Oleh: Intan Alawiyah
(Revowriter Tangerang)
MuslimahTimes– Memasuki masa libur sekolah pasca ulangan dan hari raya idul fitri. Nampak pemandangan baru yang menghiasi para generasi. Biasanya masa liburan akan diisi dengan aktivitas bermain layang-layang, kelereng, congklak, karet, masak-masakan, dan lain sebagainya. Mungkin yang lahirnya sekitar tahun 90-an akan merasakan keindahan mengisi masa liburan dengan permainan sederhana ini. Namun, aktivitas permainan yang menghadirkan kebersamaan dan kehangatan antar sesama teman seperti itu akan langka ditemukan di era sekarang.
Di era millenial yang diwarnai berbagai kecanggihan teknologi mampu memberikan warna baru pada dunia remaja saat ini. Para generasi lebih sibuk dengan aktivitas baru yang mereka gandrungi. Hampir di sudut-sudut jalan, pelataran rumah, dan halaman masjid sekalipun, akan ditemukan sekelompok remaja yang tengah asik memainkan gawai. Jari-jemari mereka begitu lincah berselancar di atas layar. Pandangannya fokus menatap gawai yang ada digenggaman. Sesekali terdengar teriakan dari salah satu diantara mereka. Aktivitas yang mereka lakukan tidak lain adalah mengeksekusi setiap level permainan yang berhasil mencuri rasa penasarannya.
Para orang tua pun tidak hanya sekadar memfasilitas sang anak dengan membelikan tipe gadget yang diinginkan. Tapi mereka juga memfasilitasi sang anak dengan memberikan uang jajan lebih agar bisa membeli kuota yang dibutuhkan jika sewaktu-waktu telah habis. Inilah pemandangan baru yang menghiasi masa libur sekolah di era digital. Dikarenakan minimnya pemahaman yang dimiliki orang tua akan dampak buruk yang diterima sang anak dari penggunaan gadget berlebih, menjadikan mereka nampak santai saja membiarkan sang buah hati menghabiskan waktunya seharian dengan gadget kesayangan.
Seorang anak yang difasilitasi gadget terlalu dini sebenarnya belum mengerti menggunakannya. Dengan gadgetnya mereka akan disibukkan dengan rutinitas bermain game, bersosial media, yuotube, dan lain sebagainya yang seharusnya aktivitas seperti ini bisa dialihkan ke arah yang lebih bermanfaat bagi perkembangan sang anak. Psikologis seorang anak yang mengalami kecanduan pada gadget akan berbeda dengan anak lainnya. Mereka akan mudah emosi, mengisolasi diri dari lingkungan sekitar, sulit memahami pelajaran, insomnia dan masih banyak lagi dampak buruk dari penggunaan gadget yang berlebihan bagi pertumbuhan si anak.
Seorang anak yang sudah terbiasa melihat gerakan visual di layar gadget, akan merasakan dampaknya. Mereka akan kesulitan menangkap pelajaran yang diberikan sang guru saat di sekolah. Sehingga kebosanan akan menghampiri mereka ketika mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan. Sebab, gerakan visual di dunia nyata tidak semenarik gerakan visual yang biasa mereka lihat dalam dunia gadgetnya.
//Cerdas Menggunakan Teknologi//
Namun, penggunaan gadget tidaklah selalu berdampak negatif. Jika digunakan dengan lebih bijak, maka akan memberikan manfaat yang luar biasa. Para generasi seharusnya diarahkan dalam pemanfaatan kecanggihan teknologi ke arah yang positif. Berbagai aplikasi yang disediakan bisa dijadikan ladang menuai pahala. Yang di mana pemanfaatan tersebut digunakan dalam rangka menyebarkan pemikiran Islam. Sehingga umat pun tercerahkan dengan aktivitas dakwah melalui dunia maya yang kita lakukan.
Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Kaum muslimin diperintahkan untuk memberikan kontribusinya bagi kebangkitan Islam. Sehingga kebaikan yang kita lakukan pahalanya akan kembali pada diri kita sendiri.
Allah SWT berfirman:
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (TQS. Al-‘araf: 7)
Dengan aktivitas positif yang dilakukan para remaja dalam memanfaatkan berbagai aplikasi yang ada, maka kecanggihan teknologi yang saat ini terus mengalami perkembangan tidak akan sia-sia. Remaja yang hidup dalam naungan sistem Islam, akan menggunakan kecerdasan yang dimilikinya untuk aktif dalam menyebarkan pemikiran Islam sebagai wujud kepedulian mereka akan problematika yang menghimpit umat.
//Hidup Mulia di Era Digital//
Sebagaimana para salafush-shalih yang menyibukkan diri mengadakan perubahan di tengah-tengah masyarakat. Salah satu contoh remaja ideal yang menjalani tugasnya sebagai agent of change adalah sahabat yang paling dicintai Rasulullah yakni Mush’ab bin Umair. Beliau tidak menyia-nyiakan masa mudanya untuk sekadar berleha-leha. Meski harta, tahta, dan sanjungan menghiasi hidupnya. Namun hal itu tidak membuatnya terlena akan kehidupan dunia yang fana. Ia memutuskan meninggalkan segala kesenangan dunia dan memilih jalan hidup bersama Rasulullah. Ia habiskan waktu mudanya untuk belajar dan mendakwahkan Islam. Sehingga ia diutus oleh Rasul sebagai duta Islam pertama yang menyebarkan ajaran Islam ke tengah-tengah penduduk Madinah. Meski sarana dan prasarana belum secanggih seperti saat ini. Mush’ab bin Umair mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Ia mampu mengajak masyarakat Madinah untuk memeluk Islam. Sehingga Daulah Islam pun berdiri tegak di sana.
Inilah potret remaja ideal yang mendedikasikan hidupnya dalam hal kebaikan. Generasi yang menyadari bahwa tugasnya di dunia adalah sebagai hamba Allah, ia akan mencurahkan tenaga, waktu dan fikirannya untuk kebangkitan Islam. Sebab, ia menyadari kelak di hari akhir nanti ia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Allah.
Allah SWT berfirman:
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (TQS. Al-Hijr [15]: 92-93)
Potret generasi di zaman kapitalis-liberal, akan mudah hanyut pada perkembangan arus zaman jika keimanan yang dimilkinya tidak sekokoh karang. Degradasi moral dan pemikiran pun menjangkiti para generasi. Mereka akan menjalani hidup hanya untuk memuaskan kesenangan belaka tanpa menimbang baik dan buruknya bagi kehidupan di masa yang akan datang.
Padahal remaja adalah aset yang paling berharga. Mereka lah yang akan menentukan perubahan di masa selanjutnya. Mendambakan perubahan hakiki tidak akan terwujud dari generasi yang lahir melalui sistem yang salah. Sebab, sistem kapitalisme-liberal yang diterapkan saat ini telah nyata merusak generasi baik dari segi moral maupun pemikiran.
Generasi ideal yang diharapkan mewujudkan perubahan hakiki hanya akan terlahir dari sistem yang menjadikan manusia sebatas hamba bagi sang pencipta, yakni sistem Islam yang menerapkan hukum-hukum Allah dalam segala aspek kehidupan. Alhasil ketika Islam diterapakan secara kaffah, maka kecanggihan teknologi tidak akan digunakan hanya untuk sekadar memuaskan hasrat duniawi. Namun ditujukan kepada pemanfaatan yang lebih positif.
Wallahu’alam.[]
[Mnh]