Oleh : Henyk Widaryanti
(Pemerhati Masalah Remaja)
#MuslimahTimes –– “Berikan aku sepuluh pemuda, akan ku goncangkan dunia.” (Soekarno)
Sungguh betapa istimewa seorang pemuda. Di pundaknya tonggak kepemimpinan disandarkan. Mereka adalah calon penerus bangsa. Bervisi dan misi memperbaiki negara. Dengan semangat yang menggelora, pemikiran yang maju, tenaga yang hebat, mereka mampu merubah dunia.
Namun, harapan tinggallah sebuah impian. Nihil dicapai. Bagaimana para pemuda bisa menjadi penerus bangsa ketika dipikirannya hanya orientasi seks saja? Sebagaimana yang terjadi di Tulungagung, ratusan siswa terjerumus pada perilaku Lelaki Seks Lelaki (LSL). Sebanyak 498 pria ditemukan memiliki disorientasi seksual ini. Parahnya, 60 persen adalah para pelajar usia 11-20 tahun (Detik.com, 24/07/19).
Dari hasil penelitian akibat perilaku ini, telah ada 21 diantaranya positif HIV/AIDS. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, wabah penyakit mematikan ini akan menjadi bom waktu. Sewaktu-waktu bisa meledak. Temuan di Tulungagung ini hanya bagian kecil dari masyarakat yang telah terkontaminasi wabah LSL. Faktanya, masih banyak di tempat-tempat lain yang mulai terserang. Bisa dilihat dengan banyaknya club-club khusus LSL di medsos, penggrebegan di tempat-tempat hiburan atau olah raga.
Dari hasil penelitian, Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Didik Eka menyatakan bahwa munculnya LSL dapat dipengaruhi beberapa faktor. Diantaranya, masalah hormonal, pengasuhan orang tua, lingkungan dan kurangnya pengetahuan seks reproduksi.
Mengulik Akar Masalah LSL
Dari pendapat KP3M Dinkes Tulungagung kita dapat menyimpulkan penyebab timbul dan menyebarnya LSL sebagai berikut,
Pertama, masalah hormonal. Setiap anak memiliki tingkat hormonal yang berbeda-beda. Namun, hal ini tidak bisa bisa kita jadikan acuan penyebab suka sesama jenis. Karena secara fitrah manusia seluruhnya memiliki ghorizah nau (naluri kasih sayang). Bentuk naluri ini adalah timbulnya rasa suka dengan lawan jenis. Jadi meski hormon kejantanan sedikit, ghorizah nau tetap aktif.
Kedua, pola pengasuhan orang tua. Tidak bisa dipungkiri pola pengasuhan ini memang cukup berpengaruh bagi kepribadian seseorang. Kurangnya perhatian orang tua, dan pendidikan agama yang minim membuat anak tak terkontrol. Anak tak bisa membedakan benar-salah tanpa didikan orang tua. Selain itu, cara orang tua memperlakukan anak misal anak laki-laki didandani layaknya perempuan, hal ini mengacaukan pemahaman anak sebagai seorang lelaki. Meski awalnya hanya untuk bersenang-senang, tapi jika terus dilakukan akan menjadi pembiasaan buruk.
Ketiga, lingkungan. Pergaulan anak ikut memberikan sumbangsih yang besar dalam disorientasi seksual ini. Seorang anak yang dahulunya menjadi korban, jika tidak ada pendampingan yang benar dari lingkungan akan menjadi pelaku juga. Dengan membentuk suatu komunitas, maka perbuatan seperti ini akan langgeng.
Keempat, pengetahuan tentang seksual dan reproduksi. Jika masalah ini tidak disertai bimbingan yang benar. Bisa dipastikan ketika ada pengaruh dari luar, anak-anak dan remaja akan coba-coba. Pasalnya, jiwa muda sering memiliki rasa penasaran yang besar. Awalnya hanya mencoba, namun setelahnya ketagihan.
Liberalisme, Akar Masalah Wabah
LSL bukan penyakit biasa. Penyakit ini tidak timbul dari sisi kesehatan. Ini adalah penyakit moral, akibat salah pergaulan. Disorientasi seks, yaitu kesalahan dalam memenuhi naluri seksualnya. Penyakit ini hanya timbul jika ada faktor pemicu dari luar.
Faktor tersebut bisa dari pergaulan. Salah gaul adalah faktor pemicu paling kuat. Ketika pergaulan anak dibebaskan, mereka bertemu dengan para penikmat perilaku ini. Maka, bisa dipastikan anak-anak tersebut akan terpengaruh. Apalagi jika disertai dengan film-film mendukung seperti “Kucumbu Tubuh Indahku”.
Kebebasan bergaul, bertingkah laku, hingga bebas memenuhi birahinya adalah buah dari pemikiran liberalisme-kapitalisme. Pemahaman ini mengajarkan manusia bebas memenuhi kebutuhannya dengan cara apapun. Bahkan tidak masalah jika pemenuhan itu harus keluar dari kodrat manusia.
Kebebasan tingkah laku dijunjung tinggi. Bahkan dijadikan sebagai hak asasi manusia. Perilaku LSL pun dilindungi. Dan masuk menjadi program sosialisasi utama yang badan keamanan dunia. United Nations Development Programme (UNDP) menjalin Kemitraan Regional dengan kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID. Dengan dana Rp 108 miliar dikucurkan untuk membiayai kegiatan Lesbian, Gay, Biseksual dan Trans gender (LGBT) di 4 negara Asia. Yaitu, Indonesia, China, Thailand dan Filiphina.
Pemuda Harapan Bangsa
Pemuda memiliki peranan penting dalam pembangunan sebuah negara. Mereka memiliki tugas sebagai Agent of Change. Agen perubahan. Dengan darah mudanya, merekalah tumpuan umat. Yang memiliki tenaga, pikiran dan kemauan yang tinggi untuk bangkit dari keterpurukan.
Apalagi saat ini, geliat Islam hampir mencapai puncaknya. Kebangkitan Islam butuh pemuda-pemuda pemberani untuk melawan keterpurukan ini. Menghancurkan benteng-benteng kebangsaan yang dibuat musuh Islam. Namun, akankah harapan itu tercapai jika generasinya terjangkit LSL?
Tentu tidak akan tercapai. Sebab, musuh Islam sengaja menyebarkan virus ini. Tujuannya adalah merusak para generasi. Agar kebangkitan hakiki tidak akan terlaksana.
Menangkal Virus LSL
Perlu obat penangkal yang mujarab bagi virus ini. Karena ini adalah penyakit moral (sosial) disorientasi seks, maka kita perlu memutus rantai masalah tersebut. Islam sebagai agama yang paripurna memiliki penyelesaian yang sempurna.
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,” (QS. Ibrahim : 1-2)
Islam melalui Rasulullah Saw akan membawa manusia dari jurang kegelapan menuju cahaya. Maka, Islam memberikan penyelesaian atas masalah ini.
Pertama, dengan menanamkan akidah Islam akan menumbuhkan keimanan pada diri seseorang. Keyakinan pada Allah Yang Maha Pencipta dan Pengatur menjadikan seseorang akan berfikir sebelum bertindak. Orang yang beriman akan berusaha menjauhi larangan Allah dan menjalankan perintahNya. Termasuk LSL, mereka akan mengetahui bahwa itu adalah perbuatan salah dalam pandangan Islam. Sehingga akan berusaha menghindarinya.
Kedua, lingkungan yang menjaga pergaulan sangat dibutuhkan. Di sekolah, guru bertindak sebagai pengganti orang tua. Mendidik siswa-siswinya agar memiliki kepribadian baik. Dapat membedakan benar dan salah, serta senantiasa menjaga pergaulan. Kegiatan-kegiatan yang positif didukung dan diarahkan.
Di masyarakat, kebutuhan saling nasihat-menasihati dilaksanakan. Antar anggota masyarakat saling memperhatikan, membantu dan menjaga. Jika ada perilaku yang dinilai salah segera mengingatkan. Masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan, dan aturan Islam tidak akan individualis dari perilaku bobrok seperti ini.
Ketiga, negara memiliki peran paling penting. Dengan kebijakannya, negara mampu mengatur regulasi tontonan-tontonan baik di tv, media sosial maupun film yang beredar di masyarakat. Memberikan penyuluhan tentang bahaya disorientasi seks hingga lingkup RT-RW dengan fasilitas negara.
Selain itu, menyiapkan kurikulum sekolah berbasis Islam. Sehingga, apapun pelajaran yang diajarkan di sekolah, diberikan muatan agama dengan menanamkan akidah Islam. Memberikan sanksi yang tegas sesuai pandangan Islam tentang perilaku menyimpang ini. Hal ini karena LSL bisa dikatagorikan tindak kejahatan, sebab bertentangan dengan syariat Islam.
Bagi orang-orang yang telah terjangkit virus ini, akan direhabilitasi. Me-reset pola berfikir dengan Islam, maka keimanan akan tumbuh dalam benaknya. Mendekatkan perilaku yang Islami, seperti beribadah, ikut kajian, memberikan aktifitas positif. Sehingga mereka akan sembuh dari perilaku ini.
Jika semua solusi dijalankan, maka anak-anak akan terlindungi dari kejahatan LSL. Generasi muda akan menjadi tumpuan perubahan yang kuat bagi negeri ini. Dengan izin Allah tidak akan ada lagi penemuan ratusan pelajar yang terjangkit penyakit ini.
Namun, semua itu tidak bisa dijalankan dalam sistem saat ini. Pasalnya, aturan saat ini bertumpu pada kapitalisme demokrasi. Yang tanpa dipungkiri justru menjadi tempat subur untuk berkembangnya virus ini.
Jika kita ingin sembuh secara total, maka perlu mengubah tumpuan aturan. Dari kapitalisme demokrasi kepada Islam. Karena hanya Islam dengan sistem yang mampu memberikan penyelesaian yang sempurna. Islam menjamin keselamatan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, Islam memiliki sistem aturan yang komplek. Dengan sistem pemerintahannya (khilafah) mampu mengatur segala lini dengan Islam. Maka, kita membutuhkan khilafah di tengah-tengah kehidupan. Agar hidup kita jauh dari virus berbahaya seperti ini.
Wallahu a’lam bishowab.