warga negaranya.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya.”(Al-A’raf :96)
Inilah sembilan langkah yang akan Khilafah terapkan untuk Indonesia dan dengan izin Allah, Indonesia sejahtera di bawah kepemimpinan Khilafah ‘ala minhaajin nubuwwah.
Wallahu’alam bisshawab.