MuslimahTimes– Banjir di Indonesia setiap tahun terjadi ketika musim hujan datang, banjir yang berulang ini mengakibatkan bnayak warga yang di evakuasi. Seperti banjir yang terjadi di desa tanggawuna konawe Sulawesi tenggara pada tanggal 9 juni 2019, Sebanyak 38 desa dan 6 kelurahan di kabupaten konawe terendam banjir.
Data dari pihak BPBD konawe sebanyak 1.097 unit rumah terendam sedangkan pengungsi sebanyak 4.291 jiwa. Berdasarkan data pemkab konawe utara tanggal 17 juni 2019 jumlah pengungsi akibat banjir sebanyak 2.207 kepala keluarga atau 8.489 jiwa dan penduduk yang berdampak berjumlah 18.489 jiwa.
Pada tahun 2018 banjir setinggi dua meter masih merendam ratusan rumah warga di lima kecamatan di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), hingga Jumat (29/6/2018). Lima Kecamatan yang terendam banjir, adalah Landawe, Langgikima, Oheo, Asera, dan Andowia.Berdasarkan fakta tersebut dapat menggambarkan bahwa banjir berulang di provinsi Sulawesi tenggara. Maka perlu penanganan tuntas agar banjir tidak terjadi lagi. Ketika banjir berulang, salah siapa?
Konversi Lahan Sebab Sistem Kapitalistik
Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air makhluk hidup akan binasa. Air ketika turun hujan dalam pandangan Islam merupakan berkah dari Allah SWT. Namun, jika air hujan turun deras, kondisi alam menjadi banjir maka kondisi ini menjadi bencana bagi manusia. Persoalannya setiap tahun turun hujan deras, banjir datang. Lantas apa penyebab banjir berulang di konawe utara dan sekitarnya?
Munculnya banjir dikonawe utara disebabkan adanya konversi lahan. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasanlahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negative terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Di daerah konawe konversi lahan hutan menjadi lahan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, konversi lahan ini diduga kuat menjadi penyebab utama terjadinya banjir besar di wilayah Sulawesi Tenggara. Fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air di hilir sungai Lalindu, kabupaten Konawe Utara, semakin memprihatinkan akibat tingginya sedimentasi karena pengaruh maraknya aktivitas perkebunan kelapa sawit di sekitar kawasan hutan di kecamatan Wiwirano, Langikima, Asera. Akibat dari pembukaan perkebunan sawit di wilayah itu sejak tahun 1996, menjadikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha yang melintasi Konawe Utara pun memburuk dengan total lahan kritis seluas 352.527,67 hektar dari luas 715.067,81 hektar. Sementara tingkat sedimentasi mencapai 295,92 ton pertahun. DAS Konawe menjadi sumber air bagi masyarakat di enam daerah di Sultra yaitu Konawe, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Selatan dan Kota Kendari. Hal tersebut dipicu oleh penggundulan hutan dan pembangunan yang tak terencana di daerah hulu, yakni Kolaka dan Konawe Utara.
Konversi lahan terjadi akibat diterapkan system kapitalisme. Dalam system kapitalisme kawasan hutan diijinkan bagi individu, pengusaha serta perusahaan membuka lahan dengan jumlah luas untuk perkebunan tanpa hambatan. Perijinan konversi lahan dipermudah karena ada kepentingan dan keutungan timbal balik. Akibat konversi lahan hutan di konawe utara banjir setiap tahun terjadi. Selain konversi lahan, pembangunan yang tak terencana juga menjadi pemicu banjir.Banjir yang terjadi berulang ini, belum mampu diselesaikan secara tuntas oleh Negara karena solusi banjir menggunakan paradigma kapitalistik. Paradigma ini boleh membebaskan aktivitas konversi lahan dan pembangunan demi keuntungan materi tanpa memperhatikan secara menyeluruh dampak bagi masyarakat dan lingkungan. Negara hanya sebagai regulator saja, tidak memiliki tanggungjawab penuh pengelolaan hutan dan pembangunan wilayah.Seharusnya peran negara lebih besar porsinya utuk menyelesaikan persoalan banjir hingga tuntas karena kebijakan negara mampu mencegah aktivitas konversi hutan menjadi perkebunan sawit yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.Tentu kebijakan negara bergantung dari system yang diterapkan. Jika masih menerapkan system kapitalisme bencana banjir akan terus berulang tanpa penyelesaian.
Solusi Islam Mengatasi Banjir
Islam adalah agama yang sempurna. Islam mempunyai aturan yaitu syariat Islam sebagai tuntunan bagi manusia dalam menyelesaikan persoalan dalam seluruh aspek kehidupan. Jika syariat Islam diterapkan dalam kehidupan maka akan membawa rahmatan lilalamin. Kerahmatan akan dirasakan seluruh makhluk hidup seperti hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia. Dalam pandangan Islam bumi harus dijaga oleh negara agar tidak terjadi kerusakan. Negara tidak membolehkan kebebasan menjadi landasan kebijakan mengurusi rakyat.
Dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan terbagi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum adalah ijin Asy-Syari kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang masuk dalam kepemilkan umum adalah benda yang diperuntukkkan bagi suatu komunitas masyarakat dan melarang benda tersebut dikuasai oleh individu saja. Kepemilkan individu ikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk rakyat. Salah satu contoh kepemilkan umum adalah hutan. Maka hutan tidak boleh dikuasai individu saja atau perusahaan sebebasnya, negara yang wajib mengelolanya. Oleh karena itu penggundulan hutan atau konversi lahan hutan untuk kepentingan individu saja atau pengusaha serta perusahaan tidak diperbolehkan dalam Islam. Negara tidak memberi ijin penggundulan hutan jika berdampak buruk bagi keamanan rakyat seperti bencana banjir.
Upaya lain agar wilayah terbebas dari banjir ketika turun hujan maka negara mempunyai solusi preventif diantaranya :
Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.
Membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.
Membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.
Dalam aspek undang-undang dan kebijakan negara akan menggariskan beberapa hal berikut ini:
Negara membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan sebagai berikut; (1) pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.
Negara akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. Jika seseorang hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, toko, dan lain sebagainya.
Negara akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.
Negara menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Negara menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.
Negara terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.
Dalam menangani korban-korban bencana alam, Negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Inilah kebijakan system Islam dalam mengatasi banjir dengan tuntas.
Penulis : Vera Carolina, SP