Oleh : Punky Purboyowati S. S
(Pegiat Pena Komunitas El Mahira)
#MuslimahTimes –– Dalam upaya meningkatkan kemandirian pangan, tentu tidak ingin jika Indonesia ketinggalan jauh dengan negara lain. Beberapa program telah digulirkan dalam rangka meningkatkan hasil produk pangan melalui sektor pertanian telah dilakukan. Sementara itu adanya rekayasa teknologi dengan penemuan bibit unggul baru, terbukti mampu meningkatkan produk pangan yang melimpah. Namun sayang semua itu masih jauh dari harapan. Pun pemerintah tak menaruh perhatian yang serius untuk mengelola penemuan bibit unggul.
Seperti yang terjadi di Aceh baru-baru ini. Dalam laman desapedia.id, Munirwan selaku Kepala Desa Meunasah Rayeuk Kecamatan Nisam Aceh Utara ditahan oleh karena berhasil memproduksi dan mengedarkan benih padi unggulan, yaitu bibit padi jenis IF8. Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh melaporkan Munirwan telah mengomersilkan benih padi jenis IF8 yang belum berlabel. Padahal dengan inovasinya, Desa Meunasah Rayeuk terpilih menjadi juara II Nasional Inovasi Desa yang penghargaannya diserahkan langsung oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Eko Putro Sandjojo. Karena keberhasilannya mengembangkan padi jenis IF8 di daerahnya, permintaan masyarakat kian meningkat.
Mengetahui hal itu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Eko Sandjojo meminta agar polisi dan Gubernur Aceh membebaskan Munirwan. Menurutnya, Munirwan termasuk kades yang inovatif sehingga jika ada kesalahan dalam hal administrasi, tidak perlu ditahan. Harapannya agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya untuk tidak takut berinovasi. #SafeKadesInovatif, tulisnya. (jabar.tribunnews.com).
Sebuah penemuan (inovasi) harusnya diapresiasi terlebih dalam sektor pertanian yang menyangkut produk pangan. Disamping kondisi ketika bahan pangan menjadi langka, negara kian sulit dalam memenuhi kebutuhan pangan. Alhasil impor menjadi solusi negara dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Padahal Indonesia kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) yang melimpah, kondisi tanah yang subur dan beranekaragam tanaman dapat tumbuh dengan baik. Harusnya Indonesia tak kekurangan pangan. Negeri ini pun layak menghasilkan riset, memberdayakan serta mengembangkannya demi kemakmuran rakyat.
Namun akibat minimnya perhatian pemerintah terhadap inovasi, membuat Indonesia tak mengalami kemajuan dalam memproduksi pangan dalam negeri. Untuk itu perlunya untuk memperjelas kembali visi dan misi negara dalam memandirikan pangan dalam negeri. Realitas menunjukkan, Indonesia masih tertinggal dengan negara lain. Indonesia masih bergelut dengan pemberantasan hama, alih teknologi yang minim, dan lain sebagainya. Sementara berbagai inovasi bidang pertanian tidak menjadi perhatian besar. Semua ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih belum merdeka dalam sektor pangan. Walaupun sudah 74 tahun kemerdekaan Indonesia selalu dirayakan.
Indonesia tidak menyadari bahwa sudah sejak dulu Belanda mengetahui jika Indonesia memiliki potensi besar di sektor pertanian. Maka ketika Indonesia mengklaim kemerdekaannya, mereka masih saja memikirkan bagaimana caranya memanfaatkan potensi itu. Harusnya Indonesia lebih sadar dari Belanda. Maka akibat penjajahan negara asing hingga kini terus menguasai sektor pertanian dan berbagai teknologi inovasi. Justru kebalikannya. Indonesia masih belum mampu mewujudkannya. Wajar kondisi petani jauh dari sejahtera. Ironisnya, mereka kebanyakan dari desa tertinggal.
Kenyataan saat ini dengan keterbatasan teknologi di desa, yang paling dominan memproduksi padi serta munculnya inovasi justru berasal dari desa tertinggal. Karenanya mulai saat ini inovasi harus menjadi perhatian serius pemerintah. Inovasi senantiasa akan dibutuhkan dalam dunia pertanian, terlebih dalam konteks saat ini. Peran negara dibutuhkan agar maju, berkembang dan mandiri.
Maka terkait hal tersebut, sistem Islam sangat menghargai inovasi. Bahkan menyuruh agar kaum muslim berlomba-lomba untuk melakukan riset baik dalam pembelajaran maupun penelitian sesuai dengan keahliannya. Pada abad 8 hingga 15 Masehi, menunjukkan penghargaan terhadap ilmuwan dan cendekiawan yang sangat istimewa dibandingkan peradaban lain di zamannya. Yaitu zaman Keemasan peradaban Islam dalam satu kepemimpinan meliputi Arab, Persia, dan Spanyol.
Dibawah pemerintahan Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun, Islam mengalami kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan budaya yang luar biasa pesat. Banyak ahli sejarah yang memiliki pendapat bahwa periode ini juga ditandai bersamaan dengan berdirinya Bayt al Hikmah (750-1258) yang merupakan pusat studi, perpustakaan, sekaligus universitas terbesar di dunia saat itu. Tidak ada peradaban lain yang bisa menandingi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, mulai dari Eropa, Cina dan India, karena kegigihan kekhalifahan yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan melebihi peradaban manapun pada masa itu.
Sejarah telah membuktikan bahwa inovasi -perkembangan sains- mampu membawa pada sebuah peradaban yang gemilang. Hal ini merupakan limpahan karunia yang diberikan Allah kepada negeri yang menerapkan syariat Islam. Selain sikap pemimpin yang amanah, yang tak menyia-nyiakan tugasnya. Sebab seorang pemimpin Islam (Khalifah) sangat paham betul kewajibannya dalam meriayah (mengurusi) rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasul saw, “Dan imam (pemimpin) adalah raa’i (pengatur dan pengelola), dan ia dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya itu”. (HR Muslim).
Alhasil sejarah kepemimpinan Islam terbukti mampu melahirkan peradaban gemilang. Inovasi bukan penghalang kemajuan suatu negeri. Hanya saja inovasi akan mampu menjadi solusi jika didukung dengan penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara terlebih dalam konteks saat ini.
Wallahu a’lam bisshowab.