Oleh : Pipin Latifah, SEI
(Anggota Ibu Profesional Bogor)
#MuslimahTimes — Ketika akan membahas tentang orang tua, mari kita awali bagaimana Alquran membahasnya dalam QS Al-Balad ayat 3
وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ
Demi waalid (Ayah) dan apa yang dilahirkannya (anaknya)
Makna Waalid (وَالِدٍ)
Para ulama tafsir, menyampaikan beberapa penafsiran yang beragam tentang arti dari “وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ“ Beberapa penafsiran yang menonjol dalam tafsir ibnu katsir adalah sebagai berikut:
- وَالِدٍ artinya adalah bapak atau orang tua dan مَاوَلَدَ adalah anak. Ini adalah penafsiran yang diunggulkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari.
- Demi Adam dan keturunannya.
- Demi Nabi Ibrahim dan putranya.
Dari berbagai penafsiran di atas, kita ambil satu contoh penafsirannya bahwa Allah bersumpah dengan nama Ayah. Ini berarti betapa luar biasa peran seorang ayah.
Hanya Allah yang bersumpah dengan makhluknya. Dan Allah pasti bersumpah dengan sesuatu yang layak mendapat perhatian besar. Contohnya demi waktu. demibuah tiin, demi matahari, demi bulan, demi malam, demi siang, dan kali ini Allah bersumpah dengan AYAH. Jadi Ayah adalah TEMA BESAR yang perlu kita perhatikan karena Allah bersumpah dari sekian makhluknya yang dipilih adalah ayah.
Dalam pendidikan anak, tentu peran ayah pun amat krusial. Kecelakaan pendidikan akan terjadi jika dalam proses pendidikan itu hanya ibu yang berperan mendidik anaknya sedangkan ayah tidak hadir dalam proses pendidikan anaknya. Karena, ketika berbicara tentang orang tua, orang yang telah Allah berikan tanggung jawab langsung untuk mendidik amanah yang telah dititipkan-Nya, maka pastilah akan menyangkut dua orang yaitu ayah dan ibu.
Memang, di beberapa point ayah lebih tinggi posisinya dibanding ibu, tapi di beberapa point lain pun, ibu lebih tinggi posisinya dibanding ayah. Karena itu, untuk mendidik anak, yang Allah berikan tanggung jawab itu kepada ayah dan ibunya. Bukan ayahnya saja atau ibunya saja.
Jika kita (para orang tua) saat ini merasa tidak ridha dengan keadaan pendidikan Indonesia yang semrawut, kita menginginkan perubahan sistem pendidikan sesuai Islam agar terwujud generasi yang gemilang layaknya Muhammad Al-Fatih, tapi sosok ayah tidak hadir dalam proses pendidikan anaknya dan semua urusan pendidikan dilimpahkan kepada ibunya saja dengan dalih sibuk mencari nafkah, maka sungguh itu bagaikan jauh panggang dari api untuk menanti sebuah perubahan bagi kualitas generasinya.
Maka, hati-hatilah akan ancaman kehancuran rumah tangga ketika ayah tidak menjalankan perannya. Juga pastilah hasil rumah tangganya pun tidak istimewa jika ayah mengabaikan perannya.
Makna Maa Walad (مَا وَلَدَ)
apa yang dilahirkannya (anaknya)
Seorang ayah memang secara fisik tidak melahirkan anaknya. Proses kelahiran anak berasal dariash-Sulbiseorang laki-laki danat-taraaib dari seorang perempuan, sebagaimana dalam QS Ath-Thariq ayat 7
يَخْرُجُمِنْبَيْنِالصُّلْبِوَالتَّرَائِبِ
Artinya : “Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”
Jadi, ayah itu sebenarnya melahirkan. Tapi, penempatan janinnya secara sunatullah di rahim ibu. Sehingga yang melahirkan secara fisik memang ibu.Dapat kita ambil kesimpulan bahwa ayat ini berbicara juga tentang ayah dan ibu sekaligus.
