Oleh : Sayyida Marfuah*)
MuslimahTimes– Sedih, prihatin, dan khawatir. Perasaan itu ada dalam benak kita khususnya warga masyarakat Pacitan, saat mengetahui fenomena bertambahnya jumlah penderita baru penyakit menular dan mematikan ini. HIV/AIDS telah merambah sedemikian parah di kota kecil tercinta ini. Di balik ketenarannya, dengan sebutan Kota 1001 Goa dan The Paradise of Java, ternyata menyimpan pilu yang mendalam.
Sebagaimana dilansir oleh Radarmadiun.co.id, 15/06/2019, bahwa orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terus bermunculan di Pacitan. Sejak awal tahun ini penderita baru penyakit menular itu mencapai belasan pasien. Bahkan Juni ini, tiga ODHA kembali ditemukan.
Kabid P3 Dinkes Pacitan menduga bahwa penularan penyakit ini tak lepas dari bermunculannya ODHA dari lelaki seks lelaki (LSL) alias homoseksual. Pasalnya, dari beberapa kasus, pasien didapati mengalami kelainan seksual.
Sejatinya permasalahan penyakit menular yang satu ini bukan hal yang baru, baik di Pacitan khususnya dan di negeri kita ini secara umum. Telah lama pula pemerintah mencoba mengatasi dan mencari solusi untuk menyelesaikannya, namun alih-alih mengarah kepada hilangnya penyakit ini dari masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya, yakni jumlah penderita semakin bertambah.
//Solusi Tambal Sulam Perspektif Sekular//
Berbagai solusi telah dilakukan pemerintah untuk mencegah pertumbuhan HIV/AIDS diantaranya yang dikenal dengan program ABCD (Abstinence-tidak berhubungan seks selibat, Be Faithful-selalu setia pada pasangan, Condom-gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko, dan Drugs-jauhi narkoba). Upaya penyuluhanpun tak henti dilakukan oleh berbagai LSM dan pemerintah utamanya kepada remaja dan perilaku seks aktif (para PSK). Bahkan HIV/AIDS dan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
Tak hanya itu, Kemenkes mengklaim telah melakukan banyak terobosan baru dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut hard reduction pada tahun 2006, Pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010, Penguatan Pencegahan penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011, Pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012, hingga terobosan yang disebut Strategic Use of ARV (SUFA) yang dimulai pada pertengahan 2013.
Pada Hari AIDS Sedunia (HAS) tahun 2017 pun telah dicanangkan strategi Fast Track 90-90-90. Dalam rangka mencapai target dari strategi tersebut, Kementerian Kesehatan juga menggaungkan strategi akselerasi Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan (STOP) untuk mencapai target three zero tahun 2030. Bahkan pada tahun 2018 lalu, diluncurkan pula strategi Test and Treat, yaitu ODHA dapat segera memulai terapi ARV begitu terdiagnosis mengidap HIV. (kemkes.go.id/01/12/2018)
Segala upaya untuk mencari solusi serta strategi apapun nampaknya belum membuahkan hasil, dan dijamin takkan menuntaskan persoalan ini, sebab solusi yang didasarkan pada perspektif sekuler liberal ini tidak mampu menyelesaikan persoalan hingga ke akarnya. Solusi yang tambal sulam sebagaimana yang telah dilakukan hanya akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya, dan yang pasti jauh dari ridhoNya.
//Memahami Akar Masalah//
Persoalan HIV/AIDS sejatinya bukan sekedar masalah medis. Penyakit ini merupakan dampak sosial yang ditimbulkan oleh gaya hidup yang salah seperti seks bebas, penyimpangan orientasi seks (lesbian dan homoseksual), penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain sehingga penyakit ini disebut sebagai life style disease. Pacitan yang menyandang gelar The Paradise of Java nampaknya memang berpotensi besar akan munculnya dampak-dampak sosial di atas.
Berbagai fenomena praktek hidup bebas semisal free love, free sex, pergaulan bebas, prostitusi (baik yang dilokalisasi maupun liar), merupakan sumber utama perkembangbiakan penyakit ini. Secara singkat kita katakan bahwa semua ini terjadi akibat diterapkannya sistem pergaulan yang salah, yang merupakan derivat dari sistem kufur.
Islam Mengatasi Masalah HIV/AIDS Dengan Tuntas
Fakta di atas seharusnya bisa menyadarkan kita semua, bahwa satu-satunya solusi dari seluruh permasalahan ini adalah kembali kepada aturan Allah yakni dengan menerapkan sistem Islam. Bukankah Allah Swt telah berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS ar-Rum [30]: 41)
Allah Swt., hanya Dialah yang Maha Tahu atas solusi segala permasalahan kehidupan manusia, termasuk masalah penyebaran penyakit HIV/AIDS. Gambaran strategi Islam dalam mengatasi masalah penyebaran penyakit HIV/ AIDS adalah sebagai berikut :
Pertama, Islam melarang wanita dan laki-laki yang bukan mahram berkhalwat (termasuk berpacaran) dan ikhtilath (campur baur) kecuali dalam perkara yang dibenarkan oleh hukum syara’, seperti belajar-mengajar, jual beli, umrah, haji dan naik kendaraan umum, karena hukum asal kehidupan antara pria dan wanita itu memang terpisah secara total. Begitupun, laki-laki wajib menundukkan pandangan terhadap kaum wanita, agar terhindar dari memandang lawan jenis dengan dorongan syahwat. Islam juga melarang para wanita melakukan tabarruj, berpenampilan yang bisa menarik perhatian lawan jenis. Selain itu, Islam juga melarang pria maupun wanita menampakkan auratnya di hadapan masing-masing.
Semua ini merupakan ketentuan yang telah diatur oleh sistem Islam untuk membentuk masyarakat yang baik dan sehat. Jika semua ketentuan tersebut dijalankan, maka pintu perzinaan dengan mudah akan tertutup rapat.
Kedua, menegakkan sistem hukum dan sistem persangsian Islam untuk memberantas perilaku beresiko penyebab penyebaran HIV/AIDS (yakni seks bebas, penyimpangan orientasi seks, penyalahgunaan narkoba dan lain-lain) dengan memberikan sanksi tegas pada pelaku perzinaan, seks menyimpang, penyalahguna narkoba, konsumen khamr, beserta pihak-pihak yang terkait, dimana sangsi tersebut akan mampu memberikan efek jera.
Ketiga, pencegahan penularan kepada orang sehat dilakukan dengan mengkarantina pasien terinfeksi untuk mengeliminasi penyebaran dan pengembangbiakan virus ini di tengah-tengah masyarakat dan memastikan tidak terbukanya peluang penularan. Dalam hal ini negara akan memberikan layanan pengobatan terbaik, kelas pertama, dan gratis. Negara juga akan bekerja keras menemukan penawar virus HIV/AIDS ini, dengan mendanai riset untuk keperluan ini.
Penderita tidak hanya diobati dan dirawat secara fisik, tetapi kepada mereka juga akan diberikan recovery mental, sehingga bisa menatap masa depan dan sisa hidupnya dengan sabar dan tawakal. Selain itu, baik kepada penderita maupun masyarakat juga ditanamkan pandangan positif, bahwa hal ini merupakan musibah yang bisa menggugurkan dosa-dosa mereka apabila diterima dengan ikhlas dan penuh kesabaran.
Demikianlah cara Islam menyelesaikan masalah terkait penyebaran virus HIV/AIDS. Dengan cara ini penyebaran HIV/AIDS akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Hal tersebut hanya bisa diwujudkan jika negara menerapkan sistem Islam di semua aspek kehidupan. Sistem yang berasal dari Allah inilah satu-satunya pemberi penyelesaian terbaik karena hanya Dialah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Wallaahu A’lam bi ash-Shawaab
*)Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
[Mnh]