Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)
MuslimahTimes– “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali). Telah berpulang kehadapan Allah SWT, DR. Muhammad Mursi, presiden Mesir tahun 2012-2013 pertama yang hafidz al-Quran 30 juz. Mursi menghembuskan nafas terakhirnya setelah selesai memberikan pidato dalam persidangan pada hari Senin, 17 Juni 2019.
Banyak tokoh memberikan ucapan belasungkawa menyusul kabar meninggalnya Mursi, yaitu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang merupakan sekutu terdekatnya. Beliau menyalahkan Pemerintah “Tiran” Mesir atas kematian Morsi. Sementara Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, yang merupakan sekutu terdekat lainnya, menyatakan “kesedihan mendalam” (bbc.com 18/06/2019). Tak hanya di luar negeri, banyak tokoh dalam negeri yang menulis rasa belasungkawa atas meninggalnya Mursi. “Tanpa sadar airmata saya mengalir saat itu. Ternyata ada manusia seperti itu, begitu hebatnya, begitu istiqomah dalam perjuangannya, mantap dengan Alqur’annya”. (ustadz felix siauw-facebook.com)
Mungkin masih banyak yang tidak mengenal Mursi, pemimpin Ikhwanul Muslimin dan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis dalam pemilihan umum pada Juni 2012 lalu dengan suara 51,7 persen. Dalam setahun masa pemerintahannya, Mursi melakukan beberapa perubahan. Seperti membuka blokade Israel untuk memberi jalan para aktivis kemanusiaan masuk ke Palestina membawa bantuan dari berbagai negara, menjadikan istana negara sebagai rumah fakir miskin dan beliau tinggal di rumahnya yang sederhana. Bahkan, gedung-gedung parlemen di Mesir diisi para wakil rakyat yang hafidz al-Qur’an. Masih banyak lagi perubahan yang membawa dampak positif bagi Mesir.
Hanya dalam kurun waktu satu tahun pemerintahan, Mursi digulingkan oleh angkatan bersenjata Mesir yang dipimpin panglima militer Abdel Fattah al-Sisi. Selama masa kudeta terjadi, darah ribuan syuhada tertumpah di Rabiah Square dan masjid Ramses Square. Mursi dan para pengikutnya ditangkap dan diadili dan ada pula yang divonis hukuman mati.
Mursi menjanjikan penerapan Islam sebagai aturan hukum di Mesir dan menjalankan pemerintahan yang transparan serta menghormati hak asasi manusia. Akibatnya Barat dan agen-agennya tidak terima bila demokrasi “dibersihkan” oleh kaum penguasa yang Islamis. Menggantikan sistem kufur yang dihasilkan dari pemikiran rusak dengan sistem Islam yang berkuasa di negeri-negeri kaum Muslim itu sendiri. Berbagai cara akan mereka lakukan untuk mencegah kepemimpinan Islam tegak.
Mursi bukan satu-satunya yang ditumbangkan oleh Barat. Katakanlah Partai FIS di Aljazair yang memenangkan pemilu secara mutlak. Partai ini memiliki cita-cita untuk menerapkan nilai-nilai Islam disana. Tak rela Islam mendominasi, militer Aljazair akhirnya membubarkan parlemen dan membatalkan hasil pemilu.
Secara fakta, negeri-negeri Islam masih memberlakukan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat nyatanya tidak berlaku lagi saat umat Islam lah yang memenangkan pertarungan politik di dalam sistem tersebut. Alhasil, berbagai harapan yang seakan diberikan indah dalam demokrasi, nyatanya hanya bersifat ilusi belaka. Sebab, nyatanya kepercayaan umat Islam selama ini hanya berbuah emosi dan kekecewaan.
Oleh karena itu, pemimpin Muslim tidak pantas berada dalam sistem kufur, tetapi mereka membutuhkan sistem Islam untuk mengakomodir penerapan hukum syariat Islam yaitu sistem Khilafah. Inilah saatnya umat sadar bahwa kesucian tidak akan terlahir dari kebusukan. Islam adalah agama yang fitrah. Aturan di dalamnya adalah aturan yang indah. Membawa kedamaian tak hanya untuk masyarakat dari golongannya sendiri, melainkan masyarakat seluruh alam. Islam rahmatan lil alamiin adalah benar dan benar-benar akan dirasakan saat aturan-Nya diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut juga menjadi kabar gembira dari Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda :
…ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ
“…Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih)
[Mnh]