Oleh Kholda Najiyah
Pemimpin Redaksi www.muslimahtimes.com
Mualimahtimes-“Wajah itu dirawat, bukan diedit.” Begitu sebuah meme pernah populer. Kini, edit-mengedit foto ini, kian populer dengan adanya aplikasi khusus yang mampu menyulap wajah dari berbagai sisi. Seperti yang sedang trending topic, yakni #AgeChallenge memakai #FaceApp.
Ya, beberapa hari ini, wajah-wajah cantik dan ganteng, tiba-tiba berubah menjadi nini-nini dan aki-aki di berbagai media sosial. Rupanya sedang booming di seantero jagad. Untuk apa? Seperti biasa, hanya seru-seruan. Akibatnya, mulai artis sampai ustaz, semua ikut-ikutan.
Aplikasi FaceApp sendiri, benar-benar membuat wajah jadi berbeda dari aslinya. Bukan hanya menuakan wajah muda seperti yang sedang booming, tapi juga bisa menghasilkan wajah muda dari usia sebenarnya. Ada fitur perjalanan waktu, di mana akan tampil masa lampau, saat ini dan masa mendatang. Akan tampak wajah kita lebih muda, mulus, tirus dan cantik atau ganteng maksimal. Setelah itu wajah tua.
Selain itu, ada berbagai fitur yang bisa dicoba. Mengubah bentuk dan warna rambut, memakaikan kacamata, dan sebagainya. Yang menyebalkan, ada aplikasi untuk mengubah penampilan berdasar gender. Jadi, kalau laki-laki bisa mencoba berwajah wanita, dan sebaliknya. Semoga fitur ini tidak booming supaya tidak ada yang ikut-ikutan.
Pasalnya, jelas-jelas Islam mengharamkan perubahan gender. Walaupun cuma di foto. Cuma iseng. Cuma main-main. Laki-laki dilarang keras berpenampilan seperti wanita dan sebaliknya. Terbukti, larangan ini banyak sekali maslahatnya. Apalagi di zaman gila saat ini, di mana laki-laki dan wanita mulai tipis-tipis bedanya. Apa jadinya jika penampilan laki-laki dan wanita boleh saling dipertukarkan. Tidak akan jelas lagi mana jamaah laki-laki, mana jamaah perempuan.
Jangankan mengubah gender, ada ulama yang mengharamkan edit foto. Sebab, hal itu sama halnya dengan membuat gambar baru makhluk Allah. Padahal, menggambar makhluk bernyawa itu haram. Menampilkan foto yang tidak real pick, berbeda dari realitas sendiri adalah sebuah kebohongan. Apalagi kalau dipublikasikan secara luas. Demi apa? Tanyakan pada nurani, banggakah foto editan ditaburi pujian? Astaghfirullah.
/ Tuduhan Manipulasi /
Ngomong-ngomong soal edit foto ini, kebetulan sedang ramai kasus caleg cantik yang digugat kemenangannya karena dituduh mengedit foto secara berlebihan. Caleg DPD Dapil NTB Evi Apita Maya ini, mulai menjalani sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Seperti dilansir Kompas, Evi tak terima dirinya dituding mengedit foto pencalonan di luar batas wajar. Menurut Evi, wajar jika seorang calon pemimpin ingin menampilkan foto terbaik di alat peraga kampanye (APK) maupun surat suara. Evi menilai, ukuran cantik tidaknya seseorang sangat subjektif. Ketika masa kampanye, kata Evi, banyak warga yang justru lebih menyukai paras aslinya daripada wajah Evi di foto APK.
Evi tidak setuju dengan tudingan pesaingnya, Farouk Muhammad, yang menyebut dirinya memanipulasi masyarakat karena fotonya terlalu cantik. Evi mengatakan, Farouk adalah satu-satunya orang yang mempersoalkan foto pencalonannya. “Jadi tidak selamanya orang bilang foto saya itu lebih bagus daripada aslinya,” katanya.
Lagipula, lanjutnya, tidak ada larangan pemilih untuk menentukan suara berdasar foto caleg. “Ada nggak hak konstitusi setiap warga negara Idonesia tidak boleh lho pilih-pilih berdasarkan foto?” katanya (Kompas).
/ Fitrah Cantik /
Benar, cantik itu memang relatif. Dan, setiap perempuan pasti ingin tampil cantik. Itu fitrahnya. Apalagi jika fotonya dipajang atau dipublikasikan. Di antara sekian foto, pasti akan ditampilkan yang paling bagus. Paling eye cacthing. Tidak bikin malu. Kalau perlu yang mengundang kekaguman.
Apalagi untuk Pemilihan Legislatif (Pileg). Caleg ini pasti di make-up dan difoto di studio agar terlihat bagus penampilannya. Tidak cuma foto selfie, meski beauty camera tersedia. Jadi, meski wajah aslinya sudah cantik, make up alias berdandan sudah menjadi kebutuhan. Itulah dunia wanita kebanyakan. Maka, wajar jika fotonya tampak glowing dibanding aslinya. Sebab, tentu saja ia tak akan menampilkan wajah polos tanpa make up. “Masak saya pasang foto bangun tidur,” tukas Evi.
Nah, di sinilah sekali lagi kemaslahatan Islam terbukti benar. Ternyata, penampilan yang melebihi ambang batas normal bisa menimbulkan perselisihan. Dianggap manipulasi. Penipuan.
Tampil apa adanya adalah yang ideal. Itu sebabnya mengapa wanita dilarang tabaruj atau menampakkan kecantikannya secara berlebihan. Apa ukuran tabaruj? Yaitu ketika ia dipoles make up yang membuat orang terpana. Menjadi berbeda dari aslinya.
Saat ini, berkembang berbagai jenis make up yang mampu mengubah wajah perempuan jauh dari aslinya. Bukan editan, hanya make up saja. Before dan after berdandan, menjadi sangat berbeda. Inilah ukuran dilarangnya tabaruj. Jangan mempertontonkan kecantikan. Selain membuat iri para wanita lainnya, ternyata membuat gerah kaum pria.
/ Gaduh Tak Berfaedah /
Urusan foto pun terbukti menjadi masalah besar jika menyangkut syahwat kekuasaan. Tampilan foto saja sampai ke meja pengadilan. Sepele, tapi membuat kegaduhan. Seolah tak ada yang lebih urgent untuk dipermasalahkan. Padahal persoalan bangsa tak ada habis-habisnya. Membutuhkan solusi nyata dan segera.
Di satu sisi ini introspeksi untuk para calon pejabat, agar lebih bersahaja dan tampil apa adanya. Bukan bersahaja berupa pencitraan, tapi sebenar-benarnya.
Di sisi lain juga sebuah keprihatinan. Tampaknya, masyarakat belum dewasa. Mereka lebih terhipnotis tampilan lahiriyah dibanding konsekuensi dari sebuah kekuasaan itu sendiri. Itu jika benar kemenangan Evi karena faktor fotonya.
Namun, demikianlah corak khas sistem demokrasi. Memilih calon pemimpin hanya menonjolkan kemasan tanpa paham isinya.
Tentu hal ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Tercegahlah manipulasi penampilan, baik di media sosial maupun dalam memilih pemimpin. Sebab, umat Islam tidak akan terpapar aplikasi editan. Fokus merawat amalan yang bermaslahat bagi umat.(*)
Bogor, 19 Juli 2019
#faceAPP