Hermin Setyoningsih, A. Md. Keb.
Praktisi kesehatan
#MuslimahTimes — “Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya. Dalam rangka apa? Dalam rangka untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, karena itu jangan alergi terhadap investasi asing,” kata Jokowi dalam pidato yang disampaikannya di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Ahad 14 Juli 2019.
Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Triwulan I 2019 total mencapai Rp 195,1 triliun. Nilai ini naik 5,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, yaitu sebesar Rp 185,3 triliun. Adapun perinciannya, nilai investasi dalam negeri sebesar Rp 87,2 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 107,9 triliun (bisnis.tempo.co/read/1224523/pidato-visi-indonesia-jokowi-jangan-alergi-investasi-asing/full?view=ok).
Sebagai negara berkembang, seperti Indonesia, investasi memang bisa menjadi jalan untuk membangun negaranya. Namun, apakah benar seperti yang disampaikan Jokowi, investasi akan benar-benar membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya? Ternyata tidak semua investasi menjanjikan hal tersebut, seperti investor turnkey projects yang justru mensyaratkan bahan baku dan pekerjanya dari investor. Pada faktanya, ketika negeri ini menerapkan undang-undang yang membuka peluang bagi investor asing dan swasta, namun masih banyak pengangguran, tercatat 6.82 juta jiwa pada bulan Februari 2019, dan angka kemiskinan pada maret 2019 mencapa 9,41% atau setara dengan 25,14 juta jiwa. Selain itu, investasi asing juga telah membuat negeri ini semakin terjerat hutang ribawi. Hutang Indonesia saat ini hampir mencapai 4000 T.
Investasi ini juga menjadi dalih penguasaan sumber daya alam oleh asing, seperti tambang emas di Papua oleh PT Freeport, Blok Cepu oleh PT Newmont, dan yang tak kalah menyakitkan bagaimana penguasaan tambang batubara yang oleh swasta milik para pejabat negeri ini seperti terungkap di film sexy killer, serta masih banyak lagi puluhan perusahan swasta yang menguasai SDA kita, sehingga hasilnya dinikmati oleh asing dan swasta bukan rakyat sebagai pemilik sejati SDA yang merupakan karunia dari Allah SWT.
Dalam bidang infrastruktur, investasi juga membuat rakyat buntung. Bagaimana tidak, pembangunan jalan tol misalnya, menjadi ladang bisnis buat investor dengan memberikan tarif yang mahal, sementara rakyat yang menjadi penggunanya yang menanggung beban berat ketika mengaksesnya. Siapa yang diuntungkan jika demikian? Pastilah para investor pembangun infrastruktur yang notabene merupakan perusahaan swasta dan asing.
Mengapa ini semua bisa terjadi? Karena Negara kita menganut sistem kapitalisme liberalisme, sehingga memiliki arah pandang barat dalam menyelesaikan masalah ekonomi, yang justru pada kenyataanya menyengsarakan rakyat. Fakta diatas menjadi bukti kegagalan sistem kapitalisme liberalisme dalam menyelesaikan problem ekonomi negara.
Berbeda dengan Islam yang memiliki cara pandang yang khas dalam menyelesaikan problem ekonomi negara, bukan dengan jalan investasi. Islam memandang bahwa SDA adalah milik rakyat, yang harus dikelola oleh negara, sehingga hasilnya dikembalikan pada rakyat baik secara langsung berupa layanan pendidikan gratis, kesehatan gratis dan subsidi berbagai kebutuhan rakyat sehingga sembako murah dan berbagai barang kebutuhan lain juga akan terjangkau bagi semua warga negara. Dalam bentuk tidak langsung berupa pembangunan infrastruktur yang di biayai oleh negara, sehingga rakyat akan menikmatinya dengan biaya murah bahkan gratis. Dalam bentuk tak langsung juga berupa biaya eksploitasi SDA sehingga rakyat akan menikmatinya dalam bentuk BBM yang berharga murah.
Jika demikian, maka akan ada jaminan bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat dan terbukanya lapangan pekerjaan secara luas secara otomatis. Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme pemasukan APBN yang besar, yakni dari harta fa’i, kharaj, jizyah, kekayaan alam yang berlimpah yang dikelola oleh negara dan dari harta zakat. Yang akan menjadikan negara kuat,mandiri dan berdaulat tanpa bergantung pada asing dalam pembiayaan pembangunan negaranya. Terlebih lagi akan terjauhkan dari jeratan ribawi, yang akan menjadi sumber kerusakan dalam Negara. Sebagaimana sabda Rasulullah, bahwa jikalau di suatu negeri dihalalkan riba dan zina, maka menghalalkan datangnya azab dari Allah. Berupa kerusakan alam, musibah yang tiada henti, seperti yang dialami oleh negeri kita saat ini.
Jikalau demikian tidakkah kita rindu akan sistem yang menerapkan syariah Islam secara kaffah baik dalam bidang sosial, budaya, politik dan ekonomi yang akan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat? Sebagaiamana janji Allah dalam Al Qur’an Surat Al-A’raf 96 yang artinya, jikalau penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, maka Allah akan menurunkan berkah dari langit dan bumi.
Wallahua’lam bisshowab.