Oleh : Dina Evalina
(Aktivis Dakwah)
#MuslimahTimes — Polemik perpolitikan di negeri ini semakin hari semakin memanas, tak lupa kita saksikan menjelang pemilu 2019 kemarin berbagai sindiran, perdebatan dilakukan oleh kedua pasang calon beserta para pendukungnya. Hingga berlangsung pemilu 2019 yang diwarnai dengan berbagai tindakan yang menodai hukum di negeri ini seperti kecurangan yang terjadi di berbagai wilayah.
Hasil Penghitungan suara yang menyatakan kemenangan atas Jokowi-Ma’ruf tidak mendapat respon positif dari masyarakat. Walhasil, Gedung Bawaslu didatangi para tamu yang beraspirasi menuntut keadilan, sehari setelah pengumuman hasil resmi pemilu dilakukan. Mirisnya lagi, aksi tersebut menewaskan setidaknya 8 orang, 3 diantaranya masih berusia remaja.
Tuntutan keadilan atas kecurangan yang terjadi dalam agenda pemilu 2019 terus dilanjutkan, Tim BPN Prabowo-Sandi menyerahkan perkara tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memenuhi beberapa tuntutan yang diajukan mereka.
Pihak BPN Prabowo-Sandi bagaikan menghirup udara segera saat mendengar pernyataan dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang dilansir dalam detikNews, ia mengatakan bahwa pihaknya siap melaksanakan sidang gugatan hasil Pilpres 2019 oleh pasangan Prabowo-Sandi yang di gelar pada Jumat, 14 Juni 2019. ” Saya sudah bisa memastikan dan sudah bisa meyakinkan bahwa independensi itu adalah hal yang tak bisa ditawar. Kami tetap Istiqomah, ” ungkap Anwar saat diwawancarai wartawan di kantor Mahkamah Konstitusi. Ia juga menambahkan, ” Siapapun yang mau intervensi ,ya mungkin ada ayang dengan berbagai cara ya, baik moril dan sebagainya, itu tidak akan ada artinya bagi kami. Kami hanya tunduk kepada konstitusi dan hanya takut kepada Allah SWT “.
Namun, perkara gugatan sengketa Pilpres Prabowo-Sandi juga mendapat komentar dari Ketua Eksekutif Nasional BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan, menurut Chandra ada dua kemungkinan hasil dari gugatan tersebut, pertama permohonan Prabowo-Sandi tidak diterima. Lantaran MK akan membatasi diri hanya pada kewenangan ‘perselisihan hasil pemilihan umum’.
Ia berpandangan, patut untuk diduga MK akan mendalikan perkara yang berhubungan dengan pelanggaran pidana dan pelanggaran administratif menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu. Dan secara Yuridis kewenangan MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus sengketa atau perselisihan tentang hasil pemilihan umum yang tertuang dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1).
Dalam konteks itu, salah satu kewenangan MK ialah memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum, yaitu sengketa menyangkut penetapan hasil Pemilu oleh KPU yang mengakibatkan seorang yang seharusnya terpilih menjadi tidak terpilih. Kemungkinan kedua, pemohon kubu 02 dianggap memenuhi syarat formil sehingga dapat diperiksa pada pokok perkara. Jika MK menggunakan dasar Putusan MK nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Pilkada Provinsi Jawa Timur.
Dalam putusan tersebut MK berwenang mengadili perselisihan dalam proses pemilu apabila terdapat pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang akhirnya mempengaruhi hasil pemilu.
Dikatakan oleh Chandra, jika MK menggunakan dasar Putusan nomor 41/PHPU.D-VI/2018, permohonan tim hukum BPN ada potensi diterima secara formil. Hanya saja secara materiil perlu kerja keras untuk mengumpulkan bukti-bukti. Dan membuktikan TSMB tidaklah mudah. Harus ada bukti yang menunjukkan adanya dugaan pelanggaran aparat baik pemerintah pusat maupun daerah yang diduga telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya memihak salah satu paslon.
Semua itu menunjukkan rapuhnya tatanan sistem dalam negeri ini. Karena untuk mengadili perkara kecurangan yang sudah terbukti harus melalui proses yang panjang. Bahkan nihil untuk diadili, akibat dari pihak-pihak yang berada di jajaran pemerintah saling melempar tanggungjawab serta rumitnya proses hukum yang berjalan.
Sehingga mencari keadilan di sistem yang rusak buah hasil akal manusia yang lemah dan syarat akan kepentingan-kepentingan para pemilik modal akan melahirkan kekecewaan di hari kemudian. Pasalnya dalam sistem yang rusak akan menciptakan paham sekulerisme yang memisahkan peran Agama mengatur sendi kehidupan takkan mengenal istilah takut kepada Allah SWT saat berhadapan dengan kepentingan para penguasa dan pengusaha. Karena sejatinya sistem ini tidak berpihak kepada rakyat.
Keadilan mahal didapat jika mengganggu eksistensi penguasa yang menjadi benteng para pemilik modal. Karena negeri ini terlalu dalam mendapat cengkeraman para kapital Asing maupun Aseng, sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat, dan perangkat-perangkat pemerintah harus sejalan dengan kepentingan para pemilik modal. Mereka akan melihat diantara dua paslon tersebut mana yang lebih menguntungkan mereka, dan pilihan itu jatuh kepada paslon 01. Jadi saat pemilu mereka mudah melakukan berbagai manipulasi, tidak menutup kemungkinan pada proses gugatan sengketa hasil pemilu di MK mereka akan melakukan hal yang sama secara tersistem.
Cobalah kita tengok sejenak bagaimana pada masa kejayaan Islam,asa kekhilafahan Ali Bin Abi Thalib yang suatu ketika kehilangan baju besinya, kemudian ia melihat baju besi itu ada di tangan orang Yahudi. Namun tak serta merta orang Yahudi itu mengembalikan baju besi tersebut. Sehingga dibawalah perkara itu dalam pengadilan Kekhilafahan, rakyat biasa berhadapan dengan seorang Khalifah. Saat itu Hakim meminta Ali membawa saksi untuk meyakinkan permohonanya, lalu Ali membawa budaknya dan anaknya. Untuk budak yang Ali bawa hakim terima, sedangkan saksi anaknya tidak hakim terima karena dalam Islam saksi tidak boleh datang dari pihak keluarga.
Walhasil, permohonan Ali ditolak oleh hakim dan memenangkan orang Yahudi karena Ali tidak memenuhi syarat peradilan dalam Islam. Hal seperti ini akan mudah kita temui dalam sebuah negara yang menerapkan hukum-hukum Allah SWT di dalamnya. Seorang Khalifah pun tak ada yang berstatus kebal hukum, para hakimnya tak kan ada intervensi dari siapapun karena mereka menjalankan tugas berdasarkan ketaqwaan kepada Allah, sehingga keadilan itu akan mereka junjung tinggi walaupun harus berhadapan dengan seorang Khalifah.
Sumber Foto : BBC