Oleh: Annida K. Ummah, S.Pd
MuslimahTimes– Siapa tak mendamba menjadi seorang pengantin. Terbayang kebahagiaan menunggu di hadapan. Menjalani episode kehidupan baru bersama orang baru, disertai sejuta harapan baru. Namun, tak begitu untuk Monika (24), seorang perempuan asal Kalimantan Barat yang berhasil kabur dari suaminya di China. Ia adalah salah satu dari 29 perempuan yang menjadi korban pengantin pesanan di China. Bukan kebahagiaan yang didapat, melainkan kesengsaraan melumat.
Berdasarkan keterangan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini dibawa ke China, lalu dinikahkan dengan lelaki di negara tersebut dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun, kata Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah ‘dieksploitasi’ dengan bekerja di pabrik tanpa upah.
“Dia sama-sama kerja dari jam 7 sampai 6 sore. Kemudian ada lagi kerja tambahan merangkai bunga sampai jam 9 malam. Jadi dia kerja. Tapi dari pekerjaan-pekerjaan itu dia nggak dapat apa-apa. Semua upahnya itu ke suami atau ke mertua,” ujarnya dalam konferensi pers di LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019) siang.
Dari berbagai laporan, SBMI menemukan para perempuan ini dipesan dengan harga 400 juta Rupiah. Dari angka itu, 20 juta diberikan kepada keluarga pengantin perempuan sementara sisanya kepada para perekrut lapangan. Di China, para korban kerap dianiaya suami dan dipaksa berhubungan seksual, bahkan ketika sedang sakit. Para korban juga dilarang berhubungan dengan keluarga di Indonesia. SBMI menduga, pernikahan ini sebetulnya merupakan praktik perdagangan manusia. Namun di China, kasus-kasus ini dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan perdagangan orang. (VOA Indonesia, 24/6/2019)
Munculnya fenomena perdagangan manusia adalah salah satu manifestasi sistem sekuler kapitalistik. Pandangan hidup yang salah menjadikan manusia menghalalkan segala cara untuk mempertahankan hidup. Bukan berbekal benar salah, melainkan berbekal untung rugi. Bukan hanya menjual barang, menjual orang pun dilakukan jika mendatangkan keuntungan berlimpah.
Perempuan dalam sistem sekuler kapitalistik dipandang sebagai obyek dan komoditas yang renyah. Segala sisi perempuan akan dimanfaatkan dengan maksimal guna meraih keuntungan materi. Berparas cantik bisa dimanfaatkan untuk menjajakan produk jualannya. Berpendidikan baik akan diiming-imingi karir bergengsi atas nama kesetaraan. Bahkan yang tidak berparas cantik dan berpendidikan tinggi, masih akan dimanfaatkan dari segi tenaganya.
Sistem sekuler kapitalis akan tetap melirik perempuan dan menjadikannya objek serta komoditas. Tindak perdagangan orang bisa terus terjadi. Bahaya tengah mengancam remaja putri kita, jika sistem kapitalis tetap menjadi pijakan dalam menentukan kebijakan atau membuat aturan. Butuh solusi tuntas atas fenomena perdagangan orang ini. Tentu bukan dengan kesetaraan gender, sebab hal itu tidak akan terwujud. Kapitalis tentu tidak akan membiarkan produk renyahnya hanya dipajang tanpa dijajakan. Perempuan tidak akan pernah setara dan kapitalis juga tidak akan membiarkan kesetaraan benar-benar terwujud.
Satu-satunya solusi tindak perdagangan orang adalah menanggalkan sistem sekuler kapitalistik sebagai landasan kehidupan.
[Mnh]