Jika ayah merupakan tema besar dalam keluarga, begitu halnya dengan ibu. Dalam Quran, peran ibu pun merupakan tema besar yang layak untuk diperhatikan. Seorang ibu tidak hanya cukup melahirkan anak-anaknya saja. Jika tugasnya hanya melahirkan saja, memang ia sudah menjadi ibu. Tapi, ibu seperti ini adalah ibu ‘jadi-jadian’ dan belum sempurna menjadi seorang ibu jika ia tidak menjalankan perannya sebagai pendidik anak-anaknya.
Karena itu, ketika di rumah, seorang wanita itu adalah ibunya anak-anak, tapi tidak menjalankan fungsinya sebagai ibu, maka bagaimana akan berharap mewujudkan keluarga yang istimewa dunia dan akhirat?Bukankah begitu banyak ibu masa kini yang sibuk diluar rumah tapi abai dalam keluarganya? Padahal tempatnya yang mulia bagi wanita adalah di rumahnya. Semulia apapun perannya dan kesibukannya di luar rumah, itu tidak akan berarti jika anak-anaknya berantakan, apalagi jika wanita disibukkan di luar dengan hal tidak mulia. Hancurlah generasi.
Makna MAA
وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ
Wa walidin wa MAA walad
Apa yang dilahirkan? Yang dilahirkan adalah makhluk hidup, kenapa Quran menyebutnya dengan MAA bukan MAN?
Para ahli tafsir membahas tersebut. Satu contohnya bahwa ada kata walidin (nakiroh) atau MAA untuk menunjukkan betapa besar dan pentingnya pembahasan orang tua dan apapun yang dilahirkannya.
Jadi, Ayah dan Ibu. Jika kita mau mengubah generasi itu mulailah dari sini. Memahami secara utuh dari QS Al-Balad ayat 3 ini.
وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ
Wa walidin ma maa walad.
Artinya, Quran ingin mengajarkan kepada kita para orang tua, munculkan dulu bahwa kita orang penting di posisi masing-masing. Ayah di posisi ayah. Ibu di posisi ibu. Jangan tertukar posisinya. Laksanakan sebaik-baiknya peran kita masing-masing. Juga pelajari bagaimana generasi dahulu sukses dalam mendidik anak-anaknya hingga mampu menorehkan tinta emas dalam peradaban Islam.
Pendidikan Dimulai Dari Orang Tua
Mendidik anak itu sebenarnya dimulai dari orang tua. Bukan dari anak. Hal itu bisa kita lihat dalam QS Al-Furqan ayat 74
وَالَّذِينَيَقُولُونَرَبَّنَاهَبْلَنَامِنْأَزْوَاجِنَاوَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍوَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَإِمَامًا
Artinya: Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Jelas bahwa dalam penggalan ayat di atas, Quran membahas tentang pasangan terlebih dahulu (أَزْوَاجِنَا), kemudian keturunan (وَذُرِّيَّاتِنَا).
Jadi, jika anak ingin berubah, tapi orang tuanya tidak mau berubah, orang tuanya mencukupkan diri menitipkan anaknya ke sekolah dan berharap pulang sekolah itu anaknya akan menjadi anak shalih. Maka tanyakan kembali kepada diri para orang tua. Sehebat apa sekolahnya? Sehebat apaguru-gurunya hingga mampu mencetak anak yang shalih? Padahal telah Allah titipkan langsung tugas pendidikan itu kepada orang tuanya. Orang tua yang seharusnya berusaha membuat anaknya shalih dengan senantiasa menghadirkan atmosfer keshalihan di rumahnya hingga semua anggota keluarga pun turut menjadi shalih.
Mari kita lihat, bagaimana Alquran membahas tentang orang tua dan anak.
Pembahasan orang tua dan anak yang masuk surga ada di QS Ath-Thur ayat 21.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Makna ayat أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ (Alhaqnaa bihim dzurriyyatahum) adalah “Kami hubungkan anak keturunan mereka ke orang tua mereka,”
Para ahli tafsir menyatakan bahwa bukan berarti maksud ayat ini adalah ayah, ibu, anak, cucu, langsung berkumpul di surga. Karena kata أَلْحَقْنَا (al-haqna) menunjukkan bahwa dihubungkan itu artinya sang anak tidak layak untuk berada di surga setinggi ayah ibunya. Artinya, ayah ibunya memiliki keshalihan yang lebih tinggi dari anaknya. Karena itu, ayah ibunya lebih tinggi dari surga anaknya.
Jadi QS Ath-Thur ayat 21 ini sebenarnya membahas tentang orang tua yang lebih bagus imannya, lebih bagus akhlaknya, lebih bagus kesholehannya. Tapi maasyaAllah orang tua, biasanya akan ingat terhadap anaknya. Misal ibu-ibu sedang makan tapi anaknya jauh darinya biasanya ia akan ingat anak-anaknya.Allah tidak ingin kenikmatan surga itu berkurang. Ketika orang tua menanyakan anaknya :“Dimana anak saya?” Agar sempurna kenikmatan surga, maka sebagai bentuk rahmat Allah, karena tidak ingin berkurang kenikmatan surga bagi kedua orang tua, maka أَلْحَقْنَا (al-haqna)Allah hubungkan anaknya setingkat dengan surga ayah ibunya.
Ayah dan Ibu.
Jadi, sebenarnya maunya Allah dalam ayatQS Ath-Thur ayat 21 ini adalah agar orang tua itu shalihnya luar biasa hingga anaknya tidak bisa mengikutinya.Ia terus berlomba bersama anaknya agar ketakwaannya jauh melebihi anak-anaknya hingga mereka tidak bisa mengejar keshalihan orang tuanya. Bukan malah terbalik berpikir “Tidak apa-apa jika saya tidak shalih-shalih banget”.
Selanjutnya, kita bisa pelajari hikmah tentang orang tua dan anak yang terdapat pada QS Al-Kahfi ayat 82
وَأَمَّاالْجِدَارُفَكَانَلِغُلَامَيْنِيَتِيمَيْنِفِيالْمَدِينَةِوَكَانَتَحْتَهُكَنْزٌلَهُمَاوَكَانَأَبُوهُمَاصَالِحًافَأَرَادَرَبُّكَأَنْيَبْلُغَاأَشُدَّهُمَاوَيَسْتَخْرِجَاكَنْزَهُمَارَحْمَةًمِنْرَبِّكَ ۚ وَمَافَعَلْتُهُعَنْأَمْرِي ۚ ذَٰلِكَتَأْوِيلُمَالَمْتَسْطِعْعَلَيْهِصَبْرًا
Artinya: “Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Dari berbagai tafsir tentang ayat di atas, seperti tafsir Al-Mukhtasar menerangkan bahwa
وَكَانَ أَبُوهُمَا صٰلِحًا (sedang ayahnya adalah seorang yang shalih), keshalihan ayahnya menjadi sebab terjaganya kedua anaknya beserta harta keduanya.
Ini adalah pelajaran penting bagi orang tua. QS Al-Kahfi ayat 82 ini ingin mengajarkan bahwa keshalihan orang tua adalah investasi terbaik yang sangat berharga untuk anak keturunannya.
Jadi, jika kita ingin menjadi orang tua yang dirindukan surga, maka pahami dulu tentang makna dari QS Al-Balad ayat 3. Kita adalah orang tua yang amat penting posisinya dan menjadi tema besar yang layak diberi perhatian besar, sudahkah kita melaksakan perannya sebagai pendidik generasi? Sudahkah kita juga berusaha memenuhi maksud Allah dari QS Ath-Thur ayat 21 untuk menjadi orang tua yang luar biasa keshalihannya hingga anak-anak kita pun tidak bisa mengejar keshalihan kita? Sudahkan kita juga memahami, bahwa keshalihan kita sebagai orang tua adalah investasi terbaik untuk penjagaan anak keturunan kita?
Wallahu a’lam bish shawab.