Oleh Ashaima Va
#MuslimahTimes –– Film yang menuai kontroversi yang diminati, begitulah yang terjadi pada film dua garis biru. Ancaman boikot sebelum rilisnya film ini seakan menjadi promosi gratis. Terbukti di hari ketiga penayangannya, film ini berhasil meraup 500.000 penonton lebih. Rerata review berisi kekaguman namun tak sedikit yang mengkritisi.
Jika ditinjau dari keberhasilan akting dan penggarapannya, film ini banyak menuai pujian. Belum lagi melalui kedalaman karakter tokoh-tokohnya yang mampu menghantarkan amanat dari cerita dengan apik. Konon melalui film ini, penonton digiring untuk menyadari pentingnya pendidikan seks di usia dini dan pentingnya komunikasi dalam keluarga. Dan eiit … masih ada satu lagi yang jadi bahan pembicaraan yaitu unsur baper saat melihat perjuangan Bima untuk bertanggung jawab.
Dua garis biru bukanlah cerita pertama yang mengisahkan tentang kehamilan remaja usia dini. Sebelumnya sudah ada sinetron atau novel best seller yang mengangkat konflik serupa. Rata-rata berujung manis dengan si cowok tak lari dari tanggung jawab. Benar-benar bikin baper mengikuti perjuangannya untuk bertanggung jawab dan melindungi ceweknya.
Sayangnya, fakta di masyarakat menunjukkan bahwa tak semua seperti Bima. Remaja-remaja yang terjebak pergaulan bebas adalah remaja-remaja yang matang secara fisik namun tidak secara mental. Mereka-mereka adalah remaja yang terpapar pergaulan bebas. Senang hati berbuat zina namun enggan bertanggung jawab. Jika si cewek sudah hamil, pendek akal, aborsi jadi solusi. Bahkan ada yang lebih parah bukan saja bayi dalam kandungan termasuk sang ibu yang mengandung pun mesti dihabisi. Ada yang didorong ke sungai yang dalam atau dibakar hidup-hidup. Na’udzubillahi min dzalik.
Pendidikan seks usia dini hanyalah solusi tambal sulam yang justru menginspirasi. Remaja-remaja tidak hanya diajari bahayanya hamil usia dini tapi juga diajari bagaimana terjadinya kehamilan. Yang tidak tahu, jadi tahu. Padahal mereka belum berada pada kematangan mental yang cukup untuk mempelajarinya. Ujung-ujungnya mereka tidak akan merasa bersalah berbuat zina asal pakai kondom. Biar nggak kejadian seperti Bima-Dara.
Jika bukan dengan pendidikan seks usia dini, dengan apa kita menjaga anak-anak kita dari kehamilan di luar nikah?
Bagi keluarga muslim ajarkan anak-anak kita bergaul secara Islam. Dari mulai ghadul bashar (menundukkan pandangan) pada lawan jenis, menutup aurat bagi yang sudah baligh, tidak berkhalwat atau berdua-duaan di tempat sepi dan yang pasti tinggalkan aktivitas pacaran.
Al-qur’an dalam surat Al-Isra ayat 32 dengan tegas melarang hamba Allah untuk mendekati zina.
Negara pun harus hadir dalam menciptakan suasana pergaulan remaja yang sehat. Bina generasi dengan pendidikan Islam dan kontrol penyebaran content pornografi dan pornoaksi di media cetak dan elektronik. Semata agar generasi muda tak terpapar pornografi dan pornoaksi.
Untuk para ibu di luar sana bekali anak-anak dengan ketakwaan sehingga mereka akan bergaul secara Islam. Tak perlu memberi gambaran detail aktivitas zina, mereka akan takut mendekatinya karena dorongan ketakwaan.
Jangan merasa tenang saat anak kita berpacaran. Tidak akan pernah ada pacaran sehat. Saat mereka berkhalwat syaithan akan membisiki. Akan ada bujuk rayu agar menyerahkan kehormaran sebagai tanda cinta. Kalau sudah begini kisah akan berlanjut dengan remaja buang bayi.
Lalu jika bukan dengan pendidikan seks usia dini, dengan apa anak-anak akan memahami fungsi organ reproduksinya? Mereka tak perlu dijelaskan dengan vulgar. Sesungguhnya yang lelaki akan Allah ajari melalui mimpi basah dan yang perempuan akan dibimbing oleh suami-suami mereka kelak. Ajarkan saja para remaja itu rasa takut pada Allah. Takut untuk melanggar aturan-Nya sehingga mereka akan menjauhi pacaran.
Hati-hati, film ini boleh jadi akan menjadi kampanye bagi remaja putri, tak apa menyerahkan kehormatan. Kalau sampai hamil pacarku akan seperti Bima, kok. Sayangnya belum tentu semuanya seperti Bima, dear. Wallahua’lam bishshawab.