Oleh: Nurul Rachmadhani
MuslimahTimes– Sungguh ironis negeri ini, lagi-lagi bendera tauhid menjadi incaran, dipermasalahkan ketika bendera hitam putih itu dikibarkan.
Pasalnya bendera tauhid yang dikibarkan siswa MAN 1 Kabupaten Sukabumi, Jumat (19/7/’19) tengah menjadi sorotan. Foto yang beredar saat kegiatan MOS dalam acara promosi ekstrakurikuler ternyata menimbulkan kegaduhan, cuitan di Twitter yang menentang aksi ini ternyata di retweet oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR kepada Kemenag yang menyatakan keberatannya atas pengibaran bendera tauhid. Menurutnya, penggunaan atribut bendera tauhid harus diklarifikasi, dan seharusnya sekolah madrasah harus mengedepankan semangat NKRI daripada pengibaran bendera yang identik dengan ormas terlarang (Detiknews, 22/7/’19).
Tindakan Menag dalam menginvestigasi siswa MAN yang mengibarkan bendera tauhid menuai banyak tanggapan. Salah satunya dari ketua bidang Tarbiyah Persis, Irfan Saprudin. Menurutnya, tindakan Menag terlalu berlebihan, apalagi sampai menyangkut pautkan dengan organisasi HTI. Padahal keberadaan HTI tidak pernah berbuat kejahatan atau berupaya menggulingkan pemerintah yang sah (republika.co.id, 23/7/’19).
Seperti yang kita ketahui, memang benar HTI sudah melekat dengan bendera tauhid, tapi bukan berarti bendera hitam putih tersebut adalah bendera milik HTI. Bendera tauhid adalah milik semua umat Islam, yang mana didalamnya terdapat kalimat La illaha illallah Muhammad Rasulullah, dengan kalimat inilah setiap muslim ingin hidup dan matinya.
Seharusnya, ini bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan. Mengibarkan bendera tauhid berarti menunjukan tanda bahwa dalam jiwa setiap muslim begitu mencintai Islam sebagai agamanya. Tidak mengancam jiwa apalagi negara.
Yang harus menjadi perhatian pemerintah sebenarnya adalah pada masalah yang sedang mengancam kerusakan setiap generasi negeri. Narkoba, seks bebas, LGBT, tawuran pelajar, dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya yang harus benar-benar mendapatkan penyelesaian secara tuntas. Karena justru yang seperti inilah yang dapat mengancam jiwa dan mengancam kerusakan negara, karena bila setiap jiwa generasi rusak maka negara pun akan ikut rusak.
Sayangnya, hal yang demikian tak pernah mendapat penyelesaian serius. Tetapi, ketika aksi yang berbau dengan simbol Islam muncul, seolah itu adalah masalah besar yang harus diusut tuntas dan dibinasakan.
Beginilah ketika negara yang berlandaskan sistem sekuler, yang mana memisahkan agama dengan kehidupan, maka tak akan rela bila dalam setiap aspek kehidupan harus disangkutpautkan segala perbuatannya dengan agama. Karena sekuler telah melahirkan kehidupan yang liberal, bebas tanpa aturan. Bebas melakukan apa saja tanpa takut akan dosa sekalipun ada sang Maha Kuasa yang mengawasi.
Hasilnya, kebencian terhadap salah satu ormas yang notabene memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam dan memperjuangkan tegaknya syariah di muka bumi ternyata membuat mereka seperti kebakaran jenggot saat bendera tauhid berkibar. Maka tak heran bila akhirnya keimanan dan keislamannya harus dipertanyakan. Miris.
Oleh karena itu, tidak salah ketika syariah dan Khilafah menjadi solusi akhir yang paling manjur. Karena dalam pemerintahan Islam segala kehidupan akan berhubungan dengan agama. Tidak terpisah. Menjadikan setiap jiwa manusia bertakwa kepada sang Maha Kuasa. Simbol agama tak dipermasalahkan ketika itu ditujukan untuk kebaikan dan kebenaran. Yang mana pada akhirnya, bisa membedakan mana masalah yang harus diselesaikan mana masalah yang seharusnya bukan masalah.
Wallahu’alam bishowab